Mohon tunggu...
M. Ridwan Umar
M. Ridwan Umar Mohon Tunggu... Dosen - Belajar Merenung

Warga Negara Biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seberapa Banyak Story Kita di Timeline "Langit"?

14 Oktober 2019   09:51 Diperbarui: 14 Oktober 2019   10:21 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lho, mengapa sindiran?
Tuhan menjelaskan bahwa Ia telah membinasakan para perusak dunia dan pembangkang perintahnya. Siapa mereka?,  tentu saja yang dimaksud adalah umat-umat seperti Kaum Sodom, Umat Nuh, Emperium Fir'aun, Kaum Saba' atau kaum-kaum pembangkang lainnya.

Namun, ayat 14 seharusnya membuat kita intropeksi. Mengapa?

Tuhan ternyata memberi kesempatan kepada kita untuk juga menunjukkan prestasi apa yang kita torehkan di dunia ini. Tentu saja setelah membaca kisah-kisah para pembangkang Allah.

Tuhan mau melihat, bagaimana pula manusia memperlakukan dunia dan kehidupan di atasnya setelah mereka mencemooh pelaku sejarah masa lalu.
Jangan-jangan....??

Ketika membaca kisah Fir'aun, dan mencemooh kesombongan dan kezalimannya, mentertawakan nasib tragisnya di Laut Merah, namun, tanpa disadari prilaku "Fir'aun" ternyata telah diduplikasi dan dipraktikkan oleh sebagian manusia.

Atau, ketika membaca kisah Qarun, kita menjadikannya bahan dongeng anak sebelum tidur dan berkata, "Nak, dulu ada orang kaya sombong, pelit dan serakah, lalu ditelan bumi, itulah asal muasal harta Qarun...dst,"

Lalu, dengan sengaja atau tidak, kita-pun melakoni tingkah yang sama. Bahkan, bisa lebih parah dari Qarun..!!! Kita menjadi sombong, jauh dari Tuhan, pelit dan rakus.

Atau, ketika membaca kisah perjuangan para penegak kebenaran, kita memuji mereka, berduyun-duyun antri di loket hanya untuk menonton film mereka. 

Kita seakan-akan menjadikan mereka sebagai model pribadi yang harus ditiru anak-anak kita, namun hanya sebatas itu saja. Tidak lebih dari itu, karena kita pun tersenyum kecut dan sebegitu takutnya jika benar-benar menjadi seperti mereka. Kita takut menjadi orang baik !!!,:)

Untuk konteks Indonesia, ada ratusan kisah epik dan kepahlawanan di negeri ini. Dari Sabang sampai Meurake, beribu pahlawan telah menghiasi buku-buku sejarah negeri ini. Lalu, apakah kita masih kesulitan untuk memilih tipikal pahlawan seperti apa yang bisa kita "patri-kan" ke dalam diri kita? Wong, memasang bendera merah putih saja kita kadang enggan dan lupa? :)

Ayat di atas sangat tepat dibawa ke konteks Indonesia.
Kita pekikkan "hancurkan penjajah", kita benci penjajah karena membuat terpasung, miskin dan terkebelakang. Lalu ketika kemerdekaan telah dicapai, jangan-jangan....?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun