Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal
Muhamad Iqbal Mohon Tunggu... -

Pemikir Radikal, Rasional, Fundamental, Filosofis, Oposisi Pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Melawan Aksioma Sesat Demokrasi

10 November 2018   15:51 Diperbarui: 10 November 2018   15:57 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua orang mengakui bahwa demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam dunia perpolitikan Indonesia. Presiden, menteri, DPR, MPR masihlah berada dibawah kedaulatan mutlak seluruh rakyat Indonesia. Namun sayangnya tak semua orang sepakat bahwa kedaulatan rakyat itu bekerja selain daripada momentum pemilihan umum. Sehingga rakyat hanya akan berdaulat untuk memanfaatkan freewill dan kedaulatan tertinggi nya hanya untuk memilih para calon elite politik, lantas bagaimana ketika sudah terpilih? Maka kedaulatan rakyat itu akan direduksi bahkan dihapuskan sama sekali menjadi hilang, dan membuat rakyat berada dalam kondisi ketidakberdayaan yang terburuk. Seolah kedaulatan rakyat berpindah tangan menjadi kedaulatan elite politik, dan rakyat bukanlah apa-apa saat itu.

Dalam tatanan perpolitikan ada 2 unsur utama, (1) elite politik, dan (2) rakyat. Saat pemilu, rakyat menggunakan hak pilih dan kedaulatannya untuk melakukan election / pemilihan terhadap kandidat pejabat politik yang disajikan didepannya. Sedangkan calon elite politik akan melaksanakan tugas klasik nya untuk melakukan kampanye dan menjejali janji-janji manis para rakyat agar rakyatnya akan terpesona dan tergerak untuk memilihnya di kotak suara, lantas jika sudah terpilih dan berhasil memegang tampuk kekuasaan sebagai elite politik, hanya melakukan hal-hal yang tak substansif dalam pemecahan masalah rakyatnya.

Ini jelas namanya pengkhianatan, rakyat memilihnya dan ia mengkhianati kepercayaan rakyatnya, namun dengan mudahnya ia mendoktrin pendukung buta nya untuk mudah menjustifikasi dengan julukan "kaum wowo", "kaum gagal move on 2014", "kaum sumbu pendek", dan lain sebagainya pada kelompok yang mereka anggap bertentangan dengan kebijakan elite politik yang didukung, bahkan hanya dengan mengkritik tanpa hujatan sedikitpun niscaya akan dihujat balik dengan kata-kata yang sama oleh pendukung elite politik tersebut yang menamakan dirinya sebagai "cebong".

Para elite politik (yang menjadi penguasa) itu bukanlah Tuhan, ia tak sepenuhnya selalu benar dalam bertindak. Justru aksioma "elite politik itu sudah tau apa yang terbaik bagi negaranya" dimana senantiasa dilafalkan oleh kelompok sosial pendukung buta elite politik terpilih untuk membungkam dan menghentikan argumen logis para oposan (kelompok oposisi) dari elite tersebut tak masuk akal sedikitpun.

Tidak berhenti dengan masalah pendukung buta elite politik itu, namun elite politiknya juga bermasalah secara politis. Setelah terpilih, mereka (para elite politik lingkaran pemerintahan) membuat benteng disekelilingnya untuk melindungi diri dari penegak hukum yang akan membongkar skandal korupsi dan menjatuhkan wibawanya, serta untuk menghalangi "tombak" kritik rakyat cerdas agar tak sampai ke telinga mereka dan hanya menjadi angin lalu saja. 

Lantas jika ada rakyat yang berhenti melempar "tombak" kritik dan memilih untuk menggunakan buldozer untuk menghancurkan benteng mereka agar "tombak" kritik mereka tidak menjadi sebuah kesia-siaan belaka, malah yang didapat oleh rakyat yang meruntuhkan tembok "benteng" itu adalah tuduhan merusak nama baik elite politik, sehingga rakyat-rakyat itu akhirnya dikriminalisasi begitu saja.

Ini tidak fair. Seolah perpolitikan dari rakyat hanya bekerja dalam masa satu / dua hari pemilihan umum. Ini yang patutnya dibenahi total. Karena itulah, disini harus dilakukan sebuah reformasi dari aksioma yang selama ini ada, yang selama ini mengakar sebagai sebuah kesesatan yang merusak perpolitikan negara ini. 

Yang namanya kedaulatan itu tidak bisa dikotaki oleh masa tertentu, karena nilainya absolut, mutlak. Tidak bisa dibagi dan dihilangkan, maka dari itu kedaulatan rakyat berlaku pada setiap masa, setiap hari, tiap jam dan tiap detiknya. Tak sebatas dalam momen pemilu semata, namun setelahnya, ketika seorang calon elite politik terpilih dan dilantik, maka setelahnya kedaulatan rakyat tetaplah berlaku sebagai bentuk pengawas dan penjaga dari sebuah kontrak politik yang dibuat dengan elite politik (semasa kampanye).

Janji kampanye bukanlah sekedar sebuah formalitas dari agenda pemilihan umum, namun sebuah janji suci, sebuah kontrak politik antara calon elite politik dan rakyat. Ditepati tentunya wajib, karena pertanggungjawabannya secara langsung kepada rakyat, dimana mereka (rakyat + elite politik) membuat kontrak bersama. Maka ketika ada elite politik yang mengabaikan kontrak politik yang dibuat sebelumnya, jangan marah ketika rakyat menagihnya, karena sudah kesepakatannya begitu. 

Ketika elite politik terpilih, kedudukannya otomatis akan seolah berada di atas rakyat secara jabatan, namun tidak demikian, karena dia terpilih karena "kontrak politik"-nya lah yang paling banyak dipilih dan dipercaya oleh rakyat. Maka dari sini tetap, bahwa ketika ada bagian kontrak politik yang tak terlaksana, diabaikan, maka rakyat sebagai orang-orang yang meneken kontrak dengan elite tersebut wajib menuntut dan mempertahankan janji yang sudah dibuat. Tak pantas apabila elite politik malah mengatakan bahwa "manusia kan ada kurangnya, dimaklumi saja", karena kontraknya sudah dibuat dan harus direalisasikan selama masa satu periode. 

Ketika satu periode berhasil, ia bisa mendapat kepercayaan lagi untuk periode berikutnya. Ketika justru elite politik yang malah mengeluh karrna banyak diprotes rakyat, maka tak pantas mereka mengumbarnya saat kampanye, jika mereka tak akan mampu memenuhinya. Maka dari itu sudah dikatakan sejak tadi bahwa kontrak politik bukanlah formalitas dan pencitraan belaka. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun