Perubahan iklim bukan teori. Saya menyaksikan sendiri bagaimana musim tanam menjadi tidak menentu, serangan hama meningkat, dan jadwal panen terganggu akibat cuaca ekstrem.
Tanaman sawit yang sebelumnya bisa dipanen konsisten, kini hasilnya berfluktuasi tajam. Begitu pula karet, kopi, dan kakao---semua merespons kondisi alam yang berubah.
Untuk itu, pendekatan agronomi konvensional harus mulai dilengkapi dengan teknologi. Pemanfaatan citra satelit, sensor kelembapan, serta sistem prediksi cuaca perlu diterapkan lebih luas, bukan hanya di perusahaan besar tapi juga untuk petani rakyat.
Penutup - Jalan yang Masih Panjang
Sebagai seseorang yang telah menghabiskan lebih dari separuh hidup saya di dunia perkebunan, saya menyadari bahwa tantangan akan selalu ada. Tetapi saya juga yakini bahwa masalah dan tantangan adalah momen untuk tumbuh, berbenah, dan memperkuat prinsip.
Perkebunan bukan sekadar bisnis. Ia adalah denyut nadi bagi jutaan keluarga di Indonesia, penggerak ekonomi desa, dan sumber devisa nasional. Kita tidak bisa membiarkan narasi negatif meruntuhkan semangat para pekerja dan petani yang setiap hari bergelut di bawah terik matahari.
Saya berharap, melalui tulisan ini, publik bisa melihat sisi lain dari industri perkebunan---bukan dari kacamata korporasi, tapi dari pengalaman langsung seorang pelaku lapangan. Sebab yang kami perjuangkan bukan cuma hasil panen, tapi juga harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI