Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

(Hal Metode) Aku adalah Data (yang Hidup)

28 Oktober 2016   22:04 Diperbarui: 29 Oktober 2016   13:28 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="L"](impactradius.com)

 

Kita cenderung berpikir penelitian itu sangat rumit dan ketat. Apakah benar begitu? Ya dan tidak. Ya, kalau kita berpikir a’la buku teks penelitian kuantitatif yang positivistik. Tidak, kalau kita berpikir a’la penelitian kualitatif mashab “anarkisme metode”. Yang menghalalkan segala cara, sejauh itu logis, etis, dan (sedapat mungkin) estetis.

Saya berangkat dari cara pikir terakhir ini. Untuk menjelaskan satu metode riset yang paling sederhana dalam dunia penelitian kualitatif, yang saya sebut saja “aku adalah data” (yang hidup). Sedemikian sederhananya, sehingga setiap orang bisa menerapkannya, kecuali dia seorang pemalas berat.

Saya sebenarnya sering menerapkan metode itu dalam proses menulis artikel, misalnya untuk Kompasiana. Tapi baru sekarang terpikir untuk membagikannya. Terdorong oleh komentar rekan S Aji pada artikel saya, “Orang Batak dengan Tuaknya” (K. 27.10.16). Ringkasnya, Aji terpikir untuk menuliskan soal minuman beralkohol Cap Tikus, asli Minahasa sana, yang perlu juga dilihat kembali “secara baru”, karena kini kadung dituduh sebagai pemicu kriminalitas.

Masalahnya, Aji belum berani menulisnya, karena merasa kurang data, sehingga perlu riset dulu. Saya bilang, tidak perlu riset lagi sebenarnya, karena pengalaman Aji dulu “berkaitan Cap Tikus” semasa kuliah di Manado, adalah data yang sangat kaya untuk keperluan penulisan.

Itu yang saya maksud dengan metode “aku adalah data”. Dan data itu ada dalam diriku yang hidup, tentang hidupku sendiri, sehingga bisa dibilang “aku adalah data yang yang hidup”. Intinya, pengalaman hidupku sendiri adakah data yang sangat kaya.

Subyektif? Tentu saja. Saya kan sedang sedang bicara tentang metode penelitian kualitatif dalam riset sosial (dalam arti luas). Di sini subyektivitas dan intersubyektivitaslah yang meraja sebagai jalan sepakat menemukan “kebenaran”. Jika aku dan kamu sepakat, tentang apun itu, maka kita telah menemukan kebenaran.

Saya beri contoh lewat artikel “Orang Batak dengan Tuaknya”, yang saya tulis berdasar metode riset “aku adalah data”. Jelas saya sekarang ada di Pulau Jawa, bukan di Tanah Batak sana. Tapi saya lahir dan besar di sana, sekurangnya sampai SMA. Jadi saya mengalami langsung soal hubungan orang Batak dengan tuaknya. Baik dalam fungsi somatiknya, maupun ekonomi, dan adatnya. Mengalami dalam arti menjadi pelaku dan juga pengamat sekaligus. Gampangnya, sebagai contoh, saya pernah mengalami mabuk tuak, juga melihat teman atau orang lainnya mabuk tuak.

Jadi saya punya data orang mabuk tuak dalam diri sendiri, dan itu sangat valid sebagai bahan untuk penulisan. Hasil penulisan seperti itu akan lebih meyakinkan, ketimbang saya mewawancarai 30 orang Batak pemabuk lalu menulis sebuah laporan panjang tentang “begini rasanya Batak mabuk tuak”. Dalam hal ini, bisa dibilang saya lebih punya kredibitas, sebagai seorang pelaku sekaligus pengamat, ketimbang seseorang yang jadi pengamat saja atau penyurvei.

Inti metode “aku adalah data” ini adalah, pertama, pengakuan dan penghargaan pada “pengalaman hidup sendiri” sebagai data yang valid dan terpercaya. Terpercaya karena “pengalaman tak pernah bohong”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun