Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

11 Tahun E-Demokrasi bersama Kompasiana

18 November 2019   14:21 Diperbarui: 19 November 2019   06:04 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi dari eu-logos.com

Dengan definisi itu, saya melihat E-Demokrasi sebagai lembaga politik. Bukan sekadar pemanfaatan teknologi komunikasi digital untuk mendukung proses-proses pengambilan keputusan politik. Sebagaimana sejauh ini secara umum dimengerti (lihat a.l. D.R. Insua & S. French, 2010; A.M. Ronchi, 2019).

Untuk waktu yang lama, mayoritas warga kebanyakan di Indonesia tak punya akses untuk menjalankan hak demokrasinya di arena politik nyata. Sebab legislatif dalam kenyataan lebih tunduk pada kepentingan partai ketimbang warga konstituen.  

Maka warga mencari alternatif panggung demokrasi bagi dirinya. Itulah panggung E-Demokrasi.  Kompasiana adalah salah satu panggung besar, kalau bukan yang terbesar kini di Indonesia.

Sangat mungkin E-Demokrasi akan menjadi gelombang besar demokrasi di Indonesia.  Suatu gelombang demokrasi yang akan menghempaskan demokrasi parlementer sampai kandas di karang "lautan politik" kita.

Suatu saat nanti, dalam imajinasi saya, kegadiran kembaga parlemen semacam DPR tidak perlu lagi.  Fungsinya digantikan oleh lembaga-lembaga E-Demokrasi yang langsung diaktifkan warga.

Tapi sudahlah.  Itu hanya sebuah imajinasi sosiologis.  Saya tak hendak berpanjang-panjang mengulas E-Demokrasi ini di sini. Sebab ini sebenarnya masih bersifat hipotesis.   Sesuatu yang harus, dan saya pikir penting, dikaji dan diuji lewat sebuah riset sosial yang serius.

Pertanyaan risetnya adalah  seluas apa gejala E-Demokrasi kini berlangsung di Indonesia, seserius apa respon lembaga kekuasaan (eksekutif, judikatif, legislatif), dan sebesar apa pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan oleh lembaga kekuasaan dalam 10 tahun terakhir ini.

Gejala E-Demokrasi di blog sosial Kompasiana menurut hemat saya dapat menjadi sebuah kasus yang kaya pelajaran dan implikasi untuk kemajuan demokrasi di Indonesia.

Demikian sekadar pikiran liar dari saya, Felix Tani, petani mardijker, pelaku E-Demokrasi lewat Kompasiana.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun