Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cicak Bukan Simbol Orang Batak

17 Oktober 2018   10:55 Diperbarui: 17 Oktober 2018   14:49 2391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Figur Boraspati ni Tano pada sampul

Pada ornamen rumah Batak, figur Boraspati ni Tano ada dua sosok yang di tempatkan pada bagian kiri dan kanan dinding depan (dorpi jolo), menghadap figur Adop-adop, atau figur dua pasang (empat) payudara perempuan, sebagai simbol kesuburan. Dibaca secara keseluruhan, kesatuan Boraspati ni Tano dan Adop-adop itu menyatakan (simbolik) bahwa "penghuni rumah itu terberkati, usahatani dan ternaknya memberi hasil berlimpah, sehingga memperoleh hidup sejahtera".

Meluruskan Tafsir Keliru

Jadi, sungguh keliru menyimpulkan figur kadal (Boraspati) pada ornamen rumah Batak sebagai cicak, dan menafsirnya sebagai simbol orang Batak yang mampu beradaptasi di segala tempat dan keadaan. Layaknya cicak yang mampu menempel di mana saja.

Pendapat dan tafsir semacam itu keliru karena dua hal.

Pertama, cicak bukanlah jenis hewan yang bisa menempel di mana saja.  Dia lebih menyukai dinding atau plafon rumah sebagai tempatnya.  Sudah pasti sangat jarang cicak yang hidup merayap di atas tanah seperti bengkarung, apalagi di dalam air seperti ikan. 

Kedua, kemampuan adaptasi sosial orang Batak, misalnya sebagai migran, tidaklah bersifat spesifik. Setiap etnik yang bermigrasi ke tanah etnik lain menunjukkan gejala adaptasi sosial yang relatif sama, yaitu membentuk komunitas eksklusif sebagai strategi bertahan. Karena itu di Jakarta misalnya ditemukan cluster-kluster pemukiman yang dihuni mayoritas etnis tertentu.

Orang Batak (Toba) secara khusus membentuk dua asosiasi sosial sebagai strategi bertahan hidup.

Pertama, asosiasi marga, semisal "Punguan Siadoi dohot Boruna se-Jakarta Raya" (Paguyuban Marga Siadoi dengan Boru-nya se-Jakarta Raya). 

Kedua, asosiasi keagamaan berupa Gereja, dalam hal ini terutama Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). 

Gejala asosiasi terakhir ini sangat khas sehingga etnolog C.E. Cunningham misalnya pernah menggunakan kehadiran fisik gereja HKPB sebagai indikator persebaran (migrasi) orang Batak Toba. 

Saya pikir sudah saatnya orang Batak meluruskan tafsir keliru tentang figur Boraspati pada ornamen ukiran rumah adat Batak Toba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun