Banyak orang hanya mengenal Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai penjamin dana masyarakat di Bank. Padahal, kita juga punya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang berfungsi atau fungsinya sama penting, meski di ranah yang berbeda. LPS menjaga simpanan masyarakat agar tetap aman, sedangkan LPSK menjaga keberanian Saksi dan pemulihan Korban agar hukum bisa ditegakkan dengan adil.
Namun perbedaan besar. LPS sudah masuk ke dalam Komite Stabilitas Keuangan (KSSK) bersama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK. Kehadirannya menjadi bagian resmi dari "Jaring Pengamanan" Keuangan Nasional. Sementara LPSK belum punya forum setara dalam sistem peradilan pidana. Koordinasi LPSK dengan Polisi, Jaksa, atau Pengadilan masih bersifat terbatas dan kasus per kasus. Padahal tanpa perlindungan Saksi dan Korban, sistem hukum kita rapuh. Banyak Saksi takut bersuara, banyak Korban tidak mendapatkan pemulihan, dan akhirnya banyak kasus besar berakhir tanpa Keadilan.
Karena itu, Indonesia perlu membangun apa yang saya sebut "Justice Safety Net", sebuah jaring pengaman peradilan pidana. Dengan forum ini, LPSK bisa duduk sejajar bersama Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, KPK, hingga Komnas  HAM, untuk memastikan perlindungan saksi dan korban menjadi prioritas.
Persoalan pemulihan korban, kita memang sudah punya dasar hukum. KUHP baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 nanti, telah mengatur restitusi sebagai pidana tambahan, kompensasi negara diberikan untuk korban pelanggaran HAM yang Berat dan Korban Terorisme, dan Peraturan Pemerintah  Nomor 29 tahun 2025 memperkenalkan Dana Bantuan Korban  bagi kasus kekerasan seksual. Tetapi persoalan klasiknya sama yaitu, pelaku sering tidak mampu membayar, sementara dana bantuan korban masih menunggu petunjuk teknis dan belum jelas dari mana Saldo akan terus diisi.
Dalam Tulisan ini, saya berfikir tentang sebuah usulan tentang sebuah solusi yaitu dengan membentuk Dana Jaminan Perlindungan Saksi dan Korban (JPSK). Dana ini bisa menalangi restitusi yang tidak dibayar pelaku, memperluas kompensasi ke tindak pidana prioritas lain, dan memastikan korban tidak menanggung beban ganda. Sumber dana tidak harus dari APBN, bisa juga bersumber dari Perampasan Aset Korupsi, Narkotika, Pencucian uang, poling fund dari denda, CSR perusahaan, sampai dengan Hibah Lembaga Internasional.
Negara - Negara lain sudah membuktikan hal ini. Italia misalnya, memakai hasil sitaan mafia untuk mendanai perlindungan Saksi. Kemudian Kanada punya Victims Fund dan Inggris punya Criminal Injuries compensation Authorithy yang berjalan puluhan tahun.Â
Lalu dengan peran tersebut diatas, bagaimana dengan kedudukan Kelembagaan LPSK sendiri dalam rangka memperkuat peran kelembagaan ?  menurut penulis setidaknya ada tiga pilihan. Pertama, tetap independen namun diperkuat dengan Forum justice safety net. Kedua, masuk ke Kementerian Hukum agar lebih kuat dalam SDM, fasilitas dan jaringan kantor wilayah. Ketiga, bergabung dengan Aparatur penegak Hukum. Dari ketiganya, yang paling realistis adalah opsi pertama dengan sentuhan hibrid, dimana LPSK tetap independen secara substantif, tetapi mendapat dukungan administratif dari Kementerian Hukum. Jadi, Independensi tetap terjaga, tetapi pelayanan lebih cepat dan merata.
Sudah saatnya Negara  hadir lebih kuat. perlindungan Saksi dan Korban bukan lagi urusan pinggiran, melainkan kunci agar hukum bisa ditegakkan secara adil. Kalau simpanan nasabah di bank saja bisa dijamin oleh negara lewat LPS, mengapa nasib  Saksi dan Korban Kejahatan tidak bisa kita jamin lewat LPSK yang lebih kokoh.
Disinilah menurut penulis peran kita sebagai publik sangat penting. Dukungan masyarakat akan memperkuat dorongan agar pembuat kebijakan berani mengambil langkah. Kita bisa mulai dengan menyuarakan pentingnya Dana Jaminan Perlindungan Saksi dan Korban, mendukung pembentukan Justice Safety Net, dan memastikan LPSK memiliki posisi yang kuat. Jangan biarkan Saksi dan Korban berjalan sendiri. Mereka butuh jaminan negara dan kita semua bisa ikut memastikan jaminan itu benar-benar ada.Â
Daftar Pustaka.
UU No. 24 tahun 2004 tentang LPS.