Di tengah kondisi mental yang terpuruk, Linkin Park hadir sebagai teman setia bagi para pendengarnya. Musik kerasnya mampu menenangkan isi kepala yang bising. Kecemasan dan kekecewaan hebat yang muncul akibat kegagalan itu larut bersama raungan penuh emosi dari Chester Bennington, sang vokalis Linkin Park. Teriakan keras sang vokalis menenggelamkan jiwa pendengar ke dalam palung keputusasaan sekaligus membangkitkan rasa berontak pada keadaan yang sedang dihadapi.
Setiap lirik dalam lagu-lagu Linkin Park seolah menjadi cerminan perasaan para pendengarnya, membuat lagu Linkin Park membekas di hati para pendengar. Rasa marah, kecewa, cemas, gelisah, putus asa tak berdaya, disampaikan dalam raungan tulus yang penuh dengan emosi. Linkin Park seolah-olah menjadi plester yang merekatkan jiwa pendengar yang retak dan nyaris pecah.Â
Mendengarkan musik Linkin Park, layaknya meneguk obat anti depresan yang bisa meredam gejolak emosi pada otak. Pikiran pendengar menjadi tenang olehnya. Namun ironisnya, disaat musiknya membantu seseorang melewati rapuhnya kondisi mental, si sang vokalis sendiri, Chester Bennington, selama hidupnya memikul depresi dan trauma yang berat. Hingga Chester tak mampu lagi membawa beban trauma dan depresi yang tak kunjung lepas darinya. Keputusasaan sang vokalis berujung pada bunuh diri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI