Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Pilihan

Pada Suatu Pagi di Kebalen Surakarta

24 Mei 2023   18:38 Diperbarui: 25 Mei 2023   07:25 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedestarian Jalan Wentar disulap menjadi ruang duduk pengunjung warung, diperindah dengan tanaman hias (Dokpri)

Pedestarian Jalan Wentar disulap menjadi ruang duduk pengunjung warung, diperindah dengan tanaman hias (Dokpri)
Pedestarian Jalan Wentar disulap menjadi ruang duduk pengunjung warung, diperindah dengan tanaman hias (Dokpri)
Ada dua titik pedestarian yang disulap menjadi ruang duduk pengunjung bagi dua warung yang berada di belakang rumah-rumah besar. Dilengkapi meja, kursi, dan aneka tanaman hias. Pengunjung warung bisa duduk santai di situ sambil makan atau minum. 

Aku melongok ke aliran Kali Pepe di kiri bawah jalan.  Tampak tangga turun menuju dermaga perahu wisata sungai. Dulu perahu itu pernah beroperasi, waktu debit air memungkinkan. Sekarang mustahil. Debit air terlalu kecil. Sebagian dasar kali muncul ke permukaan.

Dermaga perahu wisata di tepian Kali Pepe, Kebalen (Dokpri)
Dermaga perahu wisata di tepian Kali Pepe, Kebalen (Dokpri)

Selepas jembatan Jalan Arifin, aliran Kali Pepe itu berbelok ke selatan, melewati pemukiman di sisi selatan Pasar Gede, sebelum akhirnya menyatu ke Bengawan Solo. 

Menurut cerita tua-tua kampung, air Kali Pepe itu pernah memerah di tahun-tahun penumpasan PKI pada paruh kedua 1960-an. Merah oleh darah tertuduh anggota PKI korban pembantaian.  Tapi itu ceritanya (his story), belum sejarah (history). Kebenarannya perlu diperiksa.

Tiba di mulut Jalan Wentar, aku melongok ke kiri dan ke kanan. Di kiri, menduduki trotoar di ujung jembatan, ada Si Mbok penjual cabuk rambak, jajanan ringan khas Surakarta. Dulu, seingatku, tempat itu diokupasi penjual serabi Solo.

Menara antena pancar Radio PTPN tampak dari Jalan Wentar, Kebalen (Dokpri)
Menara antena pancar Radio PTPN tampak dari Jalan Wentar, Kebalen (Dokpri)

Meski ngiler, kupimpin langkahku belok kanan menyusur trotoar di sisi timur gedung Radio PTPN Rasitania. Radio rintisan mahasiswa kedokteran Perguruan Tinggi Pembangunan Nasional (PTPN) itu berdiri tahun 1968. Dia terbilang radio swasta pelopor di Surakarta. Dulu namanya Radio Riset Fakultas Kedokteran PTPN. 

Mural Lord Didi Kempot, Godfather of Broken Heart, legenda campursari Surakarta, di tembok timur gedung Radio PTPN Surakarta (Dokpri)
Mural Lord Didi Kempot, Godfather of Broken Heart, legenda campursari Surakarta, di tembok timur gedung Radio PTPN Surakarta (Dokpri)

Sempat ikut membantu kalangan penerbangan yang menggunakan jalur gelombang radio, kini PTPN Radio 99.60 FM hadir sepanjang hari menghibur warga Surakarta dengan lagu-lagu hit.  

Belok kanan ke depan gedung Radio PTPN, aku meneruskan jalan pagi menyusur Jalan Saharjo, melawan arus searah menuju barat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun