Ketika berbicara soal sektor pertanian dan perkebunan, banyak orang langsung membayangkan hamparan pohon sawit, para pekerja panen, dan pabrik pengolahan hasil bumi. Yang bisa kita bayangkan mungkin terlihat simpel, tetapi ternyata semuanya jauh lebih rumit. Di balik setiap hektar kebun, ada cerita tentang strategi, kerja sama tim, perubahan cuaca, interaksi sosial, hingga dinamika ekonomi lokal. Itulah mengapa saya percaya bahwa dunia perkebunan adalah arena yang sangat hidup---tempat pengetahuan bertemu praktik, dan nilai-nilai kepemimpinan diuji setiap hari.
Lebih dari 30 tahun saya menjalani profesi di sektor ini. Karier saya dimulai dari level terbawah sebagai Field Assistant Trainee hingga dipercaya mengelola wilayah perkebunan berskala besar sebagai Area Manager Agronomy. Pengalaman itu tidak hanya membentuk profesionalisme saya, tetapi juga membuka mata saya bahwa perubahan di dunia perkebunan tidak akan terjadi jika hanya bergantung pada alat berat atau pupuk modern. Perubahan sejati butuh pemahaman yang mendalam dan komitmen dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi lima hal penting yang menurut saya menjadi fondasi untuk membawa perubahan nyata di sektor perkebunan. Refleksi ini saya dedikasikan kepada mahasiswa, dosen, peneliti, dan para profesional muda yang ingin turut berkontribusi dalam membangun pertanian Indonesia yang lebih baik.
1. Pengalaman Lapangan Tidak Bisa Digantikan
Banyak hal dalam dunia perkebunan yang tidak bisa dipelajari dari balik meja. Di lapangan, kita belajar langsung bagaimana setiap keputusan teknis berdampak pada pekerja, produktivitas, dan lingkungan sekitar. Karakteristik tanah yang berbeda, iklim yang berubah, hingga kondisi sosial masyarakat sekitar kebun, semuanya memerlukan penanganan khusus.
Ketika saya pertama kali turun ke kebun, saya tidak hanya diajari cara menanam atau memanen, tetapi juga bagaimana berkomunikasi dengan pekerja lapangan, menyelesaikan konflik sederhana, hingga memantau kondisi cuaca harian. Inilah pelajaran yang tidak tertulis di buku panduan, tetapi menjadi bekal utama untuk mengambil keputusan-keputusan penting ketika kelak memimpin tim yang lebih besar.
2. Ilmu Tanah adalah Titik Awal Segalanya
Bidang ilmu ini, Ilmu Tanah, acapkali dianggap sebagai bidang ilmu teknis yang hanya berfokus pada analisis di laboratorium. Namun, kenyataannya, pemahaman tentang tanah adalah dasar dari keberhasilan setiap kebun. Ketika saya memilih jurusan Ilmu Tanah di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, saya mulai menyadari bahwa tanah memiliki "karakter". Ia bisa menyimpan air dengan baik, bisa cepat kering, bisa subur, atau bahkan menjadi tantangan tersendiri ketika asam dan miskin hara.
Saat ini, saya melihat dengan optimis bahwa dunia akademik pertanian telah banyak berkembang. Mahasiswa pertanian kini dibekali tidak hanya dengan teori dasar, tetapi juga teknologi canggih seperti pemetaan geospasial, penginderaan jauh, serta pemodelan iklim dan tanah digital. Ini adalah kemajuan besar yang jika dimanfaatkan dengan baik, bisa mempercepat transformasi dunia perkebunan.
Namun, saya ingin menekankan kepada para profesional muda: sebaik apa pun teknologi, ia tetap harus berpijak pada pemahaman dasar. Tanah bukan sekadar media tanam. Ia adalah sistem yang hidup. Dan hanya dengan menghormatinya, kita bisa mengembangkan strategi agronomi yang benar-benar berkelanjutan.
3. Kepemimpinan Adaptif Menentukan Arah
Mengelola kebun tidak hanya soal angka produksi atau target tahunan. Dalam kenyataannya, kita harus memimpin tim yang beragam, menghadapi masalah sosial, dan tetap menjaga performa di tengah tekanan. Kepemimpinan di sektor ini menuntut kita untuk konsisten, tegas, dan tetap adaptif terhadap perubahan.
Yang saya pahami, kunci dari kepemimpinan yang berhasil adalah skill membangun rasa percaya. Tidak ada tim yang solid tanpa komunikasi yang terbuka dan sikap saling menghormati. Seringnya, keputusan yang paling baik bukan yang paling cepat diambil, keputusan yang paling baik adalah yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak.