Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Aritmatika Melon: 30,000 + 25,000 = 75,000

26 April 2022   12:05 Diperbarui: 26 April 2022   15:45 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buah melon (Foto: freepic.com via solopos.com)

Kemarin siang, sekitar pukul 14.14 WIB, Engkong Felix lewat di Jalan Raya Ragunan, Pasar Minggu. Dari arah Stasiun Pasar Minggu menuju Jalan Warungjati Barat.

Pas lewat di depan kantor Direktorat Jenderal Hortikultura, di sebelah kiri, tampak ada event pasar buah dan sayuran segar. "Produk lagsung dari petani." Begitu promosi pada spanduk di pintu gerbang.

"Wah, kebetulan," pikir Engkong yang sudah semalaman tidak makan buah. Maklum, tidur nyenyak, sih. 

"Pucuk dicinta, pucuk tiba." Iyalah, gak usah lebay bilang "ulam tiba" segala. Yang realistis saja.

Engkong langsung parkir mobil di tempat yang entah boleh atau tidak untuk parkir. Yah, kalau diderek Dishub juga, setidaknya dapat bahan untuk nulis artikel di Kompasiana.  


Engkong langsung mendatangi lapak penjual buah-buahan berair. Aneka melon dan semangka. Mulai dari melon golden, melon rock, melon madu, melon luna (maya), sampai semangka manohara.

Kamu mungkin suka luna atau manohara. Engkong, tidak! Engkong suka golden.

"Melon golden berapa, Kang?" 

"Sekilonya limabelas ribu saja, Pak," jawab Kang Melon, sebut saja begitu, sambil meringkas-ringkas dagangannya. Pukul 15.00 WIB tutup, mengejar waktu buka puasa.

Lha, waktu kok dikejar, ya. Tempus fugit. Kamu gak akan kuat. Biar dia aja.

"Ini, sale pisang raja, berapa?"

"Duapuluh rebu, Pak."

"Ya, sudah. Saya beli satu sale, dan satu melon ini."

Kang Melon sigap menimbang melon yang Engkong tunjuk.

"Dua kilo satu setengah ons. Dua kilo saja," katanya.

"Melon dua kilo tigapuluh ribu. Sale pisang duapuluh lima ribu. Ini, Kang." Engkong mengangsurkan uang pecahan limapuluh ribu dan sepuluh ribu.

Berarti mesti ada kembalian limaribu, dong, ya. Iya, gak seh?

"Melon tigapuluh ribu, sale duapuluh lima ribu. Berarti semua tujuhpuluh lima ribu, ya, Pak."

Astaga! Engkong kaget seakan kesedak buah melon luna. "Ini aritmatika melon jenis apa pula."  "Engkong membatin, pusing tiga keliling.

"Limapuluh lima ribu semua, Kang. Melon tigapuluh ribu, ditambah sale duapuluh lima ribu."  Engkong menjelaskan dengan kesabaran lansia yang sedang puasa.

"Ooo ..., limapuluh lima ribu, ya, Pak.  Berarti kembalian duapuluh lima ribu, ya. Maaf, saya salah hitung tadi, Pak."

Astaga! Engkong tambah kaget, seakan kesedak buah semangka manohara.  Atau, buah semangka berdaun sirih. Entahlah. Engkong tambah pusing. Kini sudah lima keliling.

"Kang, sini duitnya, kang."  Engkong meminta semua duit yang ada di tangan Kang Melon.  

Semuanya Rp 65,000 sekarang.  Masing-masing satu lembar pecahan limapuluh ribu, sepuluh ribu, dan lima ribu rpiah.

"Lha, Si Akang sudah nyiapin kembalian lima ribu rupiah.  Kenapa tadi bilang kembalian duapuluh lima ribu," batin Engkong bingung.

"Gini, kang.  Harga melon tigapuluh ribu. Harga sale pisang duapuluh lima ribu. Tigapuluh ditambah duapuluh lima sama dengan limapuluh lima.  Tadi saya bayar enampuluh ribu.  Berarti Akang harus kembalikan ke saya lima ribu."

"Oh, iya, iya ...." Syukurlah, Kang Melon akhirnya paham juga.

Engkong menyerahkan uang enampuluh ribu rupiah kepada Kang Melon.  Masing-masing satu lembar limapuluhan dan sepuluhan. Uang limaribuan, kembalian dari Kang Melon, Engkong pegang.

"Ini kelebihan limaribu, Pak. Pakai uang pas saja. Di tangan bapak kan ada lima ribu itu," kata Kang Melon sambil mengangsurkan uang sepuluhribuan kepada Engkong.

Astaga!  Oh, Tuhan.  Ini hari apa sebenarnya. Kok gini amat aritmatika melon. 

Engkong kini pusing tujuh keliling.  Dia pusing melihat Kang Melon.  

Di mata Engkong, kepala Kang Melon kini berubah-ubah wujudnya. Kadang kepala beneran, kadang melon luna, kadang semangka manohara.  Siapa yang gak pusing, coba.

"Sudah, sudah.  Gak apa-apa.  Kelebihan limaribu rupiah untuk Akang saja. Ambil saja," kata Engkong sambil cepat-cepat pergi meninggalkan Kang Melon yang punya keahlian aritmatika aneh itu.

"Oh, ya, terimakasih, Pak."  Engkong masih sempat mendengar ucapan terimakasih dari Kang Melon.

"Apa yang telah terjadi sebenarnya?"  Engkong Felix merenungkan kejadian arirmatika melon yang aneh itu sambil menyetir mobil tuanya yang ogah pensiun.

"Barangkali, ya, barangkali," pikir Engkong menduga-duga, "harga sekilo melon golden sebenarnya mungkin duapuluhlima ribu, bukan limabelas ribu.  Kang Melon lupa telah menjual melonnya dengan harga korting."

"Kemungkinan lain," pikir Engkong lagi, "aritmatika aneh itu terjadi karena tubuh dan pikiran sudah gak nyambung.  Tubuh masih berdagang di lapak, tapi pikiran sudah ngabuburit di rumah." 

Tapi, ah, entahlah.  Menurut kamu, bagaimana? (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun