Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cicak Bukan Simbol Orang Batak

17 Oktober 2018   10:55 Diperbarui: 17 Oktober 2018   14:49 2391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Specimen Gorga Boraspati Ni Tano, menghadap Gorga Adop-adop, simbol kesuburan dan kemakmuran dalam buadaya Batak Toba (Foto: wikipedia.org)

Dalam banyak tulisan tentang orang Batak (Toba), disebutkan cicak adalah simbol orang Batak. Dikatakan, seperti cicak yang mampu menempel di mana saja di bagian rumah, orang Batak punya kemampuan adaptif yang tinggi untuk hidup di daerah mana saja dan dalam komunitas apa saja. 

Klaim seperti itu menunjuk pada diaspora Batak yang eksis di delapan penjuru nusantara atau bahkan bumi.  Bukan sebuah kebetulan kalau orang Batak itu dikenal sebagai etnik perantau. Terutama karena dorongan keterbatasan sumberdaya di Tanah Batak sana.

Tapi benarkah cicak itu simbol orang Batak? Saya tak menemukan bukti yang kuat untuk menyimpulkan seperti itu. Dasar orang untuk tiba pada kesimpulan semacam itu itu adalah keberadaan figur "cicak" pada gorga (ornamen) rumah adat Batak.

Figur "cicak" dalam ornamen rumah adat Batak diposisikan menghadap pada ornamen adop-adop, figur 4 payudara, simbol kesuburan dan kemakmuran, merujuk pada persona "Ibu". Posisisinya di bagian muka rumah, satu di bagian kiri dan satu lagi di bagian kanan.

Ada dua hal yang perlu diklarifikasi terkait figur "cicak" itu.  Pertama, benarkah itu figure pada ornamen rumah Batak itu "cicak"? Lalu, kedua, simbol apakah figur itu?

Bukan Cicak tapi Bengkarung

Figur "cicak" dalam ornamen (ukiran) rumah Batak dikenal sebagai gorga boraspati. Boraspati di sini merujuk pada Brihaspati (atau Wrehaspati), salah satu dewa dalam agama Hindu, disebut sebagai guru para dewa, penguasa hari Kamis dan planet Jupiter.

Ada saja orang Batak yang mengarang etimologi "boraspati", sebagai penggabungan "boras" (beras) dan "pati" (sumpah). Sudah pasti itu keliru, karena justru tak memberi arti apapun saat digabung.

Dalam sistem hatiha (penanggalan) Batak, Boraspati adalah nama untuk hari kelima. Diyakini sebagai hari baik untuk menyelengarakan pesta, membangun rumah baru, memulai usaha, dan mencari pekerjaan.

Figur Boraspati ni Tano pada sampul
Figur Boraspati ni Tano pada sampul
Dalam khasanah kepercayaan asli dan perdukunan Batak, yang lazim dikenal adalah Boraspati Ni Tano. Wujud biologisnya adalah bengkarung (Eutropis multifasciata), atau kadal tanah. Dalam Bahasa Batak Toba, disebut ilik.

Di kemudian hari orang Batak memang membedakan tiga jenis Boraspati, yaitu Boraspati ni Tano, Boraspati ni Ruma, dan Boraspati ni Huta. Cicak adalah Boraspati ni Ruma, sedangkan (kemungkinan besar) tokek adalah Boraspati ni Huta.

Secara morfologis, dari segi bentuk tubuhnya, jika diperhatikan baik-baik, gorga boraspati pada rumah adat Batak itu lebih menggambarkan Boraspati ni Tano alias bengkarung ketimbang cicak. Figur itu terlalu "kuat" untuk menggambarkan hewan cicak.

Dari sisi mitologi orang Batak, figur itu juga lebih mungkin sebagai Boraspati ni Tano. Dikisahkan dalam mitos asal-usul orang Batak, bahwa kakek buyut Si Raja Batak (Orang Batak Pertama) yaitu Dewa Si Raja Odap-odap ternyata berwujud ilik (bengkarung).

Menurut mitologi, Si Raja Odap-odap menikah dengan Si Boru Deak Parujar, Dewi pencipta tanah (bumi). Dari keturunan pasangan Dewa-Dewi inilah, tepatnya pada generasi kelima, katanya dilahirkan manusia Batak Pertama yang dikenal sebagai Si Raja Batak. (Sebenarnya "Si Raja Batak" itu nama suatu komunitas kecil yang pertama kali bermukim di Tanah Batak, diperkirakan di Desa Sianjurmula-mula, Samosir).

Jadi, secara morfologis dan mitologis, figur kadal pada ornamen rumah Batak itu lebih tepat disimpulkan sebagai figur bengkarung atau ilik, sebagai wujud salah satu "Kuasa Roh Agung" dalam kepercayaan asli (paganisme) orang Batak.

Simbol Kesuburan, Kemakmuran dan Dunia Bawah Tanah

Dalam tonggo--tonggo (doa) tetua adat atau dukun, saat mendoakan kegiatan awal musim tanam agar membuahkan hasil melimpah, atau saat mendoakan pembangunan rumah atau pembukaan kampung baru agar menjadi tempat penuh berkah, salah satu nama Kuasa Roh Agung yang disebut (dipanggil) adalah Boraspati ni Tano. 

Dua nama Kuasa Roh Agung lainnya yang selalu disebut adalah Mulajadi Na Bolon (Awal-mula Yang Agung, Maha Pencipta) dan Boru Saniang Naga (Dewi Saniang Naga). Boru Saniang Naga, digambarkan berwujud ular, adalah Dewi Air, yang memerintah kuasa-kuasa air, sehingga bersifat menentukan nafkah petani (irigasi) dan nelayan (ombak besar, taufan). 

Artinya, bengkarung atau ilik sebagai perwujudan Dewa Tanah memiliki kuasa "bawah tanah" yang bersifat menentukan kesuburan tanah.

Artinya, bagi orang Batak yang berprofesi petani, kuasa Boraspati ni Tano sangat diharapkan untuk menjamin keberhasilan usahatani (gabe na niula, sinur pinahan, hasil bumi melimpah, ternak beranak-pinak). 

Bengkarung, Boraspati ni Tano atau Ilik, yang menjadi salah satu figur dalam ornamen rumah adat Batak (Foto: wikipedia.org)
Bengkarung, Boraspati ni Tano atau Ilik, yang menjadi salah satu figur dalam ornamen rumah adat Batak (Foto: wikipedia.org)
Bengkarung, atau ilik, sebagai wujud fisik Boraspati ni Tano, diketahui memang membuat lubang dalam tanah sebagai sarangnya. Bagi orang Batak, kehadiran bengkarung di suatu lahan usahataniadalah pertanda tanah itu subur, terberkati, sehingga ada harapan memberikan hasil melimpah. Karena itu, pantang bagi orang Batak untuk membunuh seekor bengkarung, dalam kondisi apapun.

Figur Boraspati ni Tano itu kemudian diterakan pada ornament (gorga) rumah adat Batak, sebagai simbol bahwa rumah tersebut terberkati dan, dalam konteks orang Batak agraris, usahataninya menghasilkan buah melimpah. Ternaknya pun beranak-pinak. 

Pada ornamen rumah Batak, figur Boraspati ni Tano ada dua sosok yang di tempatkan pada bagian kiri dan kanan dinding depan (dorpi jolo), menghadap figur Adop-adop, atau figur dua pasang (empat) payudara perempuan, sebagai simbol kesuburan. Dibaca secara keseluruhan, kesatuan Boraspati ni Tano dan Adop-adop itu menyatakan (simbolik) bahwa "penghuni rumah itu terberkati, usahatani dan ternaknya memberi hasil berlimpah, sehingga memperoleh hidup sejahtera".

Meluruskan Tafsir Keliru

Jadi, sungguh keliru menyimpulkan figur kadal (Boraspati) pada ornamen rumah Batak sebagai cicak, dan menafsirnya sebagai simbol orang Batak yang mampu beradaptasi di segala tempat dan keadaan. Layaknya cicak yang mampu menempel di mana saja.

Pendapat dan tafsir semacam itu keliru karena dua hal.

Pertama, cicak bukanlah jenis hewan yang bisa menempel di mana saja.  Dia lebih menyukai dinding atau plafon rumah sebagai tempatnya.  Sudah pasti sangat jarang cicak yang hidup merayap di atas tanah seperti bengkarung, apalagi di dalam air seperti ikan. 

Kedua, kemampuan adaptasi sosial orang Batak, misalnya sebagai migran, tidaklah bersifat spesifik. Setiap etnik yang bermigrasi ke tanah etnik lain menunjukkan gejala adaptasi sosial yang relatif sama, yaitu membentuk komunitas eksklusif sebagai strategi bertahan. Karena itu di Jakarta misalnya ditemukan cluster-kluster pemukiman yang dihuni mayoritas etnis tertentu.

Orang Batak (Toba) secara khusus membentuk dua asosiasi sosial sebagai strategi bertahan hidup.

Pertama, asosiasi marga, semisal "Punguan Siadoi dohot Boruna se-Jakarta Raya" (Paguyuban Marga Siadoi dengan Boru-nya se-Jakarta Raya). 

Kedua, asosiasi keagamaan berupa Gereja, dalam hal ini terutama Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). 

Gejala asosiasi terakhir ini sangat khas sehingga etnolog C.E. Cunningham misalnya pernah menggunakan kehadiran fisik gereja HKPB sebagai indikator persebaran (migrasi) orang Batak Toba. 

Saya pikir sudah saatnya orang Batak meluruskan tafsir keliru tentang figur Boraspati pada ornamen ukiran rumah adat Batak Toba.

Itu adalah figur Ilik, Boraspati ni Tano, simbol kesuburan dan kemakmuran bagi orang Batak. Itu bukan figur cicak yang disebut-sebut sebagai simbol orang Batak yang adaptif.

Satu hal yang perlu dipikir ulang juga, sejauh pengetahuan saya, budaya Batak tidak memiliki sebuah totem yang diterima sebagai simbol orang (etnik) Batak.

Begitulah hasil telaah saya, Felix Tani, petani mardijker, yang hidup berdampingan dengan Boraspati ni Tano di sawah.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun