Jangan langsung munyeng membaca judul tulisan ini. Baca dulu isinya sampai tuntas. Setelah itu baru berkomentar. Boleh memuji, boleh memaki. Terserah saja. Saya gak butuh dua-duanya.
Mabuk minuman keras (miras) itu maksimal satu kali karena tindakan itu dungu. Seekor keledai, hewan (yang divonis) dungu, tak terperosok ke lubang yang sama dua kali. Jadi, kalau ada orang mabuk miras lebih dari satu kali, berarti kecerdasannya di bawah keledai.
Kendati dungu, mabuk miras itu punya manfaat juga. Tapi dengan satu syarat: mabuk itu terjadi hanya dan hanya satu kali saja sepanjang usia.
Manfaat pertama, dengan mabuk miras, seseorang jadi tahu batas daya tahan syarafnya terhadap alkohol.Â
Poltak misalnya langsung mabuk pada kesempatan pertama  minum dua gelas besar tuak. Dia menjadi tahu, itulah batas ketahanan syarafnya. Selanjutnya, dia tak mau lagi minum tuak lebih dari  satu gelas besar.Â
Lihatlah, cukup dengan satu kali mabuk, Poltak langsung sadar dirinya ternyata lebih cerdas dari seekor keledai. Atau sekurangnya tak lebih dungu, kalau ukurannya "tak terperosok dua kali di satu lubang yang sama."
Manfaat kedua, mabuk miras efektif mengajarkan mudarat dungu.Â
Mabuk disebut dungu karena menyebabkan kehilangan kontrol diri. Â Tak mampu mengontrol gerak tubuh dan ujaran. Â Tubuh sempoyongan, ujaran ngelantur tak karuan.Â
Dari mulut orang mabuk, sumpah-serapah dan rahasia pribadi muncrat begitu saja serupa mencret di kolor. Setelah itu dia akan ditemukan orang sedang ngorok di selokan atau kebun toga. Begitulah mudarat dungu.
Mudarat dungu bisa lipat ganda jika ada orang  licik memanfaatkan kemabukan. Orang Batak punya satu lelucon murahan untuk menggambarkan soal itu.
Dikisahkan, seorang gadis tiga kali mengajak seorang perjaka ke depan pendeta untuk pemberkatan nikah. Tapi tiga kali pula pendeta itu menolak pemberkatan. Â Karena perjaka tadi selalu dalam keadaan mabuk.