Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Besok, 17 April 2019 Bukan Hari yang Menakutkan

16 April 2019   09:32 Diperbarui: 16 April 2019   16:54 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk ajakan jangan takut datang ke TPS Pilpres 2019 di Jakarta (Dokumentasi Pribadi)

Pagi ini, Selasa 16 April 2019, pukul 07.11 WIB saat melintas di Jalan Joko Sutono Jakarta Selatan, saya memotret cepat spanduk undangan umum ke TPS besok, Rabu 17 April 2019, untuk menggunakan hak pilih lima tahunan pada Pilpres 2019.

Bunyi spanduk selengkapnya: "Ayo berbondong-bondong ke TPS terdekat Rabu 17 April 2019.  Jangan takut!!! TNI-Polri menjamin keamanannya."

Sebenarnya spanduk seperti itu banyak tersebar di dinding-dinding kota Jakarta dan saya sudah kerap melihatnya.  Tapi baru pagi ini saya tergelitik pada spanduk itu.   Terutama karena tiba-tiba terpikir pada "sesuatu" di balik kalimat  "Jangan takut!!!"

Sepanjang jalan, sambil menyetir, saya bertanya-tanya.  Apakah Pilpres 2019 ini telah menjadi sesuatu yang menakutkan sehingga pemerintah dan KPU  merasa perlu menyebaskan pesan jaminan aman seperti itu?

Saya menarik ingatan ke belakang.  Kalau tak salah hitung, saya sudah menggunakan hak pilih pada Pilpres sedikitnya tiga kali.   Pada setiap Pilpres yang telah lalu itu, seingat saya tak pernah ada spanduk semacam itu.

Saya meyakini kebenaran pepatah "tidak ada asap tanpa api".   Saya lalu teringat pada adanya pesan "Amankan TPS!"  dari kelompok-kelompok tertentu non-pemerintah yang disebar lewat medsos dan media online. 

Kalimat "Amankan TPS!" di situ diasosiasikan dengan "penggiringan warga pemilih untuk mencoblos pasangan capres/cawapres tertentu".   Jadi, nadanya "intimidatif" atau bahkan "persekusif".

Saya lantas mengambil kesimpulan.  Adanya kemungkinan "intimidasi atau persekusi" rupanya menyebabkan sejumlah warga takut datang menggunakan hak pilih ke TPS pada Pilpres 2019.

Karena itu pemerintah dan KPU perlu memberi jaminan keamanan pada warga bahwa TPS aman bagi semua.   Akan ada aparat Polrin dan TNI di sana untuk mencegah kemungkinan "intimidasi dan persekusi".

***

Saya pikir momen Pilpres 2019, tepatnya besok Rabu 17 April 2019, bukanlah sesuatu yang menakutkan.  Besok dengan demikian juga bukanlah hari yang menakutkan.

Besok, Rabu 17 April 2019, sejatinya adalah "Hari Raya Demokrasi".   Besok, semua warga negara Indonesia yang punya hak pilih merayakan demokrasi dengan cara menggunakan hak pilih dalam Pilpres yang terjadi sekali dalam lima tahun.  Maka momen Pilpres 2019 itu adalah hari gembira.

Secara spesifik, besok adalah momen langka untuk setiap warga negara membuktikan kecerdasan politiknya.   Bisa dikatakan Pilpres 2019, juga Pilpres sebelumnya, adalah "Ujian Kecerdasan Politik bagi Warga Negara".

Besok Rabu 19 April 2019, saya dan semua warga yang punya hak pilih, ditantang untuk membuktikan kecerdasan politiknya.   Setidaknya, menurut saya, ada dua indikator kecerdasan politik yang bisa dikenakan pada diri masing-masing.

Pertama, saya cerdas secara politik apabila tidak takut datang menggunakan hak pilih ke TPS. Ketakutan adalah indikasi ketidak-cerdasan mengatasi faktor-faktor yang kendala penggunaan hak pilih sendiri.  

Datang untuk menggunakan hak pilih ke TPS adalah perbuatan legal, pelaksanaan hak politik secara formal, dilindungi oleh undang-undang.  Jika di TPS ada aparat Polri dan TNI maka itu adalah untuk menjamin pelaksanaan hak politik secara aman.

Menjadi "golput", dengan berbagai alasan yang irrasional secara politik, dengan sendirinya mencerminkan ketidak-cerdasan.   Saya tidak akan menyitir ucapan Romo Franz Magnis-Soeseno bahwa golput itu "bodoh, benalu, psycho-freak".   Itu terlalu keras, seperti diakui Romo Magnis sendiri. 

Saya cukup mengatakan, "Menjadi golput berarti tidak cerdas karena menghindari hak dan tanggungjawab sebagai warga negara."

Kedua, saya cerdas secara politik apabila menggunakan hak pilih dengan tuntunan hati nurani.  Hati nurani itu karunia Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tak pernah salah.  

Benar bahwa penentuan pilihan capres/cawapres pertama-tama memang harus didasarkan pada pikiran rasional, akal sehat.  Kesampingkan emosi yang dapat menuntun pada sesat pilih. 

Tapi keputusan berdasar "akal sehat" harus selalu diuji dengan suara "hati nurani".   Jika bertentangan dengan hati nurani, berarti "akal sehat" belum "sehat benar".   Pikir ulang lagi, mungkin ada detil yang terlewatkan.  

Begitulah proses pengambilan keputusan yang mencerminkan kecerdasan politik tinggi.

Memilih capres/cawapres tertentu semata karena tuntunan emosi, semisal karena merasa seiman,  sesuku, seras, atau segolongan adalah cerminan ketak-cerdasan politik.

Lebih tak cerdas lagi secara politik jika pilihan atas capres/cawapres dituntun oleh "arahan orang lain"  atau "bujukan serangan fajar".   Itu namanya menyerahkan hak politik yang "tak ternilai harganya" kepada orang lain dengan imbalan yang "menghinakan diri" atau setidaknya "menghina kecerdasan sendiri.

Dengan dua soal ujian "Kecerdasan Politik" di atas, datanglah besok Rabu 17 April 2019 ke TPS  terdekat.  Gunakanlah hak pilih secara cerdas.

Maksud saya, jangan masuk ke ruang pencoblosan, apabila belum menentukan pilihan capres/cawapres melalui proses pengambilan keputusan yang dituntun kecerdasan politik.

Saya harus katakan bahwa masa depan NKRI yang ber-Pancasila dan ber-UUD 1945 sepenuhnya ditentukan oleh kejujuran setiap warga negara pemilih untuk menggunakan hak pilihnya secara cerdas dalam Pilpres 2019 ini.

Begitu saja dari saya, Felix Tani, petani mardijker, tidak takut datang ke TPS Pilpres 2019 untuk menggunakan hak pilih secara cerdas.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun