Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Intuisi, Serendipitas, dan Kompasianer Om Gege nan "Lancang"

19 Juli 2020   19:58 Diperbarui: 19 Juli 2020   22:47 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi dari qerja.com


(01)
Jengkel. Begitu rasa hatiku kepada rekan Kompasianer Om Gege alias Tilaria Padika alias Tuan Martinuz. Bukan karena dia gemar gonta-ganti nama.  Tapi karena "lancang" membuka rahasiaku ke ruang publik.  

Menanggapi artikelku, "Jangan Mengejar Label 'Artikel Utama' di Kompasiana" (K.18.06.20), rekan Om G, begitu saya biasa menyapanya, berujar: "Makna di balik artikel ini:

"Kau akan tahu, kapan seorang profesor/sosiolog alih keahlian jadi pemburu burung puyuh. Itu saat ia membuang metodologi dan pembuktian-pembuktian ke atas para-para dapur; menggantinya dengan intuisi."

Intuisi, itulah metodeku, suatu "metode tanpa metode", dalam menulis artikel. Sejatinya, itu metode rahasiaku, tapi kini telah diungkap oleh Om G.  Karena itu, untuk menghindari kesalah-pahaman, kini aku wajib menjelaskannya. Itu yang membuatku jengkel.

(02)
Ujaran Om G itu benar belaka. Sejauh berkait proses penulisan artikel yang kutempuh.  

Saya sebenarnya takjub.  Dari mana rekan Om G ini belajar membaca makna tersirat di balik sebuah kalimat.  Saya curiga dia telah membaca tuntas karya-karya Clifford Geertz yang dibangun dengan pendekatan "lukisan mendalam" (thick description).

Baiklah, Om G.  Saya tak peduli dari mana dikau mempelajari kemampuan itu. Saya hanya peduli pada satu fakta bahwa saya kini punya seorang "musuh terkasih" bernama Om G di Kompasiana.

Musuh terkasih?  Ya, itu hanya satu istilah yang saya sematkan kepada rekan Kompasianer yang menjadi "lawan baku pikir" terpercaya di Kompasiana.  Ada sejumlah orang musuh semacam itu bagiku. Om G adalah salah satunya.

Saya percaya pada kompetensi rekan Om G ini. Karena itu, ketika rekan Reba Lomeh menulis artikel "Menyigi Kesetaraan Gender dalam Rumahtangga Petani Manggarai" (K.14.07.20), lalu Om G memberi saran konstruktif, saya hanya bisa mengimbuhi, "Gui, Om G itu musuhku yang kukasihi, dengarkanlah dia."

(3)
Kembali kepada intuisi, "metode tanpa metode" yang kuanut dalam penulisan artikel.

Saya mengadopsinya dari anarkisme metodologi a'la filsuf Paul Feyerabend (yang pasti sudah dibaca Om G). Dialah sejatinya yang telah "membuang metodologi dan verifikasi ke para-para dan menggantinya dengan intuisi." Saya tak lebih dari "seekor bebek yang mengekor di belakangnya."

"Apa saja boleh." Itu kredo anarkisme Feyerabend dalam penelitian.  Lupakan segala metode baku yang memenjarakan itu. Lalu temukan sendiri metodemu. 

Caranya, terapkan "metode tanpa metode", menempuh cara apa saja untuk mengungkap kebenaran. Rambunya hanya tiga: logis, etis dan estetis.

Bagi Feyerabend, jalan menuju kebenaran (ilmiah) tidak tunggal dan baku melainkan majemuk dan kontekstual.  Dia menolak pembakuan dan berpaling pada anarki, kreasi metodologi yang solutif sekligus produktif.

Anarkisme metodologi Feyerabend lazim diterapkan pada metode penelitian kualitatif. Saya adalah seorang penganut setianya.

Saya tak hendak bicara banyak soal praktek metoda penelitian kualitatif di sini. Hanya ada satu hal yang perlu saya katakan: "Saya baru tahu persis metode penelitian kualitatif yang telah saya terapkan setelah laporan penelitian selesai tersusun."

"Metode tanpa metode" itu sepenuhnya kerja intuitif.  Tak pernah diketahui apa yang akan dilakukan dan ditemukan.  Semuanya terpulang pada "apa yang terjadi" di lapangan.  

Semua serba tak terduga sebelumnya. Suatu metode baru ditemukan secara tak sengaja karena ada masalah. Suatu informasi yang tak terpikirkan sebelumnya diperoleh karena praktek metode yang kreatif.  Itu namanya serendipitas, solusi atau temuan tak terduga tapi penting, dalam penelutian lapangan.

Begitulah, dalam praktek penelitian kualitatif intuisi telah menuntun saya pada serendipitas. Itu bisa mengubah alur dan arah penelitian saya, atau memperkayanya, atau bahkan mengubah fokusnya.  

(4)
Demikianlah, sebagaimana dalam penelitian, saya juga menerapkan anarkisme metodologi dalam proses penulisan artikel.

Saya membiarkan diri dituntun oleh intuisi yang menghasilkan serendipitas sepanjang proses penulisan. Setiap kalimat adalah serendipitas, temuan tak terduga. Demikian pula setiap oaragran adalah serendipitas.

Karena itu, artikel saya tak pernah ditulis berdasar suatu kerangka atau garis besar (outline).  Kerangka atau garis besar adalah pembakuan, penjara yang membunuh intuisi dan karena itu menyia-nyiakan peluang serendipitas.

Sejujurnya saya hanya tahu pasti bagaimana mengawali penulisan artikel. Saya tidak pernah tahu akan seperti apa struktur artikel nantinya. Tidak tahu apa saja isi artikel kelak. Dan tidak tahu akan bagaimana akrtikel diakhiri.  

Karena itu, bila ada yang bertanya "Bagaimana cara menulis artikel," saya tidak pernah mampu menjawabnya. Saya lebih suka mengatakan pertanyaan seperti itu adalah jenis yang salah.

Bagi saya, penulisan artikel sepenuhnya dipandu oleh intuisi yang tak mungkin diajarkan.  Dan sebuah artikel  dibangun dengan ragam serendipitas yang tak mungkin ditebak.

Jadi, boleh dikata, bukan saya yang mengendalikan penulisan artikel, tapi artikel itu sendiri yang menemukan bentuknya.

Artikel ini adalah contohnya. Sungguh, saya tidak pernah merencanakan struktur penulisan seperti ini.  Juga tak pernah merencanakan rincian isinya akan seoerti ini.  Tidak ada patokan baku yang saya ikuti, kecuali kaidah logika, etika dan estetika. Maka jadilah artikel ini.

Tidak percaya? Baiklah.  Saya harus mengakui kepadamu, kawan, bahwa saya juga tidak pernah tahu akan bagaimana akhir artikel ini. Tidak tahu, sampai saya kemudian menuliskan kalimat sakti, "Cukuplah sampai di sini."(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun