Mohon tunggu...
vSukamtiningtyas
vSukamtiningtyas Mohon Tunggu... Pemikir strategis, marketer profesional dan konsultan kreatif untuk UMKM

Penyusun strategi konten, social media dan brand yang percaya bahwa strategi BUKAN rencana atau Planning. Menulis tentang influencer marketing, social media, dan krisis komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menkeu Purbaya Jangan Larang Anak Posting di Sosmed. Yudo Sadewa Perlu Didengar Walau Kontroversial

13 September 2025   11:11 Diperbarui: 13 September 2025   11:11 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar anak dibayangi layar statis. Sumber Pexel oleh Ron Lach.

Ini bukan sekadar flexing kekayaan, ini adalah cara Yudo dan teman-temannya berbicara. Di lingkaran mereka, media sosial adalah panggung untuk pamer, tapi juga untuk menegaskan status. Menyebut Sri Mulyani "agen CIA" adalah bagian dari permainan itu: sebuah cara untuk tampil keren, relevan, dan "anti-sistem" di mata teman sebaya, meski ironisnya, ia adalah bagian dari sistem itu sendiri. 

Kenapa narasi seperti ini begitu menarik bagi anak-anak muda berprivilege? Pertama, ada faktor politik. Indonesia seperti dipecah antara kubu Jokowi dan Prabowo. Yudo, sebagai putra menteri di kabinet Prabowo, mungkin merasa perlu menunjukkan loyalitas pada "tim baru." Menyerang Sri Mulyani, simbol Jokowi, adalah cara cepat untuk mendapat tepuk tangan dari pendukung Prabowo di media sosial. 

Kedua, ada dinamika keluarga. Bayangkan jadi anak seorang ekonom sukses seperti Purbaya, yang hidupnya penuh rapat dan laporan keuangan. Yudo, dengan gaya trader kripto dan postingan flamboyan, mungkin ingin kelihatan beda---bukan teknokrat kaku seperti ayahnya, tapi anak muda yang "berani" bicara blak-blakan. 

Media Sosial: Panggung atau Jebakan? 

Media sosial adalah kunci cerita ini. Yudo hidup di era di mana Instagram dan TikTok adalah tempat mengekspresikan diri, mencari perhatian, dan kadang-kadang membuat blunder. Postingannya tentang Sri Mulyani bukanlah makalah akademis, itu cuma unggahan cepat, mungkin ditulis sambil ngopi di area Jakarta Selatan. 

Tapi di dunia maya, candaan bisa jadi bom. Algoritma sosial media menyukai kontroversi, dan unggahan Yudo langsung menyebar seperti api. Ketika ia klarifikasi, menyebut "ternak Mulyono" sebagai sasaran sebenarnya, ia justru menambah bensin ke kobaran itu. Banyak creator langsung membuat meme, dan istilah "ternak Mulyono" jadi bahan konten dan candaan baru. 

Inilah mengapa kita harus membiarkan Yudo berbicara. Bukan karena ia bijak. Jauh dari itu tapi karena omongannya membuka jendela ke dunia anak muda berprivilege. Mereka besar di tengah kemewahan, tapi juga di tengah perang narasi politik. Mereka melihat dunia melalui layar ponsel, di mana "like" dan "share" lebih penting daripada fakta. Narasi "agen asing" atau "pengkhianat" bukan cuma soal Sri Mulyani; itu cerminan bagaimana generasi ini, terutama yang punya akses ke kekuasaan, memahami politik: sebagai permainan, bukan tanggung jawab.

Jangan Larang, Tapi Telaah 

Ketika ayahnya, Purbaya, mengatakan Yudo "terlalu muda untuk paham" dan melarangnya main Instagram, banyak yang setuju. Tapi larangan bukan jawaban. Menyumpal mulut Yudo hanya akan menyembunyikan apa yang sebenarnya ada di pikiran anak-anak seperti dia. Biarkan ia berbicara, biarkan ia memposting, biarkan ia membuat kesalahan. 

Dari sana, kita bisa melihat: Apa yang membuat anak muda berprivilege suka mendukung narasi konspirasi? Mengapa mereka merasa perlu memamerkan status sambil menyerang orang lain? Dan yang terpenting, bagaimana kita bisa mengarahkan mereka ke diskusi yang lebih sehat? Yudo bukan penutup cerita. Ia adalah pembuka. 

Omongannya, meski keliru, adalah undangan untuk kita semua, khususnya generasi yang lebih tua, untuk mendengar, menganalisis, dan memahami. Jangan buru-buru memblokir akunnya atau membungkam ekspresinya. Biarkan ia berbicara, dan mari kita belajar dari kekacauan yang ia ciptakan. Siapa tahu, di balik candaan itu, ada pelajaran besar tentang generasi muda kita, apa yang mereka pedulikan, percaya dan apa yang bisa menggerakkan mereka untuk memulai aksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun