Mohon tunggu...
Muhamad Redho Al Faritzi
Muhamad Redho Al Faritzi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa - Pengajar Madrasah - Anggota Media Dakwah Digital

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Bukan Hanya di Sekolah Saja!

25 Januari 2023   20:52 Diperbarui: 26 Januari 2023   13:46 1564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pict by : pixabay.com

 

Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, atau biasa disebut dengan Bapak Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan tuntunan tumbuh dan berkembangnya anak.

Dalam bahasa Inggris pendidikan berarti education. Sedangkan dalam bahasa latin, Pendidikan berarti educatum yang berasal dari kata E dan Duco. E berarti perkembangan dari luar dari dalam ataupun perkembangan dari sedikit menuju banyak, sedangkan Duco berarti sedang berkembang. Dari sinilah, pendidikan bisa juga disebut sebagai upaya guna mengembangkan kemampuan diri.

Pendidikan harus dimaknai secara luas. Pendidikan bukanlah kegiatan yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Dalam artian, pendidikan bisa dilakukan di mana saja dan kapan pun itu. Maka sangatlah salah jika pendidikan hanya dibatasi di sekolah saja. Orang-orang yang menganggap Pendidikan hanya di sekolah, menurut Dr. Adian Husaini adalah orang yang terkena penyakit "sekolahisme". Sebuah penyakit  pemikiran yang menyamakan pendidikan dengan sekolah. Nama lainnya, formalisme. Asal sudah bersekolah, dianggap sudah berpendidikan. Jika tidak sekolah, maka dianggap tidak berpendidikan. Padahal, Pendidikan tidak hanya di sekolah atau universitas saja, atau pada waktu-waktu tertentu saja. Karena sekarang, nyatanya banyak sekolah justru bukan menjadi tempat pendidikan, melainkan dianggap hanya sekedar tempat penyelenggaraan transaksi bisnis gelar dan ijazah. (Lihat Adian Husani, Bahaya Lain dari "Sekolahisme", dalam artikel adianhusaini.id).

Pendidikan tidak sesempit itu. Orang yang menjalankan pendidikan bisa menjalaninya dimana pun dan kapan pun itu. Maka harus ditinjau kembali apa tujuan dari pendidikan itu. Sehingga tidak ada lagi orang-orang yang  terkena penyakit "Sekolahisme" seperti yang Dr. Adian Husaini jelaskan.

Menurut Prof. Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, tujuan utama pendidikan dalam islam adalah untuk mencetak atau menghasilkan manusia seutuhnya (insan kamil). Artinya manusia yang memiliki keseimbangan antara kedewasaan intelektual, spiritual, dan moral. Dalam bahasa islam keseimbangan antara ilmu, Iman, dana mal. (Lihat Hamid Fahmi Zarkasyi, Minhaj: Berislam dari Ritual hingga Intelektual, Jakarta: INSIST, 2021)

Sedangkan tujuan dari pendidikan secara umum bukan hanya untuk meningkatkan kecerdasan saja, tapi dapat mengubah sikap dan tata laku seseorang juga. Dalam islam, biasa disebut dengan adab dan akhlak. Orang yang mempunyai ilmu setinggi apa pun, jika adab dan akhlaknya tidak ada, maka pendidikan yang dilakukannya selama bertahun-tahun itu tidak ada gunanya. Seharusnya, semakin tinggi pendidikan yang dimilikinya, semakin tinggi pula adab dan akhlaknya juga.

Menurut Will Durant, orang-orang Athena (Yunani) pada abad kelima adalah salah satu contoh terbaik manusia tidak berakhlak. Semangat menuntut ilmu yang luar biasa justru menjadi alasan mengapa kaum intelektual di sana menjadi semakin biadab dan tidak bermoral. Mulai dari hubungan seks bebas, sering mengingkari janji demi keuntungan sendiri, dan senang mengakibatkan kehancuran mutlak ketika perang sekalipun sesama mereka sendiri. Sehingga menjadi suatu hal yang lumrah bagi mereka yang bertumpuk ilmunya, namun buruk perilakunya. (Lihat Madini Fatih, Solusi Kekacauan Ilmu, Depok: Yayasan Pendidikan At-Taqwa Depok, 2022).

Begitu juga di Barat, perkembangan teknologi di sana semakin maju, cepat bertumbuh dan berkembang. Namun, sikap dan tata laku tidak diikutsertakan dalam kemajuan tersebut. Semakin maju teknologinya,  justru semakin mundur dan hancur akhlaknya.

Maka para ulama dari dahulu sudah memerintahkan agar mempelajari adab terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu. Imam Malik (90-174 H), beliau pernah berkata kepada seorang pemuda Quraisy,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun