Mohon tunggu...
Muhamad Nurdin
Muhamad Nurdin Mohon Tunggu... Penulis - Mari Sama-sama Menjadi yang Terbaik

Mari Sama-sama Menjadi yang Terbaik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

MTQ dan Gejala Patolopolis: Menyambut MTQ Tingkat Provinsi Jawa Barat

28 April 2024   17:00 Diperbarui: 28 April 2024   17:05 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar (dokpri)

MTQ dan Gejala Patolopolis: Menyambut MTQ Tingkat Provinsi Jawa Barat

Oleh: Muhamad Nurdin

Saat ini sedang berlangsung perhelatan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) ke-38 tingkat Provinsi Jawa Barat, yang dilaksanakan dari tanggal 27 April sampai dengan tanggal 4 Mei 2024 di Bekasi.

Ada anggapan yang selama ini beredar. Apakah MTQ hanya perebutan gengsi sebuah daerah? Kalua begitu, maka tak heran apabila suatu daerah sudah menancapkan ikrarnya ingin menjadi juara.

Jauh jauh hari daerah sudah pasang "kuda-kuda", menggemleng para peserta dari berbagai cabang yang dilombakan, "fenomena bon-bonan", dan mengumpulkan "pundi-pundi" untuk melicinkan jalan mulus mencari status sebagai juara umum, karena ini menyangkut gengsi dan harga diri tuturnya.

Padahal  almarhum K.H. Mohamad Dahlan sebagai penggagas awal MTQ  ini mempunyai cita-cita yang luhur yakni ingin membangun kembali Al-Qur'an sebagai kitab suci ummat Islam. Kalau begitu dari ajang MTQ tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali tebaran aroma status. Status sebagai pembaca tersohor, status sebagai juara umum, dan lainnya. Sejatinya MTQ harus dijadikan bagian dari dakwah,  dan dapat menyentuh kaum mustadh'afin (orang yang lemah).

Karena ada sebahagian orang yang beranggapan bahwa dakwah sudah berakhir setelah khutbah di mesjid, setelah menyuruh orang berbuat baik. Selama ini pengajian dianggap berhasil kalau jamaah penuh melimpah sampai keemper-emper, kalau sudah banyak orang yang membaca Al-Qur'an, kalau MTQ sudah dilaksanakan sampai ketingkat Rukun Tetangga (RT).

Pada saat yang sama, kita mendengar rintihan para kaum mustadh'afin yang tidak tersentuh oleh para perencana pembangunan. Digubuk-gubuk reot mereka merintih, ditempat yang sama banyak orang Islam yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak punya biaya. Padahal ayat Al-Qur'an yang pertama turun adalah perintah membaca (Iqra).  

Membaca kitab universal yang ada disekeliling kita, membaca dapat menghantarkan manusia mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna (insan kamil). Membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban. 

Dengan demikian,  Al-Qur'an  sangat memerlukan ummat pendukung yang cerdas, cergas dan punya pemikiran wawasan Islam yang menukik dan luas. Kecerdasan dan kecergasan harus menjadi budaya  ummat Islam. Kita harus sensitif dalam menangkap sinyal-sinyal ilahiyah dengan parabola kebenaran untuk mengembangkan wawasan keislaman. Tanpa itu semua, Al-Qur'an hanya sekumpulan dogmatis yang dibawa sebagai "penolak bala".

Karena idealnya ritus keimanan seseorang akan berbanding lurus sejajar dengan kepedulian sosialnya. Semakian tinggi dan dalam wawasan keimanan seseorang, akan semakin aktif dan peduli dalam mengatasi permasalahan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun