Mohon tunggu...
mrazifhamdani
mrazifhamdani Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

seorang mahasiswa yang selalu ingin tau akan pengetahuan dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menjembatani Keberagaman dan Keadilan antara Legal Pluralisme dan Hukum Progresif dalam Reformasi Hukum Indonesia

14 Mei 2025   20:41 Diperbarui: 14 Mei 2025   20:41 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Legal pluralisme adalah suatu kondisi di mana dalam satu sistem sosial terdapat lebih dari satu sistem hukum yang berlaku secara bersamaan. Dalam konteks ini, hukum negara (state law) tidak menjadi satu-satunya sumber hukum, melainkan bersandingan dengan sistem hukum lain seperti hukum adat, hukum agama, atau hukum komunitas lokal.  Menurut Sally Engle Merry Pluralisme hukum merujuk pada situasi di mana dua atau lebih sistem hukum hidup berdampingan dalam satu wilayah sosial.

Hukum progresif adalah konsep hukum yang melihat hukum tidak sebagai sistem yang tertutup dan statis, melainkan sebagai alat yang dinamis untuk mencapai keadilan substantif dan kemanusiaan. Hukum progresif menolak positivisme hukum yang kaku dan mendorong hakim serta penegak hukum untuk berani melakukan terobosan demi tercapainya keadilan sosial. Menurut Satjipto Rahardjo Hukum progresif adalah hukum yang tidak terjebak pada teks, tetapi menempatkan hukum sebagai sarana untuk mewujudkan kemanusiaan dan keadilan sosial.

Kenapa legal pluralisme masih berkembang? Legal pluralisme berkembang karena ia lebih realistis dan relevan dalam konteks masyarakat yang kompleks, beragam, dan dinamis. Ia mencerminkan bahwa hukum bukanlah institusi tunggal yang dimonopoli negara, tetapi hasil dari interaksi sosial, kultural, politik, dan historis yang majemuk. Namun, penting juga untuk diingat bahwa legal pluralisme bukan tanpa tantangan diantaranya ialah potensi tumpang tindih hukum, ketidakpastian hukum, diskriminasi dalam hukum adat atau agama terhadap kelompok tertentu (misalnya perempuan). Oleh karena itu, perlu pendekatan yang kritis dan selektif terhadap legal pluralisme: mengakomodasi keberagaman sambil tetap menjaga prinsip hak asasi manusia, keadilan, dan kepastian hukum.

Apa saja yang perlu dikritik? Baik legal pluralisme maupun hukum progresif menawarkan kritik mendalam terhadap sistem hukum negara yang sentralistik, elitis, dan tidak responsif terhadap kenyataan sosial. Legal pluralisme mengingatkan bahwa hukum bukan monopoli negara, tetapi plural dan kontekstual. Ia menuntut pengakuan terhadap sistem hukum non-negara sebagai bagian sah dari tata hukum nasional. Hukum progresif menantang praktik hukum yang teknokratis dan tidak manusiawi. Ia mendorong pembaruan hukum yang berani, berpihak pada rakyat, dan responsif terhadap ketimpangan. Jika Indonesia ingin mewujudkan sistem hukum yang adil dan beradab, maka perlu ada dekonstruksi terhadap sentralisme hukum dan reformasi hukum yang progresif, baik secara struktur, kultur, maupun substansi hukum.

Saya berpandangan bahwa legal pluralisme di Indonesia adalah keniscayaan historis, sosiologis, dan normatif, yang harus diakui, dihargai, dan dikelola secara cermat. Ia bukan penghalang bagi negara hukum, tetapi justru peluang untuk membangun hukum yang lebih inklusif, adil, dan kontekstual. Namun demikian, legal pluralisme juga harus dikritisi secara berkelanjutan. Jangan sampai ia digunakan untuk mempertahankan struktur kuasa yang opresif. Jangan sampai ia merusak keutuhan hukum nasional dan mengorbankan hak-hak dasar warga negara. Harus terus dievaluasi agar tidak bertentangan dengan prinsip keadilan universal.

Sedangkan, Hukum progresif berkembang di Indonesia sebagai respons terhadap ketimpangan sosial, ketidakadilan struktural, kemandekan hukum forma, Kebutuhan akan keadilan substantif. Ia menjadi bentuk pembangkangan terhadap cara berpikir hukum yang usang dan tidak relevan dengan kenyataan sosial. Namun, agar hukum progresif benar-benar berfungsi, ia memerlukan penegak hukum yang berani dan etis, pendidikan hukum yang kritis dan humanis, sistem hukum yang terbuka terhadap inovasi dan partisipasi publik. Maka, hukum progresif bukan sekadar alternatif, tapi kebutuhan mendesak bagi Indonesia yang ingin keluar dari jebakan hukum yang hanya mengabdi pada prosedur, bukan pada keadilan.

Nama: Muhammad Razif Hamdani

NIM: 232111150

Kelas: 4E HES

Mata Kuliah: Hukum dan Masyarakat

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun