Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Aksiologi Bersyukur (2)

21 Mei 2022   05:33 Diperbarui: 21 Mei 2022   05:33 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap diri manusia di dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari seharusnya di dasarkan atas ilmu atau pemahaman yang dimiliki.  Namun tidak jarang diri kita dalam beraktivitaspun kadang tak memahami apa yang dilakukan karena mengikuti atau disuruh oleh orang lain. Sehingga manakala terjadi benturan dengan hati nurani menjadikan dilema atau peperangan batin yang mendalam dalam menjalankan aktivitas.

Bahkan tidak jarang diantara diri kita tidak jarang menjalani aktivitas hanya sekedar bentuk rutinitas yang tak memperhitungkan dampak untuk kehidupan jangka panjang.  Karena kewajiban diri haruslah selalu dapat memahami  pengetahuan yang akan  digunakan  dalam aktivitas sehari-hari baik dirumah maupun diluar rumah termasuk bekerja harus di dasarkan atas pemahaman dan bukan atas dasar yang lain.  Dan pemahaman pengetahuan itulah yang akan menjadi dasar dalam membentuk prinsip hidup yang harus diperjuangkan.

Maka manakala diri tak memiliki pengetahuan otomatis akan menjadi manusia yang tak paham dengan tujuan hidup yang dijalani.  Dan tidak heran jika banyak fenomena sekarang ini terjadi pada diri kita yang rela menjual prinsip hidup agar mampu tetap hidup ditengah gemerlapnya dunia yang semu ini. Kehidupan diri yang demikian ini bukan didasarkan atas kebersyukuran terhadap nikmat yang ada namun di dasarkan oleh hal lain, sehingga hasilnya jauh dari nilai kebahagiaan hidup.

Diri yang melakukan aktivitas tersebut yaitu menjual prinsip diri akibat kurang memahami makna "kebersyukuran" terhadap dihidupkannya manusia oleh Sang Pencipta di dunia ini.  Tanpa memiliki pemahaman kebersyukuran atas hadirnya diri di dunia ini maka hidup kita layaknya hidupnya diri yang sekedar hidup.  Dan hidupnya diri yang sekedar hidup inilah menyebabkan diri menjadi manusia yang khawatir ataupun lupa pada hakekat diri  sebagai manusia yang mengemban tanggungjawab.

Dalam aksiologi bersyukur (1) menyebutkan bahwa dua pendekatan bagaimana diri memahami makna syukur yaitu sebagai diri yang digambarkan seperti pendekatan induktif atau pendekatan deduktif.  Dua pendekatan hanyalah sekedar istilah untuk menggambarkan pemahaman diri kita tentang syukur atas nikmat (baca : makna bersyukur).

Type Diri Dalam Kebersyukuran


Setiap diri kita memiliki kewajiban untuk belajar, karena dengan belajar inilah akan menjadikan pembentukan penguatan karakter dan prinsip hidup.  Tugas awal belajar adalah memahami makna "kebersyukuran" sebagai langkah awal dalam menjalani misi kehidupan di dunia ini.  Hal ini senada dengan perintah yang tertuang dalam pembuka Buku Panduan dan selalu di baca minimal tujuhbelas kali dalam sehari.  

Namun karena diri tak pernah memperhatikan secara mendalam tentang hal ini maka nilai kebersyukuran dianggap hal yang sederhana dan tak berarti dibandingkan dengan aktivitas yang lain.  Padahal ketika diri tak memahaminya maka akan menjadikan diri akan mengalami kebingungan atau tersesat dalam perjalanan bermusafir dikehidupan di dunia ini.

Nilai kebersyukuran diri terhadap nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta haruslah disikapi dengan baik dengan melihat latar belakangnya bukan sekedar nilai syukur adalah seperti sebuah hadiah yang tiba-tiba diberikan kepada manusia.  Karena sebelum hadiah tersebut diberikan ternyata terdapat peristiwa yang terjadi dan menjadikan diri terpenjara dengan tugas sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.

Kondisi ketidaktahuan inilah yang menyebabkan diri manusia digolongkan menjadi tiga type  dalam kebersyukuran atas nikmat ini.  Dan tiga type ini akan mempengaruhi arah perjalanan diri kita dalam kehidupan di dunia sebagai manusia yang beruntung dan hidup dalam kebahagian atau sebagai manusia yang dalam kerugian karena tidak pernah merasakan nikmat kebahagiaan

Type pertama: Lalai dalam kebersyukuran.  

Type diri yang masuk dalam kategori ini diakibatkan memang sudah menjadi sifat dasar diri manusia yang lupa akibat penyakit yang dimiliki yaitu "rasa khawatir".   Kekhawatiran akibat ketidakpastian dan ketidaktahuan diri tentang "peta kehidupan" yang dihadapi menjadikan "khawatir tentang masa depan adalah hal yang memenjara atau mendominasi kerja manusia.  Karena kerja manusia ini digerakkan secara tidak sempurna karena dominasi oleh sebagian dari  indra yang dimiliki yaitu pikir/rasa/dan keinginan.

Padahal seharusnya tiga indra tersebut seharusnya berjalan secara sistemik dengan hati sebagai as untuk kerja dari indra tersebut.  Namun akibat dari diri manusia yang tak memiliki pengetahuan untuk mengenal dirinya sendiri berdasarkan pemahaman yang "benar" maka sistem kerja manusia tidak akan menjadikannya menjadi makhluk yang sempurna.  Hal ini berdampak diri terpenjara pada rasa kekhawatiran yang menjadi penjara dalam kehidupan sehari hari.

Lalainya diri dalam kebersyukuran ini menjadikan diri hidup dalam selalu dalam penjara kondisi khawatir.  Untuk menghilangkan rasa khawatir ini maka diri kita akan berupaya dengan cara-cara yang "kurang benar" karena tidak sesuai dengan Buku Panduan hidup manusia.  Dan akibatnya diri yang demikian akan jatuh dari nilai sebagai makhluk yang sempurna.

Maka tidak heran hal ini menjadikan diri sebagai makhluk yang selalu berusaha untuk melampiaskan ego yang didasarkan atas hasrat dan ambisi yang dimiliki.  Dan hal ini mengakibatkan diri melupakan ajaran kehidupan yang selalu menjaga keseimbangan dalam kehidupan di dunia ini.  Bahkan mungkin merasa diri kitalah yang mampu menciptakan keseimbangan dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Type diri yang demikian dalam kehidupan merasa apa yang di dapat adalah akibat dari jerih payah dan usaha dirinya atau bisa juga percaya bahwa adanya campur tangan dari Sang Pencipta.  Namun karena diri tak pernah bersentuhan dengan pemahaman pengetahuan yang benar maka campur tangan Sang Pencipta ibarat hanyalah stempel yang mensyahkan bahwa dirinya hidup dengan garis kehidupan yang sekarang.

Sebuah kerugian jika diri termasuk dalam type ini, karena diri adalah termasuk golongan orang yang lalai akibat ketidaktahuan atau kemalasan dalam belajar pengetahuan yang benar.  Dan golongan type ini sebetulnya bukan diri yang tak berilmu, namun karena jauh dari nilai kebenaran (akibat dominasi dari ketiga indra tanpa kerja hati nurani) menyebabkan mencari jalan pintas untuk menghilangkan penyakit khawatir yang dimilikinya.

Type kedua: Ragu dalam kebersyukuran, 

Type yang kedua ini terjadi juga akibat dari rasa malas yang memenjara diri manusia.  Kemalasan muncul akibat diri merasa bahwa hidup memang sudah digariskan oleh Sang Pencipta.  Dan kemalasan menjadi dominasi dalam kehidupan karena indra yang bekerja adalah hanya perasaan.  Dominasi dari kerja indra rasa inilah yang menyebabkan diri tak pernah memiliki pemahaman akan pengetahuan yang ada.  

Hilangnya pikir dan keinginan akibat dominasi dari "rasa"  menyebabkan hidup diri kita selalu dalam pertimbangan dalam melakukan aktivitas sehari hari.  Karena kurangnya nilai keyakinan akibat diri tak pernah memiliki pemahaman yang membentuk prinsip hidup dalam menjalani kehidupan di dunia ini.  Bahkan kehadiran hati nurani tak pernah mampu mengalahkan dominasi "rasa" agar diri mampu mempertahankan hidup di kehidupan di dunia ini.

Maka tidak heran jika hal ini menjadikan diri seperti buih ditengah laut yang tak pernah memiliki arah perjalanan dalam kehidupan.  Keseimbangan hidup yang dijalani hanya didasarkan pada arus kehidupan yang kuat.  Karena arus inilah keyakinan yang diyakini agar diri mampu hidup menjalani kehidupan di dunia.  

Type diri yang ragu kebersyukuran ini mengakibatkan tak pernah merasakan nikmatnya kebahagiaan kehidupan karena selalu dalam kondisi terancam dengan rasa ketertinggalan dari arus kehidupan.  Padahal ketika diri tak memahami arah arus bisa jadi sebetulnya ini merupakan awal dari kehancuran kehidupan yang dijalaninya. 

Keyakinan diri tidak pernah muncul dalam hidupnya, maka tak heran jika diri yang ragu bersyukur akan selalu berpikir pendek dan tidak memiliki keinginan yang lebih.  Keyakinan diri menjadi hilang akibat lupa dengan hakekat diri sebagai manusia. Sebuah kerugian yang besar jika diri termasuk golongan ini karena tak pernah menemukan jalan kehidupan yang lurus.

Type ketiga: Paham dalam kebersyukuran,   

 Type ini adalah harapan dari setiap diri manusia yang mampu menghilangkan rasa malas dan khawatir dalam hidupnya. Keingintahuan cara untuk hidup mampu memahami posisi dalam berbagai macam kondisi. Karena posisi kehidupan dirinya akibat dari kasih sayang yang diberikan oleh Sang Pencipta agar mampu menerjemahkan dalam pemahaman untuk pengetahuan dalam menjalani kehidupan.  

Diri yang paham adalah manusia yang mampu mengenal dirinya sendiri secara komprehensip dan mampu meng"kerja"kan indra yang dimiliki dengan menghadirkan qolbu sebagai as nya.  Kerja diri yang demikian akan mampu bekerja sebagai manusia yang diharapkan oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang sempurna.    Kerja diri yang penuh keseimbangan menyebabkan diri mampu menjaga keseimbangan alam semesta.  Dan inilah manisfestasi dari kebersyukuran atas kehidupan diri sebagai abdi dan khalifah di muka bumi.

Type diri yang paham kebersyukuran bukanlah hal yang mudah untuk dapat dicapai setiap insan manusia.  Namun perlu perjalanan yang panjang dalam belajar.  Karena dengan belajar terus menerus mengakibatkan diri mengenal diri sendiri, diri manusia lain, diri makhluk lain dan Sang Pencipta.  Hal ini mengakibatkan kebersyukuran merupakan manifestasi dari tanggungjawab yang diemban agar diri menjadi kekasih Sang Pencipta.

Rasa ragu dan khawatir akan perjalanan kehidupan dapat dikelola dengan baik dan digantikan dengan prinsip hidup yang penuh dengan keyakinan dan ketenangan dalam setiap langkah kehidupan sehari-hari.  Kebersyukuran akan hidup ibarat pakaian yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan diri manusia yang tak pernah memiliki rasa takut akan perjalanan dalam kehidupan karena setiap apa yang diterimanya adalah merupakan manifestasi dari kasih sayang Sang Pencipta.

Penutup

Sekedar perenungan atas makna dari syukur kepada Sang Pencipta.  Dan tulisan ini hanyalah sekedar humor sufi, dan ketika salah dalam pemahaman akan pengetahuan syukur maka hal ini yang perlu dan pantas untuk ditertawakan.  

Tidak ada puja dan puji selain untuk sang Pencipta
Hidup semua makhluk adalah karena kasih sayangNYA
Bersyukur dengan benar adalah jalan kehidupan manusia
Agar diri tak ragu dan tak lalai
Atau tersesat karena kebodohan dan bisikan yang salah
Amiin

Magelang, 20/5/2022
Salam, KAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun