Mohon tunggu...
muhamad syarifudin
muhamad syarifudin Mohon Tunggu... Bankir - seorang bankir

Saya seorang bankir yang sudah baik dan ramah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 1 Prof Dr. Apollo: Sengketa Pajak

8 April 2021   22:17 Diperbarui: 8 April 2021   22:32 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbeda dengan banding pajak, Gugatan diajukan oleh pihak Wajib Pajak ataupun oleh pihak penanggung pajak mengenai proses penagihan pajak ataupun mengenai suatu keputusan yang diperbolehkan untuk diajukan gugatan menurut undang-undang pengaturan pajak yang sedang berlaku saat ini. Menurut Pasal 31 ayat 3 UU 14 Tahun 2002, perkara gugatan yang diajukan oleh pihak Wajib Pajak dapat meliputi:

  • Surat Pengumuman Lelang, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, dan pelaksanaan Surat Paksa.
  • Keputusan dalam mencegah penagihan pajak.
  • Keputusan yang berhubungan langsung dengan proses pelaksanaan keputusan perpajakan, yang tidak meliputi keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya di ayat 1 pada pasal 25 dan juga pasal 26 UU KUP
  • Penerbitan surat mengenai ketetapan pajak ataupun Surat Keputusan Keberatan yang di dalam proses  penerbitannya tersebut tidak sesuai dengan proses prosedur ataupun tata cara yang sebelumnya teratur di dalam perundang-undangan pajak yang sedang berlaku.

Dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan sengketa pajak, Pengadilan Pajak menjadi tingkat yang pertama dan juga yang terakhir secara bersamaan, menurut pasal 33 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 2002. Dikarenakan oleh itu, upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan mengenai keputusan hasil Banding ataupun hasil keputusan Gugatan dari Pengadilan Pajak ialah dengan Peninjauan Kembali yang dapat dilakukan ke Mahkamah Agung.

Beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam mengjukan gugatan pajak, adalah Gugatan juga harus ditulis menggunakan Bahasa Indonesia kemudian ditujukan ke Pengadilan Pajak. Jika batas waktu untuk mengajukan banding pajak adalah maksimal 3 (tiga) bulan dari tanggal surat Ketetapan pajak, batas waktu dalam mengajukan Gugatan pajak adalah paling lama 14 hari dari tanggal pelaksanaan penagihan pajak yang ingin digugat. 

Sedangkan batas waktu dalam pengajuan Gugatan terhadap suatu keputusan yang bukan Gugatan ialah paling lama 30 hari dari tanggal keputusan tergugat tersebut diterima. 

Gugatan tersebut selain oleh Wajib Pajak, juga bisa diajukan oleh pewaris dari sang penggugat, pengurusnya, ataupun oleh seseorang yang bersikap sebagai kuasa hukum orang tersebut. Karena itu juga, jika dalam proses menggugat tersebut penggugatnya meninggal, gugatan tersebut boleh dilanjutkan dengan seorang ahli waris penggugat, kuasa hukum dari ahli waris penggugat, ataupun oleh pengampu dari orang tersebut dalam hal penggugat pailit.

Peninjauan Kembali

Seperti yang tertulis di Angka 3 Pasal 1 di PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 7 Tahun 2018, sebuah permohonan Peninjauan Kembali dalam konteks pajak adalah upaya hukum yang dikategorikan sebagai luar biasa kepada MA (Mahkamah Agung) untuk mencoba memeriksa kembali kemudian memutuskan lagi keputusan dari Pengadilan pajak. Upaya ini bisa ditempuh oleh siapapun dalam persengketaan pajak, baik oleh Wajib Pajak ataupun oleh otoritas pajak terkait.

Peninjauan Kembali tersebut ditujukan sehingga Hak Asasi Manusia (HAM) dari pihak-pihak yang sedang bersengketa pajak dapat terjamin, sesuai juga dengan pasal 28D dari UUD 1945: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum”.

Keputusan yang dapat diajukan untuk peninjauan kembali termasuk keputusan yang menolak, keputusan yang mengabulkan Sebagian ataupun keseluruhan, keputusan menambahkan pajak yang harus dibayar, keputusan membetulkan kesalahan dalam penulisan ataupun kesalahan hitung, dan/atau juga keputusan membatalkan. 

Namun untuk setiap keputusan, Cuma bisa diajukan sekali saja Peninjauan Kembali ke MA (Mahkamah Agung), sesuai dengan pasal 80 ayat 2 UU Pengadilan Pajak. Salah satu tujuan pasal ini adalah supaya dapat terjaminnya kepastian hukum kemudian mempertimbangkan alur keuangan dari pihak Wajib Pajak. Dan lagi, juga supaya dapat menjamin efisiensi pemungutan pajak dari Wajib Pajak sebagai salah satu sumber paling besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau disingkat APBN.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun