"Komentator adalah peniup jiwa untuk artikel Kompasiana." -Felix Tani
Walau pengunjung artikelmu di K(ompasiana) puluhan ribu, tapi kalau komentar tak ada, maka kau pantas bersedih. Itu artinya artikelmu tak berkesan. Dibaca sekilat, lalu dilupakan.Â
Dari sisi pengunjung, mutu sebuah artikel K menurut Engkong Felix tidak terutama ditentukan jumlah partisipasi baca (views). Tapi terutama oleh dua bentuk partisipasi lainnya: rate dan komentar. Dan yang terutama adalah "komentar".
Coba jujur pada diri sendiri. Dari tiga bentuk partisipasi pembaca itu, mana yang paling bikin kamu bergairah. Komentar, bukan? Oh, tidak? Tapi, jumlah pembaca? Aih, dasar kamu K-Rewards Buster macam Felix Tani.
Engkong ingatkan, ya. Jangan terlalu mengharap K-Rewards. Nanti kamu kena pehape atau ghosting. Macam nasib Felix Tani, tuh. Akibatnya dia terbelit utang soto berkelanjutan pada Mas Karso. Terakhir Engkong dengar, utang sotonya telah direstrukturisasi menjadi pinjaman jangka panjang. E-busyet, baru tahu ada tukang soto merangkap agen pinjol off-line.
Singkat kata, komentar itulah indikator terkuat untuk menilai mutu artikel K. Semakin banyak komentar, tanda semakin bermutu artikel. Sebaliknya semakin sedikit komentar, atau bahkan nol atau minus, tanda semakin takmutu artikel.Â
Sebentar. Minus komentar? Bagaimana bisa? Bisa saja. Â Tadinya sudah ada komentar, tapi kemudian dihapus. Mungkin karena komentarnya tak relevan. Menista, memprovokasi, menebar kebencian, menawarkan obat kuat, atau mengajak kencan.
Pasti ada yang menyanggah. Komentar bukan ukuran mutu artikel. Buktinya artikel-artikel Felix Tani. Cuma artikel picisan dangkal, sampah dari ampas, tapi banyak dikomentari. Lha, kenapa kok jadi artikel Felix Tani yang jadi contoh, ya. Kenapa bukan artikel Acek Rudy, Prov. Pebrianov, atau Seribu Tante alias Jason Bourne.Â
Terhadap sanggahan itu, Engkong cuma bisa umpan-balik, mutu artikel K itu bisa juga dinilai dari tingkat intensitas diskusi antara penulis dan pembacanya. Semakin intens diskusi di ruang komentar, tanda semakin bermutu artikel, menurut pembaca. Sebab kalau gak mutu, ngapain juga dikomentari, bukan?
Intinya Engkong mau bilang, komentar-komentar pembaca itulah yang memberi jiwa pada artikel. Semakin ramai komentar, dan balasan penulis atau pembaca lain, semakin "hidup" sebuah artikel. Dan artikel yang "hidup" adalah artikel yang semutu-mutunya.