Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belanja di Pasar Tebet, Dapat Angpau dan Ayam Gratis

25 Mei 2019   22:01 Diperbarui: 26 Mei 2019   17:58 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rejeki terbaik datang di luar pengharapan. Maka kami sungguh gembira mendapat "angpau" Lebaran dari Mang Asep. Bahwa kami mendapatkannya sebagai tanda syukur, itu memberi makna berkah pada angpau itu. 

Isteriku sempat iseng mengintip isi amplop. "Wah, seratus ribu, sama dengan angpau kita ke tetangga," kata isteriku sambil tertawa. "Ya, sudah, nanti kita teruskan angpaunya ke tetangga," sambutku tertawa lepas.  

Mendadak sayur-mayur di pasar tampak lebih segar dan cerah warna-warninya.

Berkah kedua datangnya juga tidak terduga.  Setelah keliling beli aneka bumbu dan tahu tempe, kami mampir ke pedagang daging ayam langganan di los daging dan ikan.  Pedagangnya Bu Odah (pseudonim) dibantu suaminya.  

Kami biasanya membeli ayam negeri di situ satu atau dua ekor. Bu Odah sungguh terampil memotong-motong ayam sesuai permintaan pembeli. Kami selalu menolak jeroan, ceker, dan kepala ayam.  Karena itu Bu Odah terbiasa menambahkan potongan paha atas atau sayap sebagai kompensasi.

Pagi ini kami hanya membeli seekor ayam ukuran besar. Harganya disebut Rp 45,000. Tapi biasanya, seperti yang lalu lalu, jika dibayar pakai uang pecahan Rp 50,000, kami akan diberi kembalian Rp 10,000, plus senyum terimakasih. Alangkah bahagianya beli ayam di pasar tradisional.

"Bu, nggak usah bayar, Bu. Untuk pelanggan. Gratis," Bu Odah tersenyum menolak pembayaran ketika isteriku mengangsurkan lembaran Rp 50,000. "Ah, jangan, Bu. Ibu rugi nanti," tukas isteriku bingung. Saya juga ikut bingung. "Sama pelanggan nggak rugi, Bu," jawab Bu Odah sambil tertawa. "Bu, diterima saja, rejeki Ramadhan," kata seorang ibu, sesama pembeli.  

"Ya, sudah. Terimakasih banyak ya, Bu," kata isteriku akhirnya. Sambil beranjak pergi, saya teringat Ibu Odah itu pernah memberi kami dua ekor ayam. Padahal kami cuma beli  seekor.  Merasa bukan hak, minggu berikutnya kami bayarkan harga yang seekor lagi. Nah, sekarang kami dapat seekor ayam gratis. 

Sungguh, los daging dan ikan pagi ini tercium wangi di hidung, tak ada bau amis seperti biasanya.

"Ini hari berkah di pasar Tebet," kataku pada isteri sambil melangkah menuju parkiran. "Iya, betul, ini pengalaman berkah yang aneh. Kok, bisa ya gini?" Isteriku tidak habis pikir. Saya juga tak punya penjelasan. Namanya berkah, jalannya macam-macam, ya, terimalah dengan suka cita. Maka kami berdua tertawa gembira.

***
Lalu apa hubungannya dengan teori "orang miskin memberi kepada orang kaya" dan "budaya tani kecil di kota" yang disinggung di awal artikel ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun