Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal "Negeri Matahari Terbit" di Tanah Batak

6 November 2018   12:39 Diperbarui: 6 November 2018   19:40 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panorama persawahan di Batunabolon, Parsoburan (Foto: sisyeline.wordpress.com)

Ada "Negeri Matahari Terbit" di Tanah Batak? Ya, ada, "negeri" yang terkenal dengan nama Habinsaran. Tepatnya, sekarang ini, namanya Kecamatan Habinsaran. Bagian ujung paling timur wilayah Kabupaten Toba-Samosir (Tobasa). Ibukota kecamatannya Parsoburan.

Mengapa dinamai Habinsaran? Karena perspektif geografis orang Batak tempo dulu menetapkan daerah tepi timur Tanah Batak sebagai habinsaran, tempat matahari terbit (binsar = terbit matahari).

Sedangkan tepi barat ditetapkan sebagai hasundutan, tempat matahari terbenam (sundut = terbenam matahari). (Karena itu ada juga Kabupaten Humbang-Hasundutan, dengan ibukota Doloksanggul, pemekaran Kabupaten Tapanuli Utara di wilayah tepi barat tahun 2003).

Tadinya Kecamatan Habinsaran tadinya sangat luas. Tapi kemudian ada pemekaran yang menghasilkan dua kecamatan baru, Nassau (2006) di tepi paling timur Tobasa dan Borbor (2002) di tepi paling selatan. Total luas tiga Kecamatan itu 920.85 km2, atau 39 persen dari luas daerah Tobasa. Luas Kecamatan Habinsaran sendiri adalah 408.70 km2 atau seperlima (20.21%) dari total luas Kabupaten Tobasa.

Menilik luasan tersebut, daerah Habinsaran memang menjadi potensi sumberdaya penting untuk Tobasa. Sayangnya, Habinsaran tergolong daerah terpencil atau terisolir di Kabupaten Tobasa. Karena itu, bukan saja dia kurang dikenal, tapi arus pembangunan juga agak tersendat ke sana.

Saya ingin memperkenalkan "negeri matahari terbit"-nya Tanah Batak ini secara singkat. Sekadar memberi gambaran umum. Mungkin nanti ada yang tertarik menggali lebih dalam potensi ekonomi di sana, dan sudi berinvestasi.

Geografi Habinsaran

Sampai penghujung 1990-an, bagi orang Batak yang berdiam sepanjang koridor jalan raya trans-Sumatra, yang menyusur pantai selatan-timur Danau Toba dari Balige (di selatan) sampai Parapat (di utara), Parsoburan atau Habinsaran itu adalah "negeri antah-berantah".

Dulu orang Habinsaran disebut sebagai parnadolok, orang gunung, karena memang daerah itu berada di punggung Bukit Barisan.

Masalah dengan Parsoburan atau Habinsaran bukan soal jarak. Karena jarak Parosoburan ke Silimbat (simpang ke Parsoburan dari jalan trans-Sumatra) hanya sekitar 39 km. Atau sekitar 48 km kalau dari Balige, ibukota Tobasa.

Peta lokasi Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba-Samosir (Foto: wikipedia.org)
Peta lokasi Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba-Samosir (Foto: wikipedia.org)
Tapi akses jalan ke sana itu yang membuat orang menggigil. Jalan rusak, sempit, berkelok-kelok naik (turun) tajam, dengan risiko terbang ke jurang kalau tak super hati-hati. 

Karena kondisi jalan itu, kalau tidak sangat terpaksa, jarang orang daerah Toba Holbung (Balige-Laguboti-Silimbat) atau orang daerah Uluan (Porsea-Lumbanlobu-Jangga-Lumbanjulu) yang mau berkunjung ke Parsoburan.

Kalau dulu ada pesan yang perlu disampaikan ke Parsoburan, misalnya gogkkon dohot joujou (undangan), maka orang lebih suka memanfaatkan fungsi komunikasi onan (pasar) atau gereja. 

Misalnya ada keluarga di Porsea yang akan mengundang kerabatnya di Parsoburan, maka dia akan menunggu petani Habinsaran turun ke pasar mingguan, tiap hari Rabu, di Porsea. Nanti dia titip pesan untuk disampaikan kepada kerabatnya di Habinsaran saja. Begitulah cara komunikasinya.

Jalan akses memang menjadi masalah utama bagi Habinsaran. Satu-satunya jalan akses yang layak susur adalah jalur Silimbat-Parsoburan. Jalan akses lain dari arah Laguboti kerap longsor, berisiko untuk dilintasi. 

Pergi ke Habinsaran itu ibarat masuk ke dalam kantong. Sebenarnya ada jalan tembus ke Kabupaten Asahan atau Kabupaten Labuhanbatu Utara di timur. Tapi kondisi jalan yang buruk menyebabkan orang lebih suka naik dulu ke Pematang Siantar di utara sebelum kemudian memutar ke timur/selatan menuju daerah Asahan.

Karena sulit dijangkau, maka daerah Habinsaran ini dikenal sebagai daerah tertinggal di Tapanuli Utara dulu, atau di Tobasa sekarang. Daerah ini kurang dipromosikan dan kurang disentuh. Padahal potensinya besar.

Terutama potensi perkebunan. Habinsaran dikenal sebagai penghasil kopi, kemenyan, dan rempah andaliman. Disamping tergolong lumbung beras juga. Tapi potensi perkebunan itulah yang paling menjanjikan untuk dikembangkan di sana.

Kampung Marga Raja Pardosi

Sudah pasti mayoritas warga Habinsaran itu etnik Batak Toba. Tapi yang menarik, sebagian besar adalah orang Batak bermarga Pardosi.

Pardosi adalah marga raja, pembuka huta (kampung) pertama, di Habinsaran khususnya Parsoburan. Istilah orang Batak, Pardosi adalah sisuan bulu (penanam bambu). Dahulu kala, sebuah kampung Batak selalu dikelilingi oleh tanaman bambu sebagai "benteng hijau". Mencegah binatang buas masuk kampung.

Marga Pardosi itu sebenarnya marga Siagian. Tapi menurut hikayat, Raja Mardongan yang menjadi leluhur Pardosi, berselisih dengan saudaranya di kampung asal sekitar Balige. Karena sakit hati, Raja Mardongan pergi merantau ke timur, ke Habinsaran, lalu membuka "kerajaan" atau kampung baru di situ.

Sebagai ekspresi sakit hatinya, Raja Mardongan menanggalkan marga Siagian dan mengenakan marga baru Pardosi. (Sekarang disebut Siagian-Pardosi).

Di Habinsaran, Raja Mardongan menikah dengan Boru Doloksaribu dan beranakkan Raja Urang (Menurut satu versi cerita, sebenarnya Raja Mardongan tidak menikahi Boru Doloksaribu, tapi merawatnya sampai melahirkan setelah diselamatkan dari percobaan bunuh diri dalam keadaan hamil).

Kemudian menikah juga dengan Boru Naiborhu dan beranakkan Raja Hujurbatu, Raja Pamahar, Raja Ledung, dan Raja Manorsa. 

Lima anak ini kemudian menjadi lima kelompok Pardosi yang menyebar di wilayah Habinsaran, termasuk Nassau dan Borbor. Jika berkunjung ke Parsoburan Tengah, maka di sana bisa disaksikan bangunan Tugu Raja Pardosi.

Potensi Agribisnis Habinsaran

Potensi agribisnis terbesar yang masih kurang sentuhan di Habinsaran adalah perkebunan tiga komoditas utama yaitu kopi, kemenyan (haminjon), dan andaliman. Produksi tiga komoditas itu masih mengandalkan perkebunan rakyat.

Selain itu sebenarnya ada potensi perkebunan teh Sibosur yang dikelola PTPN IV. Tapi kini terlantar akibat konflik pertanahan dengan warga setempat.

Sangat disayangkan karena perkebunan ini sebenarnya warisan kolonial, satu-satunya perkebunan teh di Tanah Batak. Kebun teh Sibosur sangat bagus untuk produksi teh hijau.

Perkebunan kopi rakyat di Habinsaran (Foto: trubus-online.co.id)
Perkebunan kopi rakyat di Habinsaran (Foto: trubus-online.co.id)
Sekarang mulai masuk juga perkebunan kelapa sawit. Ini sebenarnya berpotensi ancaman bagi ekonomi rakyat di Habinsaran. Lazimnya perkebunan sawit sangat ekspansif, dan punya kecenderungan melalap areal hutan dan sawah.

Kalau tak dikendalikan dengan bijak, perkebunan sawit yang kapitalistik akan melalap kopi, kemenyan, andaliman, dan padi rakyat. 

Bukan sebuah kebetulan juga perkebunan sawit mulai tumbuh di Habinsaran bersamaan dengan kegiatan penebangan hutan untuk pasokan bahan baku pabrik pulp di Porsea. Penebangan hutan selalu membuka jalan masuk untuk kebun sawit.

Sebelum kebun sawit meraja dan melalap kebun rakyat (kopi, kemenyan, andaliman) ada baiknya jika Pemerintah Kabupaten Tobasa dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara mulai serius memalingkan muka ke Habinsaran.

Dua hal perlu dilaksanakan segera. Pertama, meningkatkan akses jalan raya ke Habinsaran. Tahap pertama mungkin poros Parsoburan-Silimbat/Porsea (Tobasa) ke barat/utara. Tahap kedua poros Parsoburan-Garoga (Tapanuli Utara) ke selatan dan, tahap ketiga, poros Parsoburan-Rantau Parapat (Labuhan Batu) ke timur 

Jika infrastruktur jalan dibangun, maka Parsoburan atau Habinsaran (bersama Nassau dan Borbor) terbuka ke tiga arah: barat, selatan, dan timur. Kemudahan akses ini akan menarik pemodal untuk berbisnis ke Habinsaran.

Kedua, meremajakan dan membangun (intensifikasi/ekstensifikasi) perkebunan rakyat, khususnya kopi, kemenyan, dan andaliman.

Tiga komoditas ini sebaiknya diproyeksikan menjadi andalan ekonomi agribisnis kerakyatan Habinsaran. Sehingga jika infrastruktur jalan raya ke tiga arah sudah terbangun, maka rakyat Habinsaranlah yang pertama menikmati dampak positifnya.

Demikian sekadar catatan pengenalan dari saya, Felix Tani, petani mardijker, ingin menyeruput secangkir kopi pahit di "Negeri Matahari Terbit"-nya Tanah Batak.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun