Mohon tunggu...
Muftiya el khair
Muftiya el khair Mohon Tunggu... -

PENDIDIKAN MUSIK 16 UNP

Selanjutnya

Tutup

Music

Aadanya RUU Permusikan?

19 Februari 2019   20:45 Diperbarui: 19 Februari 2019   21:01 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Adanya ruu permusikan?

Musik menjadi salah satu yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Dalam hal ini musik sebagai penyampai pesan, bebas berekspresi namun harus tetap memiliki aturuan. Dimana aturan tersebut nantinya di atur didalam RUU Permusikan.

Berbagai macam pro dan kontra didalam pembentukan RUU Permusikan. Dimana terdapat 23 pasal yang membicarakan tentang sertifikasi, lisensi ataupun kompetensi. Ini bertolak belakang dengan kegiatan permusikan yaitu proses berkreasi hanya terdapat dalam empat pasal, reproduksi dua pasal, distribusi lima pasal, dan konsumsi lima pasal.

Pasal 1 ayat 7 yang berbunyi "pelaku musik adalah orang yang memilkiki potensi dan kompetensi serta terlibat langsung dalam proses kreasi." Serta membahas lisensi dan izin usaha pertunjukan musik pada pasal 18 ayat (1) dan kompetensi musik bagi pemusik  dari luar negeri di pasal 19 ayat (2).

Salah satu yang menjadi polemik bagi berbagai kalangan terdapat pada Pasal 5. Yang isinya berisi tentang beberapa larangan bagi musisi. Larangan tersebut mulai dari membawa budaya barat yang memiliki pengaruh negatif, membuat konten pornografi, menistakan agama, hingga membuat musik provokatif.

Menurut saya pada pasal ini tidak memiliki tolak ukur yang jelas. Contohnya saja pada karya-karya musik yang sudah ada. Misalnya pada lirik "garuda didadaku" pada kalimat tersebut mengandung arti pornografi? Contoh lainnya pada lirik "Tanah tumpah darahku" pada lirik ini apa tanah itu bertumbahan darahku? dan masih banyak contoh lainnya. Sudah jelas pada pasal ini tidak memiliki tolak ukur yang jelas, jika pasal 5 menjelaskan hal demikian. Dan berlaku pada lirik-lirik lainnya yang akan nantinya akan menyulitkan Pelaku Musik tentunya dalam menggarap sebuah karya. Jika Pasal ini diberlakukan tentu harus adanya kejelasan yang seperti apa yang tertera dan yang dimaksud apa yang menjadi hal penting dalam Pasal ini.

Ketentuan peralihan pasal 51 ayat (1) tentang pengakuan pelaku musik yang sudah mempunyai karya sebelum Undang-Undang ini berlaku, sebagai pemusik yang telah tersertifikasi berdasarkan penilaian terhadap karyanya.

Pada ayat berikutnya dijelaskan bahwa sertifikasi dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi profesi yang sudah mendapat lisensi dengan jangka waktu sertifikasi 5 tahun.

Masing-masing sertifikasi ini perlu dibicarakan secara mendalam. Mengapa? Pertanyaan yang paling krusialnya akan mengerucut pada Pasal 32 RUU Permusikan yang mengharuskan pelaku musik untuk mengikuti uji kompetensi.

Menurut saya semua Pasal yang berkaitan dengan sertifikasi ditulis dengan tidak jelas, apa yang maksud dan tujuannya serta tidak adanya kejelasan tentang siapa yang mengatur dan apa yang diatur, siapa yang menguji coba dan apakah yang menguji coba sudah diuji coba, bahkan beberapa pasal juga tidak memiliki urgensi penting didalam permusikan.

Sebagaimana dalam pasal 32 ayat (1) yang berbunyi:"Untuk diakui sebagai profesi, Pelaku Musik yang berasal dari jalur pendidikan ataupun autodidak harus mengikuti uji kompetensi."

Menurut saya pasal ini tidak banyak memiliki interprestasi. Mengapa? Jika seorang ingin berprofesi sebagai Pelaku Musik maka mau tidak mau harus mengikuti uji kompetensi. Mungkin pada sebahagian orang-orang diluar sana yang memiliki latar belakang pendidikan tidak akan menjadi masalah jika harus mengikuti uji kompetensi, namun bagaimana jika autodidak yang ingin menjadikan musik sebagai profesi maka mau tidak mau harus mengikutinya. Namun yang menjadi pertanyaan disini siapa yang menguji? Apakah yang menguji sudah teruji? Apa tujuannya? Bagaimana pelaksanaannya? Dan lain sebagainya. Menurut saya masih banyak yang dibenahi jika pasal ini tetap menjadi Undang-Undang dan perlu perhatian yang mendalam mengenai hal tersebut.

Berbanding terbalik dengan pasal 15 yang sama sekali tidak membahas sertifikasi yang berbunyi:"Masyarakat dapat memanfaatkan produk Musik ataupun karya musik dalam bentuk fisik, digital, ataupun pertujukan."

Menurut saya, pada pasal ini tidak memiliki tujuan penting. Mengapa hal yang sudah menjadi pengetahuan umum ini menjadi peraturan dalam perundang-undangan Musik. Bunyi pasal ini sudah menjadi praktik umum didalam masyarakat, menurut saya pada pasal 15 ini tidak memiliki urgensi didalam Rancangan Undang-Undang Permusikan.

Berdasarkan paparan diatas saya menolak dengan adanya Rancangan Undang-Undang Permusikan tersebut diberlakukan di Indonesia. Jika tetap ingin memberlakukannya maka terdapat hal-hal yang penting direvisi kembali dan ditelaah lebih dalam sebelum disahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun