Mohon tunggu...
Muh Budiman
Muh Budiman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Simple life

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uang Adalah Syarat Pernikahan

26 Oktober 2020   16:41 Diperbarui: 26 Oktober 2020   18:41 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernikahan atau nikah artinya terkumpul dan menyatu. Istilah lain juga dapat berarti ijab qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai peraturan yang diwajibkan oleh islam. Dalam suatu peristiwa pernikahan sering terjadi konflik antara laki laki yang ingin melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan bersama dengan seseorang perempuan yang dicintainya.

Di zaman sekarang kita sudah  bisa memahami sebelum seseorang menikah maka sebelum daripada itu ada pemaknaan cinta dalam setiap hubungan, meskipun penafsiran masing masing orang terhadap cinta masih berbeda beda. Akan tetapi yang biasanya menjadi kendala adalah faktor adat atau suku berbeda. 

Jika hal ini terjadi maka faktor agama pun terkadang harus dipinggirkan karena adat yang begitu tersemayam dalam diri seseorang sejak ia lahir yang menimbulkan konflik batin antara memilih agama atau adat. Bahkan di beberapa suku syarat pernikahan menurut adat lebih didahulukan ketimbang syarat pernikahan menurut agama. Oleh karena itu eksistensi cinta dalam pernikahan menjadi formalitas karena tekanan adat yang begitu kuat sehingga menjadikan cinta hanya sebagai omong kosong belaka dalam suatu pernikahan.

Berbicara tentang uang yang menjadi syarat pernikahan menjadikan beberapa pernikahan menjadi pernikahan yang pemaknaan cintanya bisa hilang karena memandang suatu materialitas sebagai pengukur cinta yang murni adalah suatu kesalahan karena menurut saya makna cinta yang sebenarnya adalah dimana seseorang yang mencintai lebih mengedepankan perihal rasa ketimbang melihat suatu faktor penunjang kehidupan yaitu adalah uang.

Adat bugis yang kental akan aturan budaya yang mempunyai tradisi yang bernama Uang Pana'i adalah suatu syarat pernikahan yang mematokkan mahar dan juga uang yang harus dipersiapkan sebelum memutuskan untuk menikah. 

Uang pana'i adalah sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan mengadakan pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya. Uang pana'i ini tidak terhitung sebagai mahar melainkan sebagai uang adat namun terbilang wajib dengan jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga.

Uang pana'i sendiri menjadi momok yang menakutkan bagi pemuda yang ingin melamar kekasih tercintanya karena merupakan suatu aturan adat yang lebih mengedepankan tradisi daripada pemaknaan cinta yang sebenarnya. Apalagi dalam adat bugis ini seorang wanita memiliki ciri seperti tingkat strata sosial yang tinggi (Karaeng, Andi, Puang), berasal dari golongan darah biru (Raja Gowa, Bone), pendidikan yang tinggi (S1, S2, S3, PROF, DR) anak tunggal, dari keluarga berada dan terpandang, memiliki pekerjaan yang tetap (PNS, Dokter, Guru), dan Hajjah.

Suatu gambaran pernikahan yang mencerminkan uang adalah syarat penghargaan kepada wanita dan keluarganya, ini adalah sebuah ironi yang kita tidak mampu menghilangkan adat yang telah mendarah daging cukup kental pada tradisi ini. Tak jarang uang pana'i bertambah nominalnya karena ada campur tangan keluarga besar dalam menentukan suatu kesepakatan. 

Namun jika segala ketentuan yang telah terpenuhi oleh pihak keluarga pria, sering membuat keluarga wanita menganggap sebagai kehormatan sendiri karena rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada mempelai wanita, dapat memberikan pesta pernikahan yang megah untuk pernikahannya melalui uang pana'i tersebut dan sebagai bukti keseriusan pria dalam melamar.

Hal ini pun dapat menjadikan beberapa individu sebagai ajang adu gengsi. Yang menjadikan korban yaitu putri mereka bisa menjadi perawan tua atau menikah pria yang tidak ia cintai karena keterpaksaan adat yang menjadi tolak ukur kebahagiaan pernikahan yang beberapa kasus setelah pernikahan timbullah perceraian dikarenakan pada awal pernikahan syarat materialitas menjadi syarat utama dalam pernikahan yang menyingkirkan syarat agama yang sebenarnya sangat penting demi terjalinnya pernikahan sakinah, mawaddah, warohmah.

Takdir yang begitu melekat pada manusia sejak ia lahir sampai mati sudah diatur oleh Allah SWT. Namun apakah pernikahan yang ada campur tangan manusia adalah merupakan suatu takdir yang murni ketentuan Allah atau takdir buatan yang dibuat oleh manusia itu sendiri wallahualam. 

Sekian banyak diskusi yang telah saya kembangkan dari beberapa narasumber berkata demikian takdir sendiri adalah suatu ketentuan Allah yang murni tidak ada campur tangan manusia di dalamnya seperti halnya pernikahan tetapi ini menggarisbawahi beberapa statetement tentang pernikahan yang gagal akibat adat yang begitu kental yang mengarusutamakan mahar ataupun uang pana'i. 

Hal ini pun menjadi kontradiksi sepasang manusia yang berjodoh yang sudah diatur oleh Allah digagalkan oleh syarat pernikahan adat yang seharusnya tidak begitu dikedepankan karena menurut saya syarat agama yang menjadi poin utama dalam setiap pernikahan.

Beberapa kalangan diluar suku bugis seperti halnya suku jawa yang kurang paham memahami istilah uang pana'i beranggapan bahwa uang pana'i merupakan "Harga Anak Perempuan" atau bahkan mendeskripsikan perilaku "Menjual Anak Perempuan". 

Namun pendeskripsian tersebut tidak sepenuhnya salah karena pernikahan menurut suku jawa tidak membutuhkan modal yang tidak begitu banyak seperti halnya suku bugis. Begitupun dengan individu yang menganggap kemegahan pernikahan bukanlah menjamin sejahteranya kehidupan berumah tangga kedepannya.

Uang pana'i sendiri pendefinisiannya sudah bergeser ke arah ajang gengsi atau pamer kekayaan karena strata sosial yang menjadi tren kehidupan adat bugis. Para calon mempelai pria pun kadang mengambil resiko berhutang untuk mencukupi permintaan uang pana'i tersebut demi terjalinnya pernikahan.

Jika dipandang dari segi agama islam, Rasulullah SAW bersabda "Wanita yang paling rendah maharnya dan pernikahan yang paling baik menurut agama adalah pernikahan yang paling sedikit biayanya". Nah, saya menarik kesimpulan bahwasanya kontradiksi antara syarat pernikahan agama dan syarat pernikahan adat adalah suatu peristiwa yang tidak bisa disatukan apabila agama dan adat berpendapat berbeda dan perbedaan pandangan.

Uang yang pada hakikatnya hanyalah sebuah alat tukar tidak bisa menjadi nilai harga seorang wanita karena pada dasarnya seorang manusia tidak didapat nilai oleh uang karena mempunyai harga diri masing-masing. Uang yang sebagian orang menafsirkan sebagai penunjang kehidupan tetapi apakah semua kebahagiaan bisa dibayar dengan uang.

Cinta adalah suatu perasaan yang suci dialami manusia dan perasaan tersebut menimbulkan kasih sayang bagi yang merasakannya dan membawa kebahagiaan. Adat adalah tradisi yang seharusnya menciptakan kemudahan bukan malah menyusahkan yang tidak mensyaratkan suatu mahar atau uang menjadi syarat pernikahan yang mutlak karena sesungguhnya pedoman agama yang menjadi dasar aturan kehidupan lebih membawa kedamaian di dunia dan akhirat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun