Aku mengamati situasi di jalanan. Para pedagang sayur subuh baru saja beringsut dari separuh badan jalan. Petugas kebersihan sedang mengangkut limbah sayuran. Bau sampah organik meruap ke dalam angkot.
Tak apalah. Begitulah aroma kota agraris. Beda dengan metropolitan Jakarta. Di sana meruap bau menyengat sampah politik.
Supir angkot itu talkative. Kami berbincang tentang hal-hal ringan. Bahwa terminal sepi penumpang; sudah agak lama hujan tak mampir; Jakarta-Rangkas kini begitu mudah dijalani dengan kereta komuter; kota Rangkas dari dulu begini begini saja.Â
Naik angkot Rangkasbitung ini, hatiku menjadi damai. Tambahan suhu udara kota cukup sejuk pagi itu. Laju angkot non-AC meniupkan angin ke tubuh kami. Suasana di dalam angkot tua yang sudah berderit dan berdecit itu menjadi adem. Rasa marah pada sopir mojol yang ngawur tadi di Jakarta sudah luruh.
Ketika angkot berhenti persis di depan gerbang kompleks Gua Maria Bukit Kanada, hatiku sudah siap menyapa bunda segala suku: Ave Maria. [eFTe]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI