Mohon tunggu...
muhalbirsaggr
muhalbirsaggr Mohon Tunggu... Guru sekaligus Operator/telah menulis Buku Antologi Jejak Pena dan Lukisan Rasa

Saat ini giat Menulis/orangnya pendiam-pekerja keras/konten favorit aku adalah Karya Fiksi/Non Fiksi, Inovasi pendidikan, Puisi serta perjalanan wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Novel - Cahaya dalam Air - Volume 4: Jejak Warna dari Masa Depan

7 Agustus 2025   07:11 Diperbarui: 7 Agustus 2025   07:15 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dira sedang menyelidiki Urin yang tidak biasanya (M.2025)

Novel - Cahaya dalam Air -- Volume 4: Jejak Warna dari Masa Depan
Karya: Muhalbir

Langit sore di Poso, Sulawesi Tengah, memerah keemasan ketika Dira dan Arga mendarat untuk menyelidiki serangkaian kasus air seni berwarna ungu kebiruan yang membuat panik masyarakat setempat. Wartawan lokal menyebutnya "warna azab", sementara tokoh adat menganggapnya pertanda buruk.
"Kau yakin ini bukan infeksi biasa?" tanya Arga, menatap sebotol sampel yang bersinar dalam keremangan senja.
Dira menggeleng. "Bukan. Warna ini... tidak tercatat dalam indeks laboratorium manapun. Tapi rasanya familiar. Seolah tubuh mencoba mengirim sinyal, bukan hanya penyakit, tapi juga emosi yang membusuk."
Keduanya disambut oleh dr. Manda, seorang peneliti muda yang juga ahli dalam pengobatan etnobotani. "Di sini kami menyebutnya tinta jiwa," katanya. "Biasanya muncul pada mereka yang menyimpan trauma berat bertahun-tahun."
Kasus demi kasus mereka temui: seorang nenek yang kehilangan anak dalam konflik, seorang ayah yang menyembunyikan penyakitnya demi anak-anak, dan seorang remaja yang ingin mengakhiri hidup. Semua pasien memiliki satu kesamaan---warna ungu kebiruan pekat dalam urin, tak bisa dijelaskan secara medis.
Dira mulai mencatat korelasi antara trauma emosional dan warna spesifik pada urin. Ia mengembangkan teori: bahwa tubuh manusia memiliki sistem pencitraan bioenergi yang belum dikenali, dan urin adalah media ekspresi terakhir sebelum kerusakan sel total.
Arga, di sisi lain, mulai terganggu oleh mimpi-mimpi aneh. Dalam mimpinya, ia melihat versi masa depannya sendiri, sekarat, air seninya berubah menjadi transparan berkilau seperti kristal.
"Mungkin kita membaca masa depan lewat tubuh," katanya lirih suatu malam.
"Atau masa depan mencoba memperingatkan kita," balas Dira.
Dengan bantuan alat mikroskop spektral dari Jepang, mereka menemukan pola-pola geometri cahaya dalam cairan pasien yang membentuk simbol-simbol purba: mirip aksara kuno, seperti pesan. Salah satu pola menyerupai kata dalam bahasa Bugis kuno: appa'deceng ---"kejujuran hati."
Mereka menyadari, penyembuhan tak hanya soal mengobati penyakit, tapi membuka simpul emosi yang terpendam. Mereka membuat protokol terapi: Detoks Warna, gabungan pengobatan herbal, terapi percakapan, dan musik resonansi tubuh.
Satu per satu pasien membaik. Warna urin kembali ke kuning muda, dan mimpi buruk Arga mulai mereda. Namun di akhir volume ini, Dira menerima pesan tak terduga: ayahnya, yang telah lama menghilang, ditemukan... dan air seninya berwarna perak metalik.
"Apa artinya, Dira?" tanya Arga.
Dira menggenggam botol kecil di tangannya, gemetar. "Ini... warna yang belum pernah ada dalam rekam sejarah manusia.

Berlanjut ke Volume 5: konspirasi Warna

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun