Mohon tunggu...
Moh Shobahur Rizqi
Moh Shobahur Rizqi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Suka orang yang penuh dedikasi dan setia, apakah itu Anda?

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerminku Pembohong!

4 Agustus 2011   13:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:05 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bulan Ramadhan selalu saja dinanti oleh setiap muslim. Padahal gak musti dinanti juga pasti datang sendiri. Entah apa yang menarik dari Ramadhan, tp kata ustad-ustad sih banyak bonus pahala. Tapi yang paling populer sih katanya bulan Ramadhan itu bulan maghfiroh, bulan yang penuh ampunan. Nah, mungkin ini yang paling melekat di telingaku sehingga aku kini lebih banyak menghabiskan waktu di depan cermin, tentu saja dengan sedikit meningkatkan porsi ibadahku pastinya. Ya misal saja, yang biasanya gak baca Al-Qur'an kini mulai rajin membaca, yang biasanya sering berbohong kini mengurangi bicara.

Awalnya aku sangat mengandalkan cerminku untuk mengetahui seberapa nilai diriku dan kualitas amalku. Aku sangat percaya dengan apa yang selalu diucapkannya. Tapi, di hari keempat Ramadhan ini, aku mulai curiga, sepertinya cermin itu tidak sejujur yang aku kira. Bagaimana tidak? Ketika aku sedang bahagia, ia bilang aku menderita. Saat seharusnya aku ceria juga dibilangnya sengsara. Pun ketika aku pikir aku orang yang paling taat beribadah, malah dibilangnya aku orang yang paling durhaka pada Tuhannya. "Oh cermin, salah apa aku padamu sehingga semua fakta kau putarbalikkan tanpa perasaan!" gumamku dalam hati selalu.

Tapi cermin seperti tak punya perasaan. Hingga malam kelima Ramadhan, ia masih saja tak jujur padaku. Malam ini pun aku beribadah tidak seperti malam-malam lain selain Bulan Ramadhan, tp cermin bilang justru aku durhaka lebih dari durhakaku di luar Bulan Ramadhan. Ahh, mungkin aku harus menggunakan cermin kawanku yang barangkali jauh lebih jujur daripada cermin yang aku punya. Kucoba, pun kudapatkan hasil yang sama. Dibilangnya cermin kawanku itu aku pendurhaka, tak menghargai Ramadhan. Lebih jauh ia bilang aku tak pantas merasakan Ramadhan tahun ini! Ohh, ingin kumenangis dengan kebohongan cermin padaku, tp airmata sudah kuhabiskan sebelum Ramadhan tiba oleh karena cinta yang tak sampai jua.

Apakah semua orang pun merasa apa yang kurasa? Apa kalian bisa merasakan kebohongan-kebohongan cermin pada kalian? Mungkin cermin hanya jujur bila dipegang oleh sahabat-sahabatku dari kelompok muslim yang suka mengadakan razia, yang suka menghakimi orang lain oleh karena tidak sepaham dengan mereka, yang suka memperhatikan perilaku orang tanpa memperhatikan akhlak diri mereka. Ahh, apa aku perlu bergabung dengan kelompok sahabatku itu supaya mendapatkan kejujuran si cermin?!

Tapi tidak, aku tidak mau menjadi mereka. Rasanya lebih baik aku menjadi orang salah di depan cermin daripada harus menyusahkan orang lain, meski mungkin orang lain itu sebetulnya pun salah. Dan semoga dengan kebohongan cermin, aku bisa termotivasi untuk memperbaiki amalku yang masih dinilai buruk oleh cerminku. Atau barangkali aku harus membeli kartu perdana Telkomsel yang terkenal paling jujur dengan semua iklan-iklannya agar aku mendapat jawaban yang aku minta?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun