Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Kehebatan Orang Cina di Mata Orang Batak

12 Desember 2022   21:34 Diperbarui: 12 Desember 2022   21:50 2169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mi Gomak, makanan khas Batak Toba, produk perjumpaan dengan budaya kuliner Cina (DOK. Shutterstock/Ingen Munthe via kompas.com)

Ada kedekatan kultural antara orang Cina dan orang Batak Toba. Sama-sama patrilineal, patrilokal, berjiwa rantau, dan penyantap daging babi.

Satu teori mengatakan leluhur Batak Toba itu berasal dari Mongolia. Dari situ turun ke Taiwan, lalu Filipina, seterusnya menyebar ke Tanah Toraja, pedalaman Kalimantan, dan daerah lingkar Danau Toba, Sumatra.

Jika teori itu benar, maka kedekatan kultural orang Cina dan orang Batak menjadi masuk akal.

Tapi lepas dari teori asal-usul leluhur itu, satu hal yang jelas, orang Cina dan orang Batak di Tanah Batak memang banyak cocoknya dalam keseharian.

Entah orang Batak yang terbuka, atau orang Cina yang cerdas beradaptasi sosial, faktanya orang Cina masuk sampai ke kota-kota kecamatan di Toba. 

Orang Cina masuk ke Tanah Batak, khususnya daerah Toba, diperkirakan sejak tahun 1930-an. Waktu itu Toba sudah terbuka ke "dunia luar", khususnya Sumatra Timur.

Keterbukaan itu adalah buah pembangunan jalan raya trans-Sumatra yang menghubungkan Medan, Siantar, Parapat, Balige, Tarutung, sampai Sibolga pada awal 1920-an.

Begitulah. Orang Cina dari Sumatera Timur, khususnya kota Siantar -- yang orangtuanya didatangkan pemerintah Hindia Belanda dari Tiongkok untuk mendukung onderneming -- merantau ke Tanah Batak di selatan. 

Mula-mula, menurut kisah para orangtua, orang Cina itu datang ke Tanah Batak sebagai tukang potret. Datang naik sepeda ke Porsea dan Balige. Menawarkan jasa potret kepada orang Batak kaya. 

Karena itu kehebatan pertama orang Cina di mata orang Batak adalah jago potret. Tukang potret yang kredibel di mata orang Batak, sekurangnya sampai tahun 1970-an, ya, orang Cina -- Sina dalam lafal Batak.

Tahun 1960-an misalnya, jika orang-orang Batak Toba ingin punya potret diri atau keluarga yang bagus,  mereka akan pergi berfoto ke kota Siantar. Di sana ada sejumlah toko fotografi yang bagus.

Ambil satu contoh toko fotografi di Jalan Sutomo, Siantar. Aku pernah ikut berfoto di situ. Ada latar-belakang lukisan pemandangan berwarna.  Entah untuk apa berwarna begitu. Sebab fotonya kan masih hitam-putih.

Kameranya mengerikan. Hitam besar. Juru foto masuk tudung kain hitam di belakang kamera. Menghitung, satu ... dua ... tiga. Cetrak! Terdengar bunyi keras serupa ledakan. Disertai kilatan cahaya dan kepulan asap.

Harusnya orang yang jantungnya lemah tak boleh berfoto dengan cara macam itu. Bisa kena heart attack, kan?

Setelah proklamasi kemerdekaan, orang Cina Sumatera Timur makin banyak merantau ke Tanah Batak. Mulailah ada toko fotografi di Balige. Bahkan ada juga pengusaha otobis -- namanya P.O. Ad Lim (punya toke Lim).

Tak hanya tukang potret, orang Cina pendatang di Toba juga ada membuka kedai bakmi. Maka orang Toba tak perlu lagi harus ke Siantar kalau ingin makan bakmi kuah atau goreng. Cukup pergi ke Porsea atau Balige. Di situ ada kedai bakmi Cina.

Tukang bakmi. Itulah kehebatan kedua orang Cina di mata orang Batak Toba. Ingin makan bakmi enak?  Ya, bakmi Cinalah.  

Bukan bakmi namanya kalau bukan bikinan orang Cina. Bukan orang Cina juga kalau tak bisa bikin bakmi. Begitulah kredibilitas orang Cina di mata orang Batak.

Tapi orang Batak Toba itu pembelajar yang cerdas. Mereka tak mau jadi konsumen saja. Tapi mau jadi produsen juga.

Begitulah. Tahun 1970-an mulai muncul sejumlah orang Batak yang berprofesi jadi tukang kodak keliling. Berkeliling dari kampung ke kampung, atau dari pesta ke pesta adat, menawarkan jasa potret. 

Untuk afdruk film dan cetak foto, para tukang kodak itu  menggunakan jasa toko fotografi di Siantar. Kerena itu perlu waktu seminggu menunggu foto jadi.  Tapi biayanya jadi lebih murah ketimbang harus pergi ke Siantar.

Aku termasuk orang yang pernah menggunakan jasa salah seorang tukang kodak itu. Bergaya dengan kemeja lengan panjang mengembang bermotif bunga-bunga. Dipadu celana panjang cutbray dan sepatu kulit hak tebal. Rambut rada gondrong. Dipotret pada pose berdiri kacak pinggang dengan  latar belakang Gunung Simanuk-manuk.

Wuih! Gagah? Aih, malu-maluin kalau diingat sekarang. Hahaha.

Begitu pula dengan tukang bakmi. Orang Batak cepat belajar.  Maka tahun 1970-an muncullah kedai bakmi Cina bikinan Batak di Balige. 

Salah satunya di Jalan Sisingamangaraja, dekat Onan Balige. Aku pernah makan bakmi goreng di situ akhir 1970-an.  Rasanya? Hmm, bakmi Cina dengan sentuhan rasa Batak. Enak, ya, enak. Serius.

Bukan hanya bakmi kuah atau goreng. Orang Batak, tepatnya ibu-ibu, juga belajar dan menciptakan kuliner mie khas Batak. 

Itulah mi gomak Batak yang terkenal itu. Makanan yang disiapkan penjualnya dengan cara manggomak, mengambil dengan tangan, mi dari baskom lalu dimasukkan ke dalam mangkok atau piring saji. Setelah itu disiram dengan kuah bersantan yang diberi bumbu andaliman (huājiāo, Sichuan pepper).

Dulu, orang Batak lazim makan mi gomak dengan manggomak langsung, pakai bio-garpu (tangan), dari piring atau mangkok. Kuahnya diminum langsung setelah mi habis.

Begitulah orang Cina datang ke Tanah Batak dengan dua kehebatannya. Jago potret dan jago bikin bakmi. Orang Batak Toba kemudian mempelajari kehebatan irang Cina itu. Maka munculah orang-orang Batak yang juga jago potret dan jago bikin bakmi. 

Bahkan orang Batak berhasil menciptakan varian mi khas Batak. Itulah mi gomak dengan bumbu andaliman yang khas Batak.

Keahlian potret dan bikin bakmi tentu hanya dua manfaat yang diperoleh orang Batak dari perjumpaan budaya dengan orang Cina. Masih ada manfaat lain seperti kehadiran toke-toke Cina yang membeli hasil bumi Tanah Batak, misalnya kopi dan kemenyan. Atau manfaat timbal-balik lain yang daftarnya bisa panjang.

Satu hal yang hendak ditegaskan di sini, perjumpaan orang Batak dan orang Cina di Tanah Batak adalah sebuah perjumpaan budaya yang produktif. Tentu ada saja gesekan-gesekan sosial. Tapi sejauh ini bisa dikatakan orang Cina dan Batak Toba hidup berdampingan secara serasi. (eFTe)

 

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun