Mohon tunggu...
Muhamad Alfin Firdiansyah
Muhamad Alfin Firdiansyah Mohon Tunggu... Administrasi - Sport Enthusiast

Menulis supaya tetap waras.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Inilah Level Argentina Sesungguhnya, Juara?

1 Desember 2022   18:48 Diperbarui: 1 Desember 2022   18:50 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lionel Messi saat mengangkat Piala Copa America 2021 | bbc.com

Kemenangan Argentina atas Polandia Kamis dinihari (01/12/2022) akhirnya memastikan langkah La Albiceleste lebih jauh menuju babak knock out 16 besar.

Mengemas enam poin, squad Lionel Scaloni mengakhiri pertarungan di Grup C sebagai pemuncak klasemen. Ditemani Polandia yang walaupun kalah di pertandingan terakhir, tapi beruntung masih bisa memperpanjang nafas mereka di Piala Dunia 2022 ini. Andai saja Mexico bisa mencetak dua gol lebih banyak kala melawan Arab Saudi di waktu yang bersamaan tersebut, maka pupus sudah asa Lewandowski di Piala Dunia yang bisa jadi Piala Dunia terakhir yang bisa ia ikuti.

Melihat 'galaknya' Argentina malam kemarin, seolah menunjukan bahwa mereka tidak mau angkat koper lebih cepat di turnamen paling akbar ini. Bayangkan, 73 persen jalannya pertandingan berhasil dikuasai oleh Lionel Messi cs di sepanjang 94 menit laga berjalan sebelum akhirnya wasit meniup peluit akhir pertandingan.

Semua tensi dan keraguan yang muncul pasca kekalahan mengagetkan dari Arab Saudi, seakan tak terlihat ketika Argentina menunjukan perbedaan kelas nya yang jauh di atas lapangan saat laga kontra Polandia tersebut.

Perbedaan Kelas

Mengusung formasi 4-3-3 dengan trisula Di Maria, Messi, dan Alvarez, barisan pertahanan Polandia tak diberi nafas untuk bisa memberikan support pada para pemain di depannya.

Bahkan Robert Lewandowski yang musim ini mencetak 18 gol dari 19 laga nya bersama Barcelona tidak diberi satu pun kesempatan menembakan bola ke gawang Emiliano Martinez yang di sepanjang pertandingan lebih banyak bengong nya daripada loncat sana-sini menangkap bola.

Para supporter Tim Tango memang belum bisa bernafas lega di 45 menit pertama yang dilangsungkan di Stadium 974 tersebut. Ibarat konstipasi, semuanya masih tertahan di dalam dan tidak bisa dikeluarkan. Sempat diberi harapan ketika Messi diberi hadiah lewat titik putih gara-gara mukanya ditabok oleh Szczesny, namun tendangan bola dari kaki kidal pemain PSG tersebut masih bisa di antisipasi.

Hingga akhirnya seluruh isi stadium bergemuruh ketika baru satu menit babak kedua dimulai, Mac Allister berhasil mengkonversikan crossing yang disodorkan oleh Nahuel Molina menjadi gol pertama bagi Argentina. Disusul dengan gol kedua hasil kerjasama antara Enzo Fernandez yang memberi bola ke Julian Alvarez dan berhasil menggetarkan jala gawang Wojciech Szczesny.

Mirror.co.uk
Mirror.co.uk

Walau sebenarnya Nicolas Tagliafico bisa saja memperbesar keunggulan andai saja bola chip nya yang tidak sopan melewati kepala Szczesny tidak diahalau oleh Jakub Kiwior.

Kepercayaan Kepada Messi

Tak dapat dipungkiri jika trofi Piala Dunia 2022 ini adalah harapan terakhir bagi seorang Lionel Messi untuk bisa melengkapi prestasinya sebagai seorang pemain megabintang.

Telegraph.co.uk
Telegraph.co.uk

Hampir saja diraih andai saja bisa menang ketika final Piala Dunia 2014 silam, sayangnya Argentina masih harus mengakui kedigdayaan Jerman dengan skor tipis 1-0.

Impian ini kembali muncul imbas dari kesuksesan Messi yang akhirnya berhasil mendapatkan trofi major pertamanya di level internasional ketika menjuarai Copa America tahun lalu.

Yang dilanjutkan dengan rekor tak terkalahkan beruntun sebanyak 36 kali, sebelum akhirnya diputus oleh Arab Saudi di match pertama grup C Piala Dunia 2022 Qatar.

Kadung sekalian, misi memperoleh trofi pamungkas di sepanjang karir La Pulga sudah sangat sepantasnya untuk diselesaikan dengan sempurna. Melengkapi segudang trofi yang sudah ia koleksi selama ini baik di level klub maupun negara.

Argentina yang kini berbekal 26 pemain yang diboyong oleh Lionel Scaloni ke Qatar, 25 diantaranya merupakan pemain yang berlaga di kompetisi luar negeri. Hanya kiper gaek berusia 36 tahun, Franco Armani, yang saat ini bermain di kompetisi lokal yang membela River Plate. Sisanya, menancapkan tonggak sepakbola Argentina di daratan Eropa. Kecuali Thiago Almada yang bermain di Major League Soccer.

ZeeNews
ZeeNews

Lalu kenapa kok Argentina harus menjadi kampiun di gelaran Piala Dunia kali ini?

Memiliki seorang Lionel Messi adalah sebuah hal yang sangat penting di tim manapun. Tak perlu dibahas lagi bagaimana seorang Messi menjadi sebuah aset berharga bagi tim yang seragamnya ia pakai.

Ditambah hasratnya yang tinggi untuk mendapatkan trofi Piala Dunia kali ini sangat terlihat lewat cara bermainnya di atas rumput hijau stadion. Dibanding sebelumnya dimana ia hanya bertanggung jawab di sektor penyerangan saja. Itupun ga ngotot-ngotot amat.

Berbeda dengan sekarang, Lionel Messi acapkali terlihat memberikan pressing kepada lawan di tengah lapangan ketika dibutuhkan. Ditambah dengan beruntungnya sang La Pulga saat ini dibanding dengan ketika bersama generasi sebelumnya, dimana para pemain Argentina saat itu terlihat tidak memiliki chemistry secara team pada saat mereka melihat bola berada di kaki Messi. Tapi hal itu tidak lagi menjadi isu dengan generasi timnas saat ini.

Saat Messi mencoba melakukan penetrasi ke pertahanan musuh, Lautaro Martinez, Angel Di Maria, Alejandro Gomez, dan Angel Correa sudah bersiap di kotak pertahanan lawan. Sehingga Argentina tidak perlu lagi khawatir akan kosongnya back up untuk mempertajam tusukan Messi maupun  bersiap menunggu umpan atau bola liar yang datang.

Alhasil membuat Messi bisa bergantung pada rekan setimnya saat ini dibanding sebelumnya. 

Faktor Pertahanan

Di bawah asuhan Diego Maradona edisi Piala Dunia 2010, tidak ada satupun pemain yang bermain sebagai fullback murni. Javier Janetti tidak dipanggil, Honas Gutierrez yang sejatinya seorang sayap kiri, dimainkan sebagai bek kanan. Dan pemain center back seperti Nicolas Burdisso, Nicolas Otamendi, dan Clement Rodriguez malah ditempatkan sebagai fullback.

Lanjut ke Piala Dunia 2014, Alejandro Sabeya sempat melakukan eksperimen mencari formula yang tepat, yang pada akhirnya tidak terselesaikan masalahnya.

Sedangkan di gelaran 2018, formasi 3-5-2 yang kemudian bertransformasi menjadi 4-3-3 ala Jorge Sampaoli berujung skeptikal ketika akhirnya dilema apakah Argentina sebaiknya memainkan 3 atau 4 orang defender.

Christian Romero & Lisandro Martinez | 90min.com
Christian Romero & Lisandro Martinez | 90min.com

Hingga akhirnya masalah-masalah di atas tidak menjadi isu lagi di Piala Dunia saat ini. Christian Romero yang diposisikan berdampingan dengan Nicolas Otamendi di jantung pertahanan, ditopang oleh Marcos Acuna atau Nicolas Tagliafico di kiri pertahanan dan Nahuel Molina di sisi sebrangnya. Belum lagi nama Lisandro Martinez yang juga krusial ketika dibutuhkan.

Dan yang penting untuk digarisbawahi adalah tidak adanya kekurangan para pemain yang sangat efektif di jajaran pertahanan Argentina di bawah arahan Lionel Scaloni ini. Bermain konsisten dengan pola six-man defense, sang juru taktik paham betul kapan harus menggunakan pemain-pemain ini.

Dimana ketika ada tekanan yang datang dari pihak lawan, koneksi dan pemahaman para defender ini sangat terorganisir dan bisa memainkan bola dari kaki ke kaki dengan baik.

Lionel Scaloni

Nama ini sudah saya sebut berkali-kali di atas sebelumnya, dimana dibawah komando pelatih akamsi tersebut, Scaloni berhasil memaksimalkan implementasi dari formasi 4-3-3, dan tidak terlalu banyak melakukan eksperimen yang bisa berujung celaka.

Sportsmole.co.uk
Sportsmole.co.uk

Scaloni yang nama depannya sama dengan Messi ini bahkan tahu betul apa kekuatan dan kelemahan dari para pemainnya seperti ada dalam genggaman tangannya.

Beberapa kali melakukan perombakan skuad sejak awal ia diberi kepercayaan sebagai man behind the scene di tahun 2018, berujung 32 pertandingan tak terkalahkan sebelum akhirnya tumbang di semifinal Copa America 2019. Bahkan Scaloni berhasil mengajarkan Messi bagaimana memberikan pressure secara efektif kepada lawan, yang bisa kita lihat saat ini.

Kini optimisme mengejar titel juara semakin tumbuh baik itu dari para pemain Argentina, maupun dari para pendukung loyal tim tersebut.

Bukan tidak mungkin, di tanggal 18 Desember nanti, kita akhirnya bisa melihat sang legenda hidup Lionel Messi mengangkat trofi 'suci' nya tersebut yang sangat ia dambakan. Pun dengan para pemain lainnya pastinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun