Mohon tunggu...
@Bapaksocio_
@Bapaksocio_ Mohon Tunggu... Pengajar dan juga Pembelajar Aktif

Menyukai kajian seputar isu pendidikan, sosial, budaya, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dulu Bela Palestina, Sekarang Indonesia kok Mau Akui Israel? Ada apa?

4 Juni 2025   08:51 Diperbarui: 4 Juni 2025   08:51 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bendera Isral, Sumber: Pixabay.com

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengakui Israel jika negara itu lebih dahulu mengakui kemerdekaan Palestina telah memicu diskusi hangat tentang arah baru politik luar negeri Indonesia. 

Meski masih menekankan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina, pernyataan tersebut dipandang sejumlah kalangan sebagai sinyal pergeseran pendekatan diplomatik yang selama ini relatif tegas dan satu arah. 

Sejarah mencatat, sejak era Presiden Soekarno, politik luar negeri Indonesia secara historis berpihak tegas pada perjuangan rakyat Palestina. Indonesia tidak pernah membuka hubungan diplomatik dengan Israel, dan dalam banyak forum internasional seperti OKI dan PBB, Indonesia konsisten menolak segala bentuk normalisasi yang tidak disertai pengakuan terhadap negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. 

Namun demikian, kini Indonesia melalui pernyataan Prabowo membuka ruang baru untuk mengakui Israel. Nah!!

"Begitu negara Palestina diakui oleh Israel, Indonesia siap untuk mengakui Israel dan kita siap membuka hubungan diplomatik dengan Israel," kata Prabowo, dikutip dari siaran kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Ini jelas menandakan perubahan nada politik bangsa kita. Dari sikap yang selama ini tidak membuka ruang diplomasi dengan Israel sama sekali, kini Indonesia tampaknya mempertimbangkan hubungan diplomatik dengan syarat tertentu. 

Realitas ini menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia tidak lagi semata-mata simbolik atau berbasis solidaritas ideologis, melainkan mulai membuka jalan ke arah pragmatisme dan diplomasi transaksional.

Dukungan muncul salah satunya dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terhadap pernyataan Prabowo memperkuat asumsi bahwa segmen-segmen strategis dalam negeri mulai menyadari pentingnya reposisi diplomatik Indonesia. Dalam lanskap global yang semakin dinamis, pendekatan keras tanpa membuka peluang dialog dianggap tidak lagi cukup untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina secara efektif.

PBNU menilai bahwa pernyataan Prabowo tetap sesuai dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Dalam pandangan mereka, membuka peluang hubungan diplomatik dengan Israel justru bisa menjadi cara baru untuk memberi tekanan moral dan politik agar Israel mengakui negara Palestina.

Namun demikian, tidak sedikit pengamat yang menganggap pernyataan Prabowo sebagai bentuk awal dari pergeseran arah yang berisiko mengikis posisi moral Indonesia di mata dunia Islam dan negara-negara Non-Blok. 

Selama ini, Indonesia dikenal sebagai negara besar yang tidak pernah menjalin hubungan dengan Israel sebagai bentuk dukungan total pada Palestina. Bila Indonesia akhirnya mengakui Israel---walau dengan syarat---posisi moral tersebut bisa dianggap goyah.

Kritik lain datang dari aspek konsistensi. Selama ini, perjuangan diplomatik Indonesia menempatkan kemerdekaan Palestina sebagai syarat utama dalam konstelasi Timur Tengah. Kini, dengan membuka opsi hubungan dengan Israel, meskipun dengan prasyarat, muncul kekhawatiran bahwa Indonesia sedang mengendurkan tekanan terhadap Israel dan berpotensi memberikan legitimasi pada kebijakan okupasi yang masih terus berlangsung.

Pertanyaan pentingnya adalah, apakah ini benar-benar pergeseran, atau hanya penyesuaian strategi?

Di satu sisi, pernyataan Prabowo bisa dibaca sebagai strategi baru untuk menjebak Israel dalam komitmen internasional yang sah. Dengan memberikan iming-iming pengakuan diplomatik, Indonesia mencoba memainkan kartu tawarnya dalam tatanan global. Ini merupakan pendekatan soft power yang lebih fleksibel daripada sekadar menolak.

Namun di sisi lain, pernyataan ini juga bisa dilihat sebagai sinyal awal bahwa Indonesia, seperti banyak negara lain, mulai merasa terdesak untuk menyesuaikan posisi diplomatiknya demi kepentingan politik, ekonomi, atau pengaruh global.

Pernyataan Prabowo menandai kemungkinan awal dari era baru diplomasi Indonesia dalam isu Palestina-Israel. Jika selama ini Indonesia berdiri kokoh di satu sisi, kini wacana yang dibuka menunjukkan fleksibilitas baru---meskipun belum tentu melemahkan komitmen terhadap kemerdekaan Palestina.

Tapi yang jelas, satu hal yang harus digarisbawahi. Bila benar Indonesia mulai membuka diri terhadap hubungan diplomatik dengan Israel, maka kejelasan sikap, transparansi, dan prinsip keadilan tetap harus menjadi landasan utama.  Supaya  pergeseran strategi politik luar negeri Indonesia tidak menjadi pengkhianatan terhadap sejarah panjang perjuangan diplomasi kita. Nah!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun