Sore yang sejuk. Engkong berbaring di risbang. Scrolling Kompasiana. Nyari tulisan menarik. Yang bikin tambah dungu. Maksudku, setelah baca, diriku jadi merasa dungu. Karena tulisan kompasianer great banget, gitu.
Nah, ada puisi-puisi Ayah Tuah. Yaah, begitu lagi. Bagus banget. Hanya untuk meluluhkan hati para kompasianerwati, usaha Ayah Tuah sampe segitunya. Kira-kira apakah dia pernah nulis puisi cinta untuk mantan pacarnya?
Lupakan puisi Ayah Tuah. Cuma bikin iri berujung sirik.
Wah, ada tulisan Nyai Fatimah. Semprul! Dasar murid gak sopan pada guru. Masa dia nunjukin puisinya yang meraih 40.000-an views delapan tahun lalu. Hanya untuk membuktikan puisi-puisi Ayah Tuah dan Engkong Felix dua tahun lalu yang meraih 20.000-an views itu gak ada apa-apanya. "Aku menang, aku di atas," soraknya.
Kata Ayah Tuah, "Ya, udah. Sekarang Nyai di atas. Aku pasrah di bawah." Astaga! Kata saya juga apah! Ayah Tuah itu imannya gak kuat kalau sudah berurusan dengan Nyai dan yang sespesies.
Aku jengkel banget. Makin fix aja, aku dan Ayah Tuah beda selera. Asal tahu saja, istrinya dan istriku adalah perempuan yang beda banget. Sebab kami berdua kan bukan korban poliandri.
Cari artikel lain, ah. Nyai Fatimah bikin kesel aja. Padahal rata-rata jumlah views puisinya cuma 5.000-an per tahun, sementara views puisi Ayah Tuah dan Engkong Felix rata-rata 10.000-an per tahun. Tapi Nyai mengklaim puisinya menang. Jahat sekali dia.
Eh, Â ada artikel Novita Respati. Dia ini ternyata seorang ahli ilmu mantanologi. Â Jago tentang cara memilih tempat untuk bikin mantan. Juga jago memainkan cara membina hubungan (pura-pura) baik-baik saja dengan mantan.
Tapi Engkong gak tertariklah. Lha, buat apa tip permantanan gitu. Engkong kan sudah lansia? Gak butuh mantan tapi santan. Â
Jujurly, Engkong juga meragukan validitas dan rigiditas teori-teori mantanologi kompasianer ini. Lha, literally dia kan baru punya satu mantan, gondrong pula. Tapi ngomongnya kayak udah punya pengalaman dengan sepuluh mantan.Â