Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Yesus Lahir di Tana Toraja

26 Desember 2022   06:23 Diperbarui: 26 Desember 2022   16:22 1830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kandang Natal mengadopsi arsitektur tongkonan, rumah adat Toraja, di Gereja Katolik Santa Perawan Maria Ratu Blok Q Jakarta Selatan (Dokpri)

"Pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain” (Matius 2:12) - Tema Natal KWI dan PGI 2022.

Pemahaman akan Tuhan yang imanen, yang hidup dalam pengalaman subyektif manusia, membuka pintu untuk gereja inkulturasi dalam agama Katolik.

Dengan gereja inkulturasi dimaksudkan adalah Gereja Katolik yang beradaptasi pada budaya-budaya lokal. Sehingga, selain mencegah konflik Kristianitas dan budaya tempatan,  pemangku budaya-budaya lokal menjadi lebih mudah menerima ajaran Gereja Katolik.

Wujud gereja inkulturatif itu di Indonesia terlihat dalam rupa penghargaan terhadap mitologi penciptaan manusia dan dunia, gereja berarsitektur rumah adat, musik etnik menjadi musik gerejani, dan patung-patung Yesus, Maria, dan Yosef  yang mengambil profil etnik tertentu. 

Sebagai contoh saja, untuk yang terakhir ini, di taman doa Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil Blok B Jakarta Selatan ada patung Bunda Maria, Bunda Segala Suku,  dengan profil perempuan Jawa. Patung karya Teguh Ostenrik itu memberi pesan bahwa Bunda Maria bukanlah sosok yang berjarak. Dia adalah bunda selayaknya ibu kita sendiri.

Patung Bunda Maria dalam sosok perempuan Jawa karya Teguh Ostenrik di Taman Doa Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil Blok B Jakarta Selatan (Dokpri)
Patung Bunda Maria dalam sosok perempuan Jawa karya Teguh Ostenrik di Taman Doa Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil Blok B Jakarta Selatan (Dokpri)

Demikian pula dengan Yesus Kristus. Secara historis dan antropologis, Yesus yang diwartakan atau mewarta  lewat Injil adalah orang Yahudi. Tetapi jika berbicara tentang Yesus yang inkulturatif, maka Dia dapat saja dipersepsikan misalnya sebagai orang Toraja yang lahir di Tana Toraja Sulawesi.

***

Persepsi serupa itulah yang mewarnai Perayaan Natal tahun ini, 24 Desember 2022 malam, di Gereja Santa Perawan Maria Ratu (SPMR) Blok Q Jakarta Selatan. Interior gereja dan Kandang Natal ditata dengan mengadopsi unsur-unsur budaya Toraja. 

Kandang Natal mengadopsi arsitektur tongkonan, rumah adat Toraja. Patung Maria dan Yosef menyandang tenun Toraja. Altar dan pilar-pilar gereja juga dibalut kain tenun khas Toraja.

Secara khusus pastor yang mempersembahkan Misa Malam Natal, Pastor Athanasius Kristiono Purwadi SJ dan Pastor Fredy Rante Taruk Pr, juga mengenakan passapu, penutup kepala lelaki khas adat Toraja.

Pastor Athanasius Kristiono Purwadi SJ (kiri) dan Pastor Fredy Rante Taruk Pr (tengah) mengenakan
Pastor Athanasius Kristiono Purwadi SJ (kiri) dan Pastor Fredy Rante Taruk Pr (tengah) mengenakan "passapu" khas Toraja saat mempersembahkan Misa Malam Natal di Gereja Katolik SPMR tanggal 24 Desember 2022 (Dokpri)

Tapi tak hanya soal penampakan fisik unsur-unsur budaya benda Toraja. Lebih dari itu, dalam homilinya Pastor Fredy Rante Taruk Pr, seorang putra asli Toraja, mengaitkan mitologi Toraja tentang penciptaan manusia dengan tema Natal 2022 yaitu  "Pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain".

Dalam homili Malam Natal itu, Pastor Fredy menjelaskan kisah penciptaan manusia menurut Aluk To Dolo, kepercayaan asli Toraja. Lalu menyambungkannya dengan kisah kehadiran Yesus Kristus sebagai Juru Selamat  di Tana Toraja lewat pewartaan Missi Katolik dan Zending Protestan.

Dikisahkan Dewata Puang Matua menurunkam manusia pertama, Puang Bura Langi, ke bumi melalui Eran di Langi, tangga penghubung langit (jagad dewata) dan bumi (jagad manusia). Melalui tangga langit itu manusia terhubung secara intim dengan Dewata.

Tapi kemudian seorang manusia keturunan Puang Bura Langi yaitu Londong di Rura, seorang penguasa kaya-raya di Bambapuang sekarang, berbuat dosa berat. Demi menyelamatkan harta bendanya, dia mengawinkan dua pasang anak kembarnya.

Hal itu membuat murka Dewata Puang Matua. Dia menghancurkan Eran Di Langi, sehingga hubungan intim Dewata langit dan manusia bumi terputus. 

Sejak itu, jika manusia bumi mati, maka arwahnya tidak bisa lagi naik ke langit, ke jagad Dewata. Arwah orang Toraja berkumpul di Puya, negeri arwah, satu titik kumpul di bekas pijakan Eran di Langi.

Kuburan orang Toraja dengan kelengkapan boneka
Kuburan orang Toraja dengan kelengkapan boneka "tau-tau" di Gua Londa Toraja Utara (Dokpri)
Untuk memulihkan relasi manusia dan Dewata di langit, Puang Matua mengutus To Manurun Tamboro Langi, manusia langit, ke Tana Toraja. To Manurun mengajarkan tata hidup baru, mencakup struktur dan nilai-nilai sosial-budaya. Dalam struktur sosial Toraja, To Manurun dan keturunannya kemudian menjadi kelompok bangsawan. 

To Manurun antara lain mengajarkan adat kematian yang memungkinkan arwah manusia kembali bersatu dengan Puang Matua di langit. Tapi upacara adat itu terlalu mahal, sebab harus mengorbankan banyak ternak babi dan kerbau.  Karena itu hanya keluarga kaya, yaitu keturunan To Manurun saja yang mampu melaksanakannya. 

Sedangkan mayoritas warga biasa tidak mampu memenuhinya. Akibatnya jika mereka mati, maka arwahnya tetap berada di Puya.

Pohon Tara, makam bayi,  di Kambira, Tana Toraja. Karena dosa manusia, sebelum pertemuan orang Toraja dengan Yesus, arwah bayi suci tidak dapat bersatu kembali dengan Sang Pencipta(Dokpri)
Pohon Tara, makam bayi,  di Kambira, Tana Toraja. Karena dosa manusia, sebelum pertemuan orang Toraja dengan Yesus, arwah bayi suci tidak dapat bersatu kembali dengan Sang Pencipta(Dokpri)

Dalam kondisi kerinduan untuk bersatu kembali dengan Puang Matua, Sang Pencipta, datanglah Yesus Kristus ke Tana Toraja lewat karya Misi Katolik dan Zending Protestan. Yesus dipersepsikan sebagai To Manurun Baru, sekaligus Eran di Langi Baru, suatu "jalan lain" untuk bersatu kembali dengan Puang Matua, Tuhan Allah, di surga. 

Yesuslah jalan, hidup, dan kebenaran. Melalui Dialah semua manusia Toraja, tanpa pandang golongan, dapat sampai ke rumah Allah.

Demikianlah, setelah pertemuan dengan Yesus Kristus yang lahir sebagai To Manurun Baru dalam rupa Kabar Gembira" (Injil), orang Toraja menemukan "jalan lain" untuk kembali ke rumah Tuhan di "Langit". 

Arwah orang mati tidak tertahan lagi di Puya, tapi melalui Kristus sebagai Eran di Langi Baru, dapat bersatu kembali dengan Allah Sang Pencipta. 

****

Menemukan dan menempuh "jalan lain" sebagai buah perjumpaan dengan Yesus yang lahir sebagai Juru Selamat (Mesias), bagaimanapun,  adalah narasi besar pertobatan teologis. Dari sebelumnya tak mengenal Kristus, kemudian menjadi kenal dan percaya kepada-Nya dan, karena itu, hidupnya diselamatkan.

Suasana Misa Malam Natal di Gereja Katolik SPMR Jakarta Selatan Sabtu 24 Desember 2022 (Dokpri)
Suasana Misa Malam Natal di Gereja Katolik SPMR Jakarta Selatan Sabtu 24 Desember 2022 (Dokpri)

Untuk konteks dunia kini, Yesus Kristus dapat dipahami sebagai inspirasi, tanpa harus menjadi umat Kristiani. Dua contoh dapat diberikan di sini.

Pertama, pertobatan ekologis. Bencana alam, seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor, yang kini kerap melanda, terjadi karena manusia selalu kembali ke "jalan lama", yaitu eksploitasi sumberdaya alam melampaui batas resiliensi ekologis. Akibatnya pada titik tertentu, alam "merespon" tindakan manusia dalam bentuk bencana.

Agar bisa keluar dari  cekaman bencana alam, maka manysia perlu mengambil "jalan lain" dalam berinteraksi dengan alam. Itulah sebuah jalan baru, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam berdasar kaidah-kaidah penghormatan dan pelestaruan alam.

Kedua, pertobatan sosiologis. Untuk masa kini, penggunaan medsos menjadi soal serius. Terdapat kecenderungan penggunaan medsos sebagai wahana penajaman polarusasi dan disintegrasi sosial. Lewat ujaran-ujaran permusuhan, kebencian, penestiaan, dan hoaks.

Pertobatan sosiologis memungkinkan medsos sebagai "jalan lain", yaitu jalan komunikasi untuk membangun kesepahaman antar lapisan, kelas, dan golongan sosial. Dengan begitu medsos akan menjadi jalan maslahat, membuahkan integrasi dan harmoni sosial bagi manusia.

Mungkin baik jika disadurkan satu anekdot Pastor Anthony de Mello SJ (Burung Berkicau) sebagai penutup. Sekadar menunjukkan bahwa tema Natal 2022 ini bukanlah sesuatu yang rumit amat.

Adalah dua orang lelaki jomlo  pemabuk di Tana Toraja sana. Sebut saja namanya Gersom dan Nahum.  Gersom kemudian menikah dengan Tabita dan, atas upaya istrinya itu mengenalkan Yesus, Gersom berhenti mabuk-mabukan.

Suatu malam Gersom bersua dengan Nahum yang sedang mabuk di tengah jalan. Nahum bertanya "Gersom, apa kata Yesus tentang orang mabuk?" Jawab Gersom, "Aku tidak tahu."

"Apakah hidupmu lebih bahagia setelah mengenal Yesus?" kejar Nahum. "Tidak tahu juga," jawab Gersom.

"Tidak tahu, tidak tahu. Jadi apa yang kau tahu setelah kenal Yesus," kata Nahum emosional. 

"Yang aku tahu, kawan, aku tak pernah mabuk lagi setelah lebih kenal Yesus," jawab Gersom sambil melangkah pergi meninggalkan Nahum bengong.

Sesederhana itulah "jalan lain", buah perjumpaan rohaniah dengan Yesus.

Selamat Hari Natal 2022. Kasih dan damai Tuhan beserta kita. Amin. (eFTe)

 



 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun