Mohon tunggu...
muhalbirsaggr
muhalbirsaggr Mohon Tunggu... Guru sekaligus Operator/telah menulis Buku Antologi Jejak Pena dan Lukisan Rasa

Saat ini giat Menulis/orangnya pendiam-pekerja keras/konten favorit aku adalah Karya Fiksi/Non Fiksi, Inovasi pendidikan, Puisi serta perjalanan wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Novel - Cahaya dalam Air - Volume 3: Kode dari Warna

5 Agustus 2025   19:05 Diperbarui: 6 Agustus 2025   16:39 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Cahaya dalam Air - Volume 3: Kode Rahasia dari Warna
    Karya: Muhalbir

Bab 1: Sinyal dari Spektrum
Suatu sore di laboratorium cahaya, Dira duduk termenung di depan papan tulis penuh coretan warna dan simbol. Ia menyadari sesuatu: pola warna yang muncul pada pasien tertentu membentuk urutan---seperti kode. Warna bukan hanya indikator penyakit, tapi pesan. Kode biologis.
"Reyhan, kau lihat ini? Lima pasien dari kota berbeda, tak saling kenal, menunjukkan warna urin yang identik: biru pucat diselingi semburat merah dan hijau. Dan semuanya mengalami gejala neurologis: gemetar, insomnia, dan kehilangan konsentrasi."
Reyhan menatapnya serius. "Kau pikir ini semacam mutasi?"
"Atau... sesuatu yang sedang terjadi pada skala lebih besar."

Bab 2: Kasus Kota Tertutup
Dira dan tim menerima undangan rahasia dari kota industri tertutup bernama Karasuma. Sebuah pusat pengolahan limbah elektronik.
Mereka menemukan 23 pekerja menunjukkan warna urin yang sama seperti pola sebelumnya. Pemerintah setempat menutup informasi.
"Kita harus hati-hati, ini bukan sekadar penyakit. Ini sistem yang sedang mengaburkan kebenaran," ujar Nina.
Dira diam-diam mengambil sampel dan mencocokkannya dengan data sebelumnya. Ternyata benar. Urin pekerja membentuk kode warna berulang: biru pucat - merah samar - hijau bening - abu terang - kuning zaitun.

Bab 3: Kode yang Menyimpan Waktu
Setelah diskusi panjang dan perhitungan spektrum, Genta, salah satu murid Dira, berseru:
"Bu Dira! Saya kira ini acak, tapi lihat ini. Urutannya mengikuti ritme sirkadian tubuh---kode ini mencatat bagaimana tubuh merespons lingkungan per jam!"
Artinya, tubuh menyampaikan riwayat kondisi lewat perubahan warna urin dalam 24 jam. Seperti EKG dalam bentuk warna.
Dira menamai ini ChronoUrina, sistem deteksi dini berdasarkan pola spektrum warna dalam siklus harian.

Bab 4: Warna dan Identitas Genetik
Salma, mahasiswa bioteknologi, menyelidiki lebih jauh.
"Dari sampel ini, saya deteksi adanya variasi ekspresi gen CYP450 yang sangat sensitif terhadap bahan kimia. Artinya, warna ini juga mengungkap kerentanan genetik."

Dira merenung.

"Kalau begitu, ini bisa menjadi sistem skrining genetik non-invasif... Tanpa jarum. Tanpa darah. Hanya lewat cahaya."

Tapi ia sadar, teknologi ini bisa disalahgunakan.

Bab 5: Peretasan Warna
Seseorang membobol server data mereka. Buku panduan digital "Warna yang Belum Bernama" disalin tanpa izin. Beberapa minggu kemudian, muncullah produk instan yang mengklaim dapat membaca penyakit lewat urin---dijual bebas secara online.
"Ini tak seperti yang kita ajarkan. Mereka menjual kecemasan, bukan pemahaman," ujar Dira.
Mereka mencari jalan keluar. Reyhan mengusulkan: "Kita jadikan semua data ini open source. Gratis. Siapa saja bisa belajar, tapi dengan tanggung jawab."

Bab 6: Pemetaan Warna Dunia
Dira dan tim membuat peta digital pertama berisi ribuan warna urin dan keterkaitannya dengan lingkungan, genetik, pola hidup, hingga psikologi. Setiap warna diberi nama dan suara.
Misalnya:
- "Sunyi Emas": tanda depresi ringan.
- "Hijau Garam": infeksi air tanah.
- "Kelam Asam": paparan racun pabrik plastik.

"Warna bukan milik ilmu kedokteran saja. Ia milik semua makhluk hidup," ucap Dira dalam konferensi internasional online pertamanya.

Bab 7: Surat Terakhir Arga
Di sela kesibukan, Dira menerima kotak tua dari rumah warisan. Di dalamnya, sebuah surat dari Arga.
"Dira, jika kau membaca ini, berarti kau telah menemukan bahasa warna yang dulu hanya bisa kutebak. Gunakan ia dengan keberanian dan belas kasih. Jangan berhenti saat warna berhenti berubah. Karena kadang... warna diam adalah warna paling jujur."
Dira menutup surat itu dengan senyum haru. Ia tahu, misi ini belum selesai.

Berlanjut ke Volume 4: Jejak Warna dari Masa Depan

.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun