Mohon tunggu...
Muhamad Diva Kafila Raudya
Muhamad Diva Kafila Raudya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Krisis dan Kesempatan Mengembalikan Ekonomi untuk Rakyat

25 Oktober 2022   00:25 Diperbarui: 30 Oktober 2022   17:08 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual melayani warga yang berbelanja di salah satu kios di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat, Senin (10/5/2021). (KOMPAS/RADITYA HELABUMI)

Hal itu dikarenakan krisis merupakan suatu keniscayaan dalam corak produksi yang dominan saat ini, atau menurut Marx, krisis merupakan konsekuensi internal dari kapitalisme yang selalu memberikan tuntutan struktural akan keharusan mengakumulasi kapital karena bentuk sistemnya yang terbuka dan dinamis serta selalu berusaha melampaui batas teritorial dan waktu tertentu (Pontoh, 2021).

Selanjutnya, kita akan masuk pada pembahasan mengenai dampak dan kebijakan mengenai krisis skala global, termasuk bagi Indonesia. Ekonom sekaligus pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Chatib Basri (2022) menulis rubrik dalam harian kompas bahwa situasi krisis saat ini merupakan situasi serba salah.

Di tengah situasi krisis global, menurutnya Indonesia sedikit diuntungkan karena nilai ekspor terhadap PDB relatif kecil yang disebabkan oleh kurang terintegrasinya Indonesia dalam rantai ekonomi global.

Namun, Indonesia akan mengalami dampak terutama di jalur keuangan tatkala dollar AS tetap menguat dibandingkan dengan mata uang Eropa. Implikasi lebih lanjut, rupiah akan melemah dan memberikan efek pada neraca serta ketidaksebangunan mata uang.

Beban utang dalam mata uang dollar AS akan meningkat, begitu juga dengan kerugian yang dialami industri sektor domestik ketika investasi asing masuk dalam mata uang rupiah dan repatriasi keuntungan dalam mata uang AS.

Menurut Chatib Basri, Indonesia perlu menerapkan bauran kebijakan (policy mix) di mana pengetatan moneter dilakukan, tetapi tidak berlebihan, pelemahan rupiah terjadi, tetapi dijaga agar tak terlalu tajam fluktuasinya.

Ada argumen yang saya sepakati dari Chatib Basri dalam tulisannya tersebut, bahwa pemerintah haruslah menempatkan prioritas pada "mana yang harus" bukan "mana yang ingin".

Hal tersebut mengingatkan saya pada orang-orang yang paling terdampak dari krisis ekonomi skala global, yang tak lain adalah mereka yang termarjinalkan dari alat produksi serta termarjinalkan dari rantai ekonomi yang kerap muncul dalam angka-angka statistik namun luput dalam pembahasan mengenai kebijakan.

Krisis ekonomi global saat ini dapat dijadikan momentum oleh pemerintah untuk mengembalikan ekonomi pada tempatnya, yaitu ekonomi untuk rakyat.

Setelah mengetahui bahwa krisis merupakan konsekuensi internal dan logis dari corak produksi dominan saat ini, yaitu kapitalisme, tentunya momentum krisis akan menjadi pergulatan pula bagi kelas borjuis untuk kembali melakukan konsolidasi modal dan fiskal sehingga corak produksi kapitalisme dapat bertahan, atau yang disebut oleh Joseph A. Schumpeter sebagai creative destruction (2008).

Hal yang paling dikhawatirkan ketika terjadi inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara terus-menerus dan membuat nilai uang menurun. Bayangkan bagaimana nasib mereka yang termarjinalisasi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling esensial? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun