Mohon tunggu...
M Topan Ketaren
M Topan Ketaren Mohon Tunggu... Konsultan Perkebunan (Advisor) at PalmCo Indonesia

Manajer senior dengan pengalaman 31 tahun di industri perkebunan. Bekerja dengan berorientasi pada detail dan pengembangan industri perkebunan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tantangan Perkebunan dari Waktu ke Waktu

16 Juni 2025   22:16 Diperbarui: 16 Juni 2025   22:16 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi (M. Topan Ketaren)

Saya telah menghabiskan lebih dari tiga dekade hidup saya dalam dunia perkebunan. Sejak pertama kali menapaki jalanan tanah di tengah hamparan kelapa sawit di Sumatera Utara sebagai asisten lapangan muda, hingga dipercaya memimpin sejumlah kebun sebagai manajer wilayah, dunia ini telah menjelma dan mendarah daging di kehidupan saya.

Dari waktu ke waktu, dunia perkebunan Indonesia berubah. Ada banyak perkembangan positif yang patut diapresiasi, tapi di sisi lain, tantangan yang kami hadapi juga berkembang---baik dari dalam maupun dari luar. Saya percaya bahwa pengalaman adalah guru terbaik, dan melalui tulisan ini, saya ingin membagikan perjalanan panjang saya mengarungi dinamika dunia perkebunan di negeri ini. Saya akan mengulas beberapa tantangan utama yang saya hadapi sepanjang karier saya, yang mungkin jarang disuarakan dari sudut pandang pelaku lapangan.

Tantangan Perkebunan dari Waktu ke Waktu - Diari Seorang Praktisi Lapangan

1. Ketika Masyarakat Menjadi Hambatan, Bukan Mitra

Sumber: Dokumentasi Pribadi (M. Topan Ketaren)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (M. Topan Ketaren)

Pengalaman saya di lapangan membuktikan bahwa tidak semua masyarakat di sekitar kebun dapat diajak bekerja sama dengan mudah. Mungkin sebagian besar orang di wilayah tersebut dapat menerima hadirnya perkebunan di wilayah mereka, namun beberapa kelompok lain ada juga yang justru menjadi rival yang menolak adanya perkebunan itu. Ada yang menyebarkan informasi keliru, menolak keberadaan perusahaan tanpa dasar yang jelas, bahkan memprovokasi konflik horizontal demi kepentingan pribadi.

Saya tidak menutup mata bahwa sejarah tanah di Indonesia itu rumit. Tapi sebagai pelaku yang bekerja sesuai aturan, kami kadang berada dalam posisi yang sulit ketika fakta hukum diabaikan dan digantikan oleh narasi sepihak. Ketika izin telah dimiliki, lahan dibuka sesuai prosedur, dan CSR rutin dijalankan, tetap saja tuduhan dan protes datang.

Dalam situasi seperti itu, kuncinya adalah pendekatan yang manusiawi dan komunikasi dua arah. Kita tidak bisa memaksakan program, tapi kita juga tidak bisa mundur setiap kali tekanan sosial datang. Butuh keberanian untuk terus menjalin dialog, mendengarkan keluhan, dan memberi edukasi tentang bagaimana perkebunan bisa menjadi sumber kesejahteraan bersama.

2. LSM - Antara Idealisme dan Agenda Terselubung

Sumber: Dokumentasi Pribadi (M. Topan Ketaren)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (M. Topan Ketaren)

Tidak semua organisasi non-pemerintah memiliki niat buruk. Ada banyak LSM yang bekerja dengan tulus untuk memperjuangkan keadilan sosial dan pelestarian lingkungan. Namun saya tidak bisa menutup kenyataan bahwa ada pula LSM yang datang dengan agenda tersembunyi. Mereka memanfaatkan isu agraria atau lingkungan untuk mendulang dana dari pihak luar, dan sayangnya, menjadikan perkebunan sebagai kambing hitam.

Saya pernah mengalami langsung ketika sebuah LSM mengklaim bahwa kebun yang kami kelola telah merusak kawasan hutan, padahal area tersebut merupakan eks-HTI (Hutan Tanaman Industri) yang sudah tidak aktif bertahun-tahun. Laporan tersebut dikirim ke mitra dagang di Eropa dan langsung berdampak pada hubungan bisnis kami.

Yang menyedihkan, LSM semacam ini sering kali tidak berdialog dengan kami terlebih dahulu. Mereka menyusun laporan berdasarkan opini sepihak, tanpa verifikasi langsung ke lapangan. Sebagai pelaku lapangan, kami tentu merasa disudutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun