Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Aku Berziarah ke Gua Maria Bukit Kanada di Rangkasbitung

12 Oktober 2025   14:23 Diperbarui: 12 Oktober 2025   14:23 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi lebih penting dan mendasar dari alasan rasional ekonomis itu  adalah alasan rohaniah, hal spiritualitas.  

Begini. Setiap kali ziarah ke  GMBK, istriku dan aku mendaraskan doa rosario di dalam ceruk di samping patung Bunda Maria. Saat berdoa itu, aku merasa sedang mengadukan segala salah dan suka-dukaku kepada bunda sendiri. 

Dalam pikiranku, Bunda Maria itu adalah mahabunda, bunda dari segala bunda.  Aku bayangkan, dia selalu tersenyum menyambut kedatanganku. Dia juga senantiasa mendengarkan segala ceritaku dengan sabar, sekalipun itu cerita  keluh-kesah. 

Setiap kali usai berdoa rosario, lalu mendaraskan Litani Bunda Maria, dan memohon “Bunda Maria doakanlah aku”, hatiku terasa plong, menjadi lebih ringan dan riang. Segala beban hati terasakan lepas sedikit demi sedikit seiring pendarasan doa Salam Maria. 

Aku tidak bilang itu semacam mukjizat. Tak hendak menafsirkan juga begitu. Cukuplah bila kukatakan, aku merasa tenang dan senang dengan keadaan semacam itu.

Bunda Maria yang kudus tulus setia menunggu anaknya yang bebal. Gua sebelah kiri adalah ceruk tempat berdoa (Dokumentasi Pribadi)
Bunda Maria yang kudus tulus setia menunggu anaknya yang bebal. Gua sebelah kiri adalah ceruk tempat berdoa (Dokumentasi Pribadi)

Bunda yang Tulus, Anak yang Bebal

Apakah hatiku menjadi lebih ringan dan riang untuk seterusnya? Yah, hari gini sulitlah membayangkan ada orang mendadak jadi orang kudus sepulang ziarah dari  gua Maria.  

Tak perlulah menunggu sampai seminggu. Masih di dalam kereta komuter saja,  dalam perjalanan pulang ke rumah, sudah ada butir-butir debu mengotori hati. Entah karena kesal pada ulah penumpang lain. Atau karena mendadak timbul  pikiran buruk tentang seorang penumpang yang tampak aneh. 

Intinya, seminggu kemudian hatiku sudah penuh lagi dengan beban, rasa salah, dan keluh-kesah. Solusinya, ya, itulah. Aku, bersama istri,  pergi lagi berziarah ke GMBK. Di sana kuadukan lagi segala salah dan keluh-kesah kepada Bunda Maria. Begitu terus, berulang-ulang sepanjang tahun.

Aku tak pernah berpikir Bunda Maria bosan atau jenuh dengan kedatangan dan pengaduanku yang selalu sama setiap minggu atau bulan. Paling juga, pikirku, saat Bunda Maria melihatku datang lagi dan lagi, dia akan berkata sambil tersenyum tulus, “Bah, anakku yang bandel dan bebal itu datang lagi dengan salah dan keluh-kesah yang sama.”

Aku pikir begitulah bahasa kasih “tanpa tapi” dari hati kudus tulus bunda sejati kepada anaknya yang bandel dan bebal. [eFTe]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun