Pada tahun 1967, gereja itu sudah berupa gedung permanen, kokoh dan berwibawa. Untuk kepentingan sekolah, ruang gereja yang jembar itu dibagi dua. Â Bagian depan untuk kelas satu dan dua, bagian belakang untuk kelas tiga. Â
Untuk kelas satu dan dua cukup satu ruangan. Karena kelas satu belajar hanya dua setengah jam di pagi hari, lalu dilanjut dengan kelas dua. Â Gurunya sama, Guru Barita. Â
Tidak ada sekat pembatas, antara ruang kelas, kecuali papan tulis kelas tiga yang berfungsi sebagai tanda batas ruang. Â Inilah ruang kelas tanpa rahasia. Murid kelas tiga bisa tahu siapa saja murid kelas atau atau dua yang kepalanya benjol sampai menangis digetok guru. Â Sebaliknya juga begitu.
"Ayo, baris dulu di depan sini." Guru Barita mengatur murid-murid kelas satu. Â Semua murid berbaris, tepatnya menumpuk, di depan kelas. Jumlahnya duapuluh anak murid.
Guru Barita mengabsen murid. Â Setiap kali nama dipanggil, setiap kali pula ditunjukkan pula bangku tempat duduknya. Â Bistok dan Binsar sudah mendapat tempat duduk. Â Berdampingan, karena kebetulan nama mereka dimulai dengan suku kata yang berdekatan, "bis" dan bin". Â
"Polmer! Nah, kau duduk di bangku sana!" Â Guru Barita menunjuk ke satu titik bangku di baris belakang. Â
"Poltak! Â Kau duduk di samping Si Polmer. Â Sana!"
Poltak segera berlari kecil gaya kuda menuju tempat duduk yang ditetapkan untuknya. Sebab tendonnya terasa sakit, terluka oleh sepatu spartakusnya. Â
Poltak mengamati Polmer, tetangga sebangkunya, di sebelah kanannya. Â Perawakannya melampaui ukuran rata-rata anak kelas satu. Â Lebih tinggi dari Binsar dan lebih gempal dari Bistok. Wajahnya sangat Batak. Â
"Anak-anak, perhatikan Pak Guru. Â Kita belajar lipat tangan." Â Guru Barita memberi perintah dari depan kelas.
"Satu, dua tangan lurus ke depan. Dua, letakkan tangan kiri di atas siku tangan kanan. Â Tiga ..."
"Srot ..." Â Tiba-tiba bunyi "srot" dahsyat mengema dari lubang hidung Polmer. Â Spontan Poltak menoleh ke kanan. Â Polmer sedang melap ingusnya dengan lengan kanannya, sehingga posisi lipat tangannya buyar.