Mohon tunggu...
Muhaimin Mufrad
Muhaimin Mufrad Mohon Tunggu... Mahasiswa Hukum

menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

desa tugurejo yang membekas di memori mahasiswa pengabdian masyarakat oleh mahasiswa

18 Agustus 2025   19:42 Diperbarui: 18 Agustus 2025   19:42 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi mahasiswa pmm di wisata gunung gareng

Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) bukan hanya sekadar program wajib kampus, melainkan perjalanan penuh makna yang menguji kepedulian sosial dan kemampuan adaptasi mahasiswa di tengah masyarakat. Salah satu pengalaman yang begitu membekas bagi kami, mahasiswa yang tergabung dalam program pengabdian masyarakat oleh mahasiswa (PMM), adalah saat kami melaksanakan kegiatan di Desa Tugurejo. Terletak di Kecamatan wates, kabupaten blitar, desa ini bukan hanya sebuah desa, tetapi juga sebuah ruang hidup yang kaya akan budaya, potensi wisata, dan semangat gotong royong yang jarang ditemui di kota-kota besar.

Ketika pertama kali tiba di Desa Tugurejo, suasananya begitu berbeda dengan kehidupan kampus. Jalan desa yang masih asri, keramahan warga, hingga anak-anak yang menyambut dengan senyum tulus menjadi awal perjumpaan kami dengan dunia yang penuh kehangatan. Di sanalah kami belajar bahwa pengabdian bukan hanya membawa program, tetapi juga membuka hati untuk menyelami kehidupan masyarakat.

Kesan pertama yang kami dapatkan saat menapakkan kaki di desa Tugurejo adalah ketenangan dan alam yang indah. Berbeda dengan di kota, desa Tugurejo menyuguhkan suasana yang begitu damai dengan udara segar, hijaunya sawah, serta keramahan warga yang menyambut kami seperti keluarga sendiri. Tapi yang paling menarik, desaTugurejo bukan sekadar desa biasa. Ia adalah desa wisata yang menyimpan potensi luar biasa, baik dari segi budaya, sejarah, kuliner, hingga ekowisata.

Selama program berlangsung, kami terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Mulai dari kebersihan lingkungan dan kegiatan masyarakat lainnya, yang paling berkesan bagi kami adalah bagaimana warga Desa Tugurejo begitu terbuka terhadap ide dan gagasan yang kami bawa. Mereka bukan hanya menjadi objek, tetapi juga subjek aktif dalam setiap kegiatan yang kami rancang. Sinergi inilah yang membuat pengabdian kami terasa hidup dan bermakna.

Program kerja yang kami jalankan berangkat dari keinginan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Salah satu kegiatan yang paling berkesan adalah membuat bank sampah dan mengedukasi warga mengenai pemilahan sampah rumah tangga. Apa yang selama ini hanya kami pelajari dari literatur, akhirnya bisa diterapkan secara langsung bersama masyarakat.

Kami menyadari, menyampaikan pengetahuan tidak bisa dilakukan secara kaku. Dibutuhkan pendekatan persuasif, komunikasi yang hangat, dan tentu saja keteladanan. Melalui diskusi santai di balai desa, kegiatan bersama anak-anak, hingga gotong royong membersihkan lingkungan, kami belajar bahwa mengabdi berarti hadir dengan hati, bukan sekadar membawa program.

Desa Tugurejo bukan hanya menjadi tempat kami melaksanakan pengabdian, tetapi juga guru yang mengajarkan arti kehidupan. Kami belajar bagaimana masyarakat hidup dengan kesederhanaan, tetapi tetap menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Gotong royong bukan hanya slogan, melainkan praktik sehari-hari yang masih sangat kental.

Dari para orang tua yang ramah hingga anak-anak yang penuh semangat, semua memberi pelajaran tersendiri. Kami belajar tentang kesabaran, ketekunan, dan bagaimana menjaga keharmonisan antarwarga. Tugurejo mengajarkan kami bahwa mengabdi sejatinya adalah membangun hubungan timbal balik---masyarakat mendapatkan manfaat dari keberadaan mahasiswa, sementara mahasiswa memperoleh pengalaman yang tak ternilai.

Setelah melewati hari demi hari, kami sampai pada satu kesimpulan: pengabdian masyarakat tidak hanya tentang memberikan, tetapi juga menerima. Kami memberi tenaga, ilmu, dan program, tetapi kami juga menerima kasih sayang, kebersamaan, serta kearifan lokal yang tidak pernah kami dapatkan di bangku kuliah.

Di Tugurejo, kami mengerti bahwa mengabdi bukan sekadar kewajiban akademis, melainkan sebuah perjalanan untuk memahami realitas sosial. Kami mengerti bahwa membangun masyarakat tidak bisa dilakukan dengan cara instan, tetapi membutuhkan kesabaran dan keberlanjutan. Kami mengerti bahwa keberhasilan sebuah program bukan diukur dari seberapa megah hasilnya, melainkan seberapa besar ia membekas di hati masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun