Kini Poltak tahu rahasia Polmer. Ingus Si Raksasa itu hanya akan merajalela di saat dia merasa ketakutan atau tertekan. Â
"Kalau belajar di krlas harus tertib. Lipat tangan. Dengarkan guru. Tidak boleh bicara dengan teman. Tidak boleh jalan-jalan. Kalau mau keluar atau bertanya, acungkan jari."
Poltak dan Polmer sudah bergabung kembali ke dalam kelas. Guru Barita menjelaskan tata-tertib belajar di kelas. Semua murid melotot menyimak.
"Jelas semua?"
"Jelas, Gurunami!"
"Bagus. Sekarang kita belajar menyanyi sambil membilang angka. Dengar Pak Guru mencontohkan."
"Marsingkola ahu Amang, dohot ho ale Inang. Unang jolo suru ahu, mangula hauma i. Ai na metmet dope ahu, dang tarula ahu dope. Holan marsingkola do, ulaonhu na tama. Sada, dua, tolu, opat, lima, onom, pitu, ualu, sia, sampulu."
"Aku bersekolah, Bapak dan Ibu. Janganlah suruh aku, bekerja di sawah. Aku masih kecil, belum kuat bekerja. Hanya bersekolah, perkerjaanku yang terbaik. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh."
Sungguh asyik menyanyi sambil membilang angka. Semua anak bernyanyi menirukan Guru Barita. Semua senang, semua tertawa. Termasuk Polmer, tanpa ingus. Benar-benar tanpa ingus.
"Polmer, coba bilang angka satu sampai sepuluh."
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, Gurunami."