Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nilai Anak dalam Satu Lagu Batak

17 Maret 2021   16:01 Diperbarui: 18 Maret 2021   15:57 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merupakan cacat sosial bagi orangtua jika punya anak tapi tak dijamin masa depannya.  Terlebih jika anaknya menjadi sisurang, berperilaku asosial ataupun anti-sosial, maka orangtuanya akan dicela dan dipandang sebelah mata.

***

Etos kerja orang Batak (Toba) terangkum dalam tiga kata ini:  hamoraon-hagabeon-hasangapon, kekayaan-kesuksesan-kemuliaaan.  Praksis etos kerja itu dipusatkan pada eksistensi sosial anak.  Itu sebabnya orang Batak bilang "Anakku itulah harta paling berharga, sumber kemuliaaan, dan kekayaaan bagiku."

Penjelasannya begini.  Punya sejumlah anak itu merupakan hamoraon, kekayaan sosial tersendiri.  Anak dipandang sebagai modal sosial. 

Jika potensi sosial-ekonomi anak-anak  dikembangkan lewat pendidikan, maka mereka akan menjadi orang terpelajar dan berpangkat.  Maksudnya memiliki pekerjaan atau usaha ekonomi bagus. Itu namanya hagabeon,  kesuksesan.  

Jika semua anak sukses  maka orangtua dan keluarganya akan diparsangap, dimuliakan orang.

Fungsi pendidikan sebagai jalur untuk mencapai hamoraon-hagabeon-hasangapon terutama berkembang setelah Perang Batak (1878-1907). Seusai perang, pemerintah kolonial dan juga zendeling Jerman (mulai berkarya sejak 1864) membangun sekolah. Lulusannya direkrut sebagai pegawai rendahan di kantor-kantor pemerintah dan lembaga-lembaga bikinan zending.

Ketika jalan trans-Sumatera membelah tanah Batau awal 1920-an, akses ke Sumatera Timur terbuka lebar.  Itu artinya kesempatan mendapat pekerjaan sebagai pegawai pemerintah, perusahaan perkebunan, pendidik, dan lain-lain juga semakin terbuka.  Syaratnya izasah pendidikan.

Itu sebabnya orang Batak sangat menghargai tinggi pendidikan bagi anak.  Itulah jalan utama untuk mencapai hamajuon, kemajuan. Sebab orangtua Batak umumnya tidak mengharapkan anak-anaknya menjadi petani seperti mereka.  Anak-anak harus menjadi pegawai, pejabat, orang berpangkat. Untuk itu, anak harus disekolahkan setinggi-tingginya.  Apapun bayarannya, sepanjang tak melanggar norma sosial, akan ditempuh orangtua.

Bagi kebanyakan orangtua dalam masyarakat Batak, proses menyekolahkan anak, apalagi sampai tingkat sarjana, adalah sebuah askese.  Praksis etos kerja hamoraon-hagabeon-hasangapon di jalan sukar, penuh derita, dan penyangkalan diri.

Anakhonhi do hamoraon di ahu bukanlah sekadar judul atau syair lagu.  Itu adalah inti dari praksis etos kerja orang Batak. Anak adalah masa depan dan masa depan harus lebih baik dari masa lalu.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun