Sebaliknya apapun agamanya jika perilakunya selalu melanggar (mengingkari) apa yang diperintahkan oleh agamanya melakui isi pesan kitab suci dan utusan (nabinya) maka mereka adalah telah ingkar kepada tuhan dan rasulnya (kafir).
 Sebutan kafir bisa menimpa kepada muslim dan non muslim. Walaupun muslim, telah mengucapkan (ikrar) syahadah tetapi jika sikap dan perilakunya sehari hari selalu melanggar aturan agama dan sosial seperti, suka berbohong, melakukan korupsi, berkhianat, tidak jujur, menindas rakyat, berjanji tidak menepati, suka merendahkan atau menghina orang lain, maka mereka pantas mendapat predikat kafir.Â
Sebaliknya walaupun non muslim tetapi mereka memiliki sikap dan perilaku yang selalu taat, patuh kepada aturan agama yang diyakini dan juga patuh kepada aturan sosial, seperti jujur, tanggung jawab, disiplin, anti melakukan korupsi, selalu menepati janji, selalu menghormati orang lain, hidup rukun, gotong royong, membantu siapapun yang membutuhkan, maka mereka tidak pantas disebut sebagai kafir.Â
Ukuran kafir atau muslim bukan  dilihat dari agama apa yang dianut atau yang diyakini, tetapi lebih kepada sejauhmana  komitmen  sikap dan perilaku untuk taat dan patuh  terhadap ajaran agama dan norma yang berlaku dalam kehidupan sosial.
 Dr. M. Saekan Muchith, S.Ag, M.Pd Dosen IAIN Kudus, Peneliti pada Tasamuh Indonesia Mengabdi (TIME) Jawa Tengah