Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gerwani dan Depolitisasi Gerakan Perempuan

1 Oktober 2018   12:27 Diperbarui: 10 Oktober 2018   04:51 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konggres pertama inilah nama Gerwis kemudian diubah menjadi Gerwani. Hak perempuan dan anak-anak menjadi tema konggres ini. Selain itu, peralihan nama menjadi Gerwani semakin menjadikan Gerwani organisasi yang inklusif, semua agama, sektarian boleh masuk ke wadah oraganisasi ini.

Selanjutnya gerakan strategis Gerwani sudah masuk pada kebijakan politis. Kritisi terhadap Undang-undang Perkawinan yang dinilai lebih merugikan kaum perempuan menjadi arah strategi organisasi.

Selain itu resolusi Gerwani pada Konggres yang kedua tahun 1954 juga diarahkan pada upaya pemilihan umum (Pemilu), keamanan nasional dan protes terhadap percobaan nuklir (Wirienga: 235).

Orba dan Penghancuran Gerakan Perempuan

Pergantian rezim dari Orde Lama ke Orde Baru, membawa implikasi politik bagi gerakan komunisme. Isu pembantaian dan pemberontakan yang dialamatkan pada PKI menjadikan organisasi komunis ini kambing hitam.

Stigma penghianat  Pancasila dan pemberontak yang disandangkan pada PKI, menjadikan PKI ini momok menakutkan. Kampanye kebiadaban PKI yang digulirkan oleh Orde Baru merasuk sampai pada jiwa manusia Indonesia yang paling dalam.


Selain itu, PKI juga dikaitkan dengan kekacauan yang dilambangkan dengan perilaku seksual buruk perempuan komunis. Sehingga masyarakat hanya bisa diselamatkan dengan pembersihan komunisme secara tuntas dan dengan menempatkan kembali simbol perempuan pada posisi yang lebih rendah.

Depolitisasi gerakan perempuan pada era ini mencapai titik didihnya. Gerakan perempuan yang tanpa kontrol hanya akan melahirkan perempuan-perempuan kejam biadab seperti gerwani. Gerakan perempuan akhirnya tiarap. Propaganda sosok perempuan sebagai kaum lemah lembut dan non-politis dilakukan di mana-mana.

Pemerintah melalui figur Soeharto, ditampilkan sebagai satu-satunya kekuatan tunggal yang mampu memulihkan dan memelihara ketertiban masyarakat.

Hal ini dilanggengkan dengan cara mereproduksi secara terus menerus mitos binatang komunis yang sesat. Subordinasi perempuan berupa penggambaran perilaku perempuan yang "patut", menjadi pilar masyarakat orde baru. Dimana Gerwani digambarkan sebagai perilaku tanpa aturan dan merusak moral.

Sampai sini lah, politik hegemoni kekuasaan bermain. Relasi gender di Indonesia kemudian ditata secara kasar. Perjuangan gerakan perempuan yang menyuarakan persamaan dalam politik serta menyerukan simbol perempuan sebagai "Srikandi" dianggap sebagai sesuatu yang melanggar kodrat perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun