Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kepekaan Sosial dan Kepercayaan

8 Desember 2017   06:32 Diperbarui: 8 Desember 2017   08:26 3676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendapatkan sesuatu tanpa perlu terlebih dahulu  memintanya kepada orang yang bisa memberikannya adalah sesuatu yang woww, amajing istilah yang pas. Seringkali kita sedang "ngidam" atas suatu makanan, eh tiba-tiba kawan datang ke rumah dengan membawa oleh-oleh makanan yang sebelumnya kita idam-idamkan. Kadang pula kita membutuhkan atau menginginkan sesuatu dimana teman kita punya, namun sampai ngiler teman kita tidak memberikannya sampai kita harus memintanya secara verbal.

Ada orang yang bisa mengungkapkan keinginannya pada pihak lain, ada pula orang yang punya masalah dalam mengungkapkan kebutuhannya, ada pula tipe orang yang peka sehingga tahu kebutuhan orang lain, adapula orang yang harus diberitahu dulu baru paham permasalahan atau kebutuhan orang lain. Itu semua adalah jenis-jenis pribadi orang, tidak dalam rangka benar dan salah, baik dan buruk. 

Menjadi seseorang yang bisa memahami kebutuhan orang lain tanpa perlu diminta menurut saya merupakan sesuatu hal yang lebih baik. Untuk itu olah rasa diperlukan agar bisa melatih kepekaan kita, meningkatkan sensitifitas atas kondisi dan kebutuhan orang lain dalam konteks yang positif.

Ketika kepekaan kita sudah pada taraf diatas rata-rata, maka rasa empati juga otomatis akan meningkat, kecenderungan untuk berbuat dan memberikan yang lebih baik pada orang lain juga akan semakin terasa. Kadangkala perjalanan hidup seseorang bisa menyebakan dirinya mempunyai tingkat kepekaan sosial yang lebih baik daripada orang lainnya. 

Coba bayangkan seseorang pengusaha kaya raya, yang mengawali karirnya dari kuli, menjadi mandor dan terus naik sampai sesukses sekarang ini pasti lebih peka dan memahami terhadap kehidupan orang bawah, orang miskin, pekerja rendahan, daripada seorang pengusaha yang terlahir sudah kaya raya.

Faktor lainnya ketika seseorang ingin menjalankan kepekaan sosialnya adalah masalah trust atau kepercayaan terhadap orang lain. Meskipun punya kepekaan sosial yang tinggi, namun rasa-rasanya sulit membayangkan seseorang akan memberikan bantuan terhadap orang lain apabila tidak punya kepercayaan terhadap orang lain tersebut. 

Coba saja pada diri kita, apakah kita akan memberikan sesuatu yang dibutuhkan oleh teman apabila kita tidak percaya pada teman tersebut karena dirinya beberapa kali telah berbohong dan menipu kita. Mungkin tetap ada yang membantu, namun yang menolak sepertinya jumlahnya lebih banyak.

Kepercayaan  adalah landasan dasar dalam hubungan antara sesama manusia, baik orang dengan orang lain, maupun orang dengan masyarakatnya. Kepekaan sosial dibangun dengan fondasi kepercayaan, yang bisa menyebabkan kepekaan sosial terejawantahkan dalam suatu tindakan konkrit di dalam kehidupan. Tanpa kepercayaan akan menjadi susah dan mustahil suatu kepekaan sosial berjalan mulus. 

Kepercayaan ini lah yang harus dijaga oleh seorang individu, jangan sampai atau paling tidak meminimalisir hal-hal yang bisa mencederai kepercayaan tersebut. Kita harus berkaca pada Nabi Muhammad SAW yang dijuluki Al-Amin. Gelar Al-Amin bagi Nabi Muhammad SAW disandangkan oleh penduduk Mekah karena dikenalnya Nabi Muhammad SAW sebagai seorang laki-laki yang penuh amanah, jujur dan dapat dipercaya. 

Sebagai umatnya sudah sewajarnya kita meneladani Beliau dalam menjaga kepercayaan orang lain. Kalau saling percaya, mungkin pada saat melakukan transaksi bisnis kita tidak membutuhkan perjanjian. Namun perjanjian menjadi penting karena ternyata seringkali kepercayaan dikhianati, sehingga dibutuhkan suatu piranti agar masing-masing pihak berada di jalur yang benar dimana perjanjian sebagai koridornya. 

Sekali kepercayaan kita khianati, akan sulit mengembalikannya. Kalau sebelumnya percaya 100%, namun karena dikhianati maka kadar kepercayaannya tidak akan tetap atau kembali 100%, pasti kurang dari 100% meskipun kita sudah mengakui kekeliruan, kesalahan tersebut serta telah melakukan langkah langkah yang menunjukkan pertobatan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun