Oleh : Dr.Rahmiwati Marsinun,M.Si Kons.*
Anak dilahirkan bagaikan kertas putih, anak akan meniru apa yang dilakukan orang tua nya. Apapun yang dianggap baik bagi orang tua akan dianggap baik oleh anak, begitu juga apapun yang dianggap buruk orang tua akan diangap buruk juga oleh anak nya. Oleh karena itu orang tua sangat berperan untuk menentukan sikap dan perilaku anak. Apa yang dilakukan anak pada hari ini akan berdampak jauh pada masa depan terutama dalam kematangan prososial.
Perilaku prososial merupakan aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, orang tua maupun saudara-saudara. Sejak kecil anak diharapkan telah belajar cara berperilaku prososial sesuai dengan harapan orang-orang yang paling dekat dengannya, yaitu dengan ibu, ayah, saudara, dan anggota keluarga yang lain. Pengalaman sosial anak pada waktu usia dini merupakan titik awal untuk anak dalam penciptaan sikap peduli terhadap orang lain dan memiliki sikap kesetiakawanan sosial (prososial).
Perilaku prososial adalah perilaku positif yang menguntungkan, bermanfaat atau membuat kondisi fisikis ataupun sosial orang lain lebih baik, yang dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengharapkan hadiah.
Anak usia dini perlu ditanamkan perilaku prososial seperti, menolong, membantu, berbagi, berempati, bersikap toleransi, sopan santun dan perilaku positif lainnya untuk kehidupan anak selanjutnya agar anak dapat berperilaku baik dan dapat diterima masyarakat dengan baik.
Tulisan ini menjelaskan tentang bagaimanakah pendidikan keluarga dalam pengembangan perilaku prososial anak usia dini di arena bermain fasilitas umum. Dengan tujuan mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan keluarga dalam pengembangan perilaku prososial anak di arena bermain fasilitas umum
Arena fasilitas bermain umum yang terdapat di berbagai tempat merupakan wadah yang amat strategis dalam pengembangan sosial anak. Hal ini di samping anak dihadapkan kepada situasi yang alamiah, interaksi dengan teman sebaya, juga lingkungannya sangat menantang dan saling interaktif baik dalam bentuk persuasif maupun kompetitif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini pendidikan keluarga dalam pengembangan perilaku prososial anak di arena bermain fasilitas umum belum dilakukan oleh orang tua. Hal ini dibuktikan oleh data lapangan banyak orang tua lebih mementingkan kemauan anaknya pada arena bermain tersebut dibanding dengan memperhatikan keinginan anak.
Selain itu juga terlihat kebanyakan anak di arena bermain tersebut tidak mau berbagi, tidak sabar menunggu giliran atau rebutan dalam memilih sarana bermain dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa di arena bermain umum tersebut kecenderungan masih terlihat perilaku anti sosial.
Sejatinya, pendidikan dimulai dari dalam keluarga karena tidak ada orang yang tidak dilahirkan dalam keluarga. Jauh sebelum ada lembaga pendidikan yang disebut sekolah, keluarga telah ada sebagai lembaga yang memainkan peran penting dalam pendidikannya ini sebagai peletak dasar.
Dalam dan dari keluarga orang mempelajari banyak hal, dimulai dari bagaimana berinteraksi dengan orang lain, menyatakan keinginan dan perasaan, menyampaikan pendapat, bertutur kata, bersikap, berperilaku, hingga bagaimana menganut nilai-nilai tertentu sebagai prinsip dalam hidup. Intinya, keluarga merupakan basis pendidikan bagi setiap orang.
Orang tua memiliki peranan yang amat penting dalam memberikan pendidikan bagi anak-anaknya di dalam sebuah keluarga. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak terbukti memberikan banyak dampak positif bagi anak-anak dan pada perkembangnya anak-anak tersebut banyak yang mencapai kesuksesan tatkala mereka menginjak usia dewasa dan terjun ke dalam dunia sosial yang sebenarnya.
Sepanjang kehidupannya manusia senantiasa mengalami pendidikan. Pendidikan memiliki banyak makna tergantung dari konteks dan kepentingan pembicaraannya. Dalam makna tertentu pendidikan adalah proses pemberadaban dan pembudayaan manusia. Dengan pendidikan manusia yang memiliki potensi dan instink sebagai makluk bebas nilai diajarkan adab dan kebudayaan agar memiliki ciri-ciri sebagai manusia yang beradab dan berbudaya. Bagaimana seseorang didik begitu pula dia akan memiliki adab dan budaya ketika dewasa.
Perilaku prososial atau perilaku positif beroptimalisasi melalui peran keluarga dan dibantu oleh lembaga pendidikan yang dipengaruhi oleh lingkungan serta kebiasaan orang-orang disekitar.. Menurut Yoon-Mi & Rushton dalam Lestari (2013), dalam penelitiannya menemukan bahwa perilaku prososial 55% dipengaruhi oleh faktor genetik dan 45% karena faktor lingkungan. Faktor genetik yang notabene berasal dari kepribadian atau sifat bawaan kedua orang tua seperti empaty, emosi maupun pengalaman, dan faktor lingkungan yang dibentuk dari keluarga, kebudayaan, praktik dan gaya pengasuhan sejak usia dini.
Mengembangkan kepribadian dalam diri anak untuk meminimalisir penyimpangan perilaku unmoral sering kita jumpai dan menjadi persoalan yang serius. Keresahan unmoral abad ini semakin nyata saja dan banyak merajalela, Perlu diberikan pemahaman kepada anak perihal rasa, seperti rasa malu, berdosa dan bersalah dari perbuatan buruk serta pelanggaran terhadap norma-norma , baik norma hukum, norma agama, norma susila, tidak lagi menjadi tuntunan dalam menciptakan kehidupan yang bertanggung jawab dalam memelihara nilai-nilai kemanusiaan sejak dini (Ghufron & Risnawati, 2012).
Hal ini menanamkan perilaku agar anak menjadi insan yang cerdas serta bijak dalam bertingkah laku berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab, sehingga keberadaannya mampu menjadi nilai positif di masyarakat maupun bagi dirinya merupakan tugas paten dari orang tua dan lingkungan baik sekolah serta masyarakat yang membentuknya sejak usia dini. Kewajiban keluarga untuk membentuk perilaku memang berangkat dari kedua orang tua. Namun perkembangan lingkungan dibutuhkan anak usia dini untuk belajar memahami budaya dengan tuntutan sosial sesuai di mana mereka berada.
Proses perkembangan dan pertumbuhan ini dapat berlangsung di sekolah, masyarakat maupun keluarga, ketiga lingkungan ini dapat disebut dengan tripusat pendidikan. Kedudukan keluarga menempatkan dirinya nomor satu dalam berlangsungnya proses pembentuakan dan pemraktekan perilaku sosial yang lebih baik. Hal ini juga senada dengan apa yang telah dijelaskan oleh (Melati, Setiawati, & Solfema, 2018) Rumah adalah sekolah yang pertama bagi anak-anak, di rumah inilah anak pertama kali mengenal sesuatu dan dirumah jugalah anak pertamakali tumbuh dan berkembang.
Pendidikan keluarga dalam pengembangan prososial anak usia dini sangat digunakan, karena secara ilmiah sudah terbukti dapat menambah wawasan orang tua tentang pengembangan prososial anak di arena bermain fasilitas umum yang bersifat adaptif, maksudnya sudah dapat menumbuhkan kebutuhan orang tua akan pentingnya melakukan pengembangan prososial anak sejak dini, serta penerapannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak, orang tua dan fasilitas bermain.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangt tua dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat atau mendorong dan memberikan contoh kepada anak, tentang bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pengalaman sosial anak masa kecil dari lingkungannya akan mempengaruhi perilaku sosial anak selanjutnya setelah mereka dewasa. Apabila masa kecilnya anak mendapat pengalaman yang kurang atau tidak menyenangkan dari lingkungannya, maka anak tersebut cenderung berperilaku anti sosial, begitu pula sebaliknya, apabila anak mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dalam behubungan dengan lingkungannya, maka anak tersebut cenderung berperilaku prososial.
Untuk pengembangan prososial anak berlangsung dengan maksimal sejak dini, maka orang tua agar dapat memfasilitasi dan memberikan layanan guna meningkatkan perilaku prososial anak di arena bermain maupun di rumah, diharapkan juga orang tua merupakan model bagi pengembangan prososial di arena bermain, sehingga perilaku prososial anak selalu berkembang. Jangan paksa anakmu untuk menjadi seperti dirimu, karena mereka tidak terlahir di zamanmu." (Ali bin Abi Thalib)
Dr.Rahmiwati Marsinun,M.Si Kons *
* Dr. Rahmiwati Marsinun B.A M.Si. Kons saat ini menjadi Dosen dan Konselor di Uhamka Jakarta. Lahir Koto Gedang Agam Sumbar 07 Januari 1957. S2 diselesaikan di bidang Psikologi Pendidikan UI Depok tamat 2003 Dan pada tahun 2010 Lulus Program Doktor ( S3) di Universitas. Negeri Malang dengan bea siswa dari Dikti tamat 2015 dengan judul Disertasi Keefektifan Konseling Rasional Emotif Behavior Untuk Mengurangi Kecemasan Ujian di SMPN 150 Jakarta.
Aktif di alumni PGAI Padang, Alumni. IKIP Padang. Alumni.UM.Mlalang. Sejak 2019 inisiator kegiatan Traveling Akademik Ke Jerman bersama kelompok Doktor dan Profesor yang tergabung dengan LP3ES, sejak Pandemi aktif seminar hasil penelitian dosen2 Perguruan Tinggi si Indonesia dengan menjadi host Dan moderator Webinar bersama Indef, LP3ES, Berguru dan di Dinas Diknas DKI. Pengurus DPP KNPI 1987 -1990 Pengurus DPP. Himpunan Wanita Karya 1990 -1995 dan 1995-2000 1996 merintis berdirinya Korps. Majelis Dakwah Islamiyah, dan terpilih sebagai Sekjen DPP Korps Perempuan MDI Periode 2000-2007.
email: rahmiwatimarsinun@gmail.com
Riwayat.Pekerjaan
Guru SMP.Conforti.Padang 1980 - 1985
Guru BK.SMA Adabiah Padang 1984- 1987
Dosen FIP IKIP Padang 1984 - 1989
Dosen IKIP. Muhammadiyah Jakarta 1989 - 1997
Dosen FKIP Uhamka 1997 sampai sekarang.