Mohon tunggu...
Muadz Arfa Panjaitan
Muadz Arfa Panjaitan Mohon Tunggu... Penulis, kreator digital, dan konsultan komunikasi. Pendiri Arfa Mayantara Digital — studio kreatif berbasis narasi, visual, dan strategi teknologi.

Saya adalah seorang penulis dan kreator digital yang percaya bahwa setiap ide layak diceritakan dengan cara yang utuh dan jujur. Melalui Arfa Mayantara Digital, saya membantu individu, bisnis, dan organisasi membentuk komunikasi yang kuat, desain visual, dan strategi digital. Saya percaya bahwa di balik setiap ide besar, ada cerita yang harus disusun dengan cermat. Melalui tulisan, desain, dan teknologi, saya mencoba merawat makna dan menghubungkan manusia lewat komunikasi yang jujur dan berdampak. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi pandangan, catatan naratif, dan refleksi tentang dunia digital, kreativitas, dan komunikasi manusia.

Selanjutnya

Tutup

Book

Jangan Hanya Ada Korban, Pelaku Tidak Ada: Aksi Demo Agustus-September 2025

3 September 2025   11:24 Diperbarui: 3 September 2025   11:24 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengemudi ojek daring dan polisi berdoa bersama di Polda Bali, Denpasar, Bali, Selasa (2/9/2025). Doa bersama yang diikuti pengemudi ojek daring, poli

Penulis: Muadz Arfa Panjaitan

Pendahuluan

Indonesia kembali bergejolak. Aksi demonstrasi yang berlangsung sepanjang Agustus hingga September 2025 meninggalkan jejak kelam dalam perjalanan demokrasi bangsa. Ribuan masyarakat turun ke jalan menyuarakan aspirasi, namun yang tersisa justru luka, air mata, dan kehilangan. Banyak korban berjatuhan, baik dari pihak demonstran, aparat, maupun warga sipil yang terjebak di tengah konflik.

Ironisnya, di balik deretan korban ini, masih sedikit sekali pelaku yang dimintai pertanggungjawaban. Publik menunggu keadilan, tetapi yang terdengar hanyalah gema janji tanpa kepastian.

---

Akar Persoalan dan Gelombang Aksi

Aksi unjuk rasa kali ini dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah memberikan tunjangan DPR sebesar Rp 50.000.000, serta dibumbui dari isu ekonomi, reformasi hukum, hingga ketidakadilan sosial. Berbagai kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Makassar menjadi pusat gelombang protes.

Di lapangan, situasi berkembang tak terkendali. Bentrokan pecah, gas air mata ditembakkan, dan jalan-jalan dipenuhi massa. Banyak saksi mata melaporkan penanganan represif, sementara sebagian pihak menuding adanya provokasi terselubung yang memperkeruh keadaan.

Namun, di tengah derasnya arus informasi, yang jelas terlihat hanyalah data korban, bukan daftar pelaku.

Korban Berjatuhan, Keadilan Tertunda

Data dari sejumlah lembaga independen mencatat:

  • Ratusan orang luka-luka akibat bentrokan
  • 10 orang meninggal dunia (data: 2 September 2025)

Namun hingga awal September 2025, belum ada laporan resmi mengenai pihak yang bertanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa. Pertanyaan besar pun muncul:

"Apakah keadilan hanya berhenti pada hitung-hitungan statistik korban, tanpa keberanian menyingkap siapa yang bersalah?"

Ketiadaan transparansi menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum. Demokrasi seolah kehilangan maknanya jika suara rakyat yang menuntut keadilan justru dibalas dengan kekerasan dan diamnya penegakan hukum.

Kritik terhadap Lemahnya Akuntabilitas

Fenomena "ada korban, pelaku tak ada" bukan pertama kali terjadi. Sejarah mencatat, dari tragedi 1998 hingga kerusuhan 2019, pola yang sama terus berulang. Rakyat menunggu kejelasan, namun proses investigasi selalu berjalan lambat, bahkan kerap berhenti di tengah jalan.

Harapan dan Tuntutan Publik

Masyarakat Indonesia tidak menolak perbedaan pendapat, bahkan demonstrasi adalah bagian dari demokrasi. Namun, ketika aspirasi dibalas dengan kekerasan dan korban berjatuhan, negara wajib hadir menegakkan keadilan

Ada tiga tuntutan utama yang kini menggema:

  • Transparansi Penyelidikan --- Pemerintah dan aparat diminta membuka data hasil investigasi secara jujur.
  • Akuntabilitas Pihak Terkait --- Setiap pelaku, baik individu maupun institusi, harus diproses secara hukum tanpa pandang bulu.
  • Reformasi Penanganan Aksi Massa --- Penegakan protokol keamanan yang menjunjung hak asasi manusia, bukan sekadar represif.

Tanpa langkah nyata, luka ini akan terus menganga, dan rakyat akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap negara.

---

Penutup

Aksi demo Agustus--September 2025 bukan sekadar rangkaian peristiwa politik, tetapi cermin wajah demokrasi Indonesia. Selama pelaku pelanggaran tak tersentuh hukum, selama transparansi diabaikan, dan selama korban dibiarkan menjadi angka-angka tak bernama, keadilan hanyalah ilusi.

Sejarah akan mengingat, bukan hanya siapa yang menjadi korban, tetapi juga siapa yang memilih untuk diam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun