Novel - Cahaya dalam Air -- Volume 5: Konspirasi Warna
Karya: Muhalbir
Bab 1: Bayangan di Balik Penemuan
"Ini... bukan sekadar warna," ujar Dira dengan suara tercekat. Di layar monitor laboratorium, tampak gambar air seni pasien dari negara-negara berbeda, namun semua menunjukkan pola warna aneh yang menyerupai kode QR jika diteliti lebih dekat.
"Kau lihat ini? Garis-garis tipis ini seperti cetakan gelombang suara... atau bahkan DNA," tambah Arga. Ia mengusap wajahnya yang lelah namun bersemangat. "Ini bukan hanya indikator penyakit. Ini pesan."
Dira menelan ludah. "Kalau benar, berarti seseorang---atau sesuatu---telah menyisipkan informasi dalam tubuh manusia. Lewat cairan paling sederhana: urin."
Bab 2: Global Health Control
Pusat Penelitian Biomedik Dunia di Jenewa tampak megah, namun Arga merasakan tekanan aneh ketika menghadiri konferensi "Harmonisasi Standar Biomarker Global". Ia duduk bersama ilmuwan top dari seluruh dunia, namun diskusi mereka seolah menghindari topik 'warna'.
Saat giliran presentasi Dira tiba, ia membuka slide yang menampilkan pola warna urin dan hubungannya dengan penyakit. "Kami menemukan bahwa pola warna air seni menunjukkan tidak hanya kondisi biologis, namun kemungkinan manipulasi melalui faktor eksternal: air, vaksin, bahkan gelombang elektromagnetik."
Ruangan mendadak hening.
Seorang pria tua dari WHO berdiri. "Nona Dira, informasi Anda tidak diverifikasi. Kami minta agar presentasi dihentikan."
Arga berdiri. "Kami punya bukti. Tolong lihat ini..."
Namun layar mati. Mikrofon mereka dimatikan.
Bab 3: Jejak Rahasia di Amazon
Melalui bantuan jurnalis independen bernama Naima, Dira dan Arga melacak penelitian tersembunyi di pedalaman Amazon. Di sana, suku tua bernama Tapir telah lama memahami 'warna kehidupan'---warna air seni mereka bisa berubah sesuai dengan emosi dan kondisi bumi.
"Ketika bumi sakit, warna kami berubah," ujar Tetua Ojak sambil menunjukkan bejana tanah liat berisi cairan merah terang. "Dunia tidak sekadar dilihat. Dunia didengar oleh tubuh."
Dira bertanya pelan, "Apakah ada hubungan antara warna itu dan penyakit di luar hutan ini?"
"Ada," jawab Ojak. "Dunia kalian mulai meniru warna kami. Tapi dengan niat yang salah."
Bab 4: Enkripsi Genetik
Dalam bunker laboratorium rahasia di Islandia, Dira menemukan bahwa beberapa perusahaan farmasi menggunakan 'kode warna urin' sebagai dasar manipulasi DNA. Mereka menyisipkan protein dalam vaksin yang menyebabkan tubuh menghasilkan pola warna tertentu---bukan hanya untuk mendeteksi penyakit, tetapi juga mengendalikannya.
"Mereka sedang membuat template genetik massal," ujar Arga. "Dan warna-warna ini adalah kuncinya."
"Jadi tubuh kita dimonitor lewat warna?"
"Ya. Lebih dari itu, dikendalikan."
Bab 5: Suara dari Warna
Melalui bantuan pakar suara dan biofrekuensi, Dira mengetahui bahwa setiap warna yang muncul dalam urin bisa dikonversi menjadi nada tertentu. Jika dipadukan, nada-nada ini bisa membentuk simfoni---frekuensi penyembuh yang unik bagi tiap orang.
"Mereka ingin menggantikan frekuensi alami tubuh dengan frekuensi buatan. Dengan begitu, manusia tak bisa menyembuhkan diri sendiri kecuali melalui sistem mereka," ujar Naima.
Dira menciptakan prototipe "Warnafon", alat yang membaca warna urin dan mengubahnya menjadi melodi penyembuhan.
Bab 6: Kebangkitan
Dalam sebuah pertemuan rahasia di puncak Himalaya, para tabib kuno, ilmuwan, dan penyembuh dari berbagai belahan dunia bergabung. Mereka menyatukan pengetahuan kuno dengan teknologi modern untuk menulis "Kode Warna Sejati"---panduan penyembuhan universal yang tidak bisa dimanipulasi oleh industri farmasi.
"Dunia telah dibutakan oleh warna sintetis," ujar seorang tabib dari Tibet. "Kini saatnya cahaya sejati memancar dari dalam."
Arga menatap Dira. "Perjalanan ini belum selesai. Tapi kita sudah tahu, bahwa cahaya dalam air bisa menyelamatkan dunia."
Berlanjut ke Volume 6: Warna-Warna di Ambang Kiamat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI