Mengapa Reformasi Partai Politik Harus DidahulukanÂ
1. Partai sebagai Fondasi Demokrasi
Partai politik merupakan pintu gerbang utama dalam demokrasi. Melalui partai, individu dipersiapkan untuk menjadi calon pemimpin, legislator, maupun pejabat publik. DPR hanyalah hasil dari proses ini. Apabila proses di hulu cacat, maka produk di hilir pun ikut bermasalah. Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (2017) menunjukkan bahwa lemahnya pengelolaan keuangan dan kaderisasi di partai politik berkontribusi besar terhadap rendahnya integritas anggota legislatif. Artinya, membenahi DPR tanpa memperbaiki partai sama saja dengan mengobati gejala tanpa menyentuh akar penyakit.
2. Masalah Keuangan dan Kaderisasi
Sumber keuangan partai masih didominasi oleh sumbangan elite atau kelompok pemodal besar. Iuran anggota belum berfungsi efektif, sementara praktik mahar politik justru marak. Sistem kaderisasi pun belum berbasis meritokrasi, melainkan lebih ditentukan oleh kedekatan dengan tokoh atau elite partai. Akibatnya, kader potensial yang berintegritas sering terpinggirkan. Budaya politik partisipatif yang seharusnya menjadi dasar demokrasi masih jauh dari terwujud.
3. Mahar Politik dan Biaya Politik (Cost Politik) Penting dibedakan antara mahar politik dan biaya politik.
Mahar politik adalah sejumlah uang atau fasilitas yang diberikan calon kepada elite partai sebagai syarat untuk memperoleh tiket pencalonan. Praktik ini ilegal, tertutup, dan bersifat transaksional. Dampaknya sangat merusak, karena hanya mereka yang memiliki modal besar yang dapat tampil, sementara kader berkualitas tanpa akses finansial tersingkir.
Biaya politik (cost politik) adalah pengeluaran yang sah dan wajar dalam proses demokrasi, misalnya untuk kampanye, logistik, iklan, atau sosialisasi program kepada masyarakat. Biaya politik merupakan konsekuensi dari kompetisi elektoral. Namun, ketika biaya ini tidak diatur dan dibatasi, ia dapat melebar menjadi praktik politik uang.
Di Indonesia, kedua hal ini kerap tercampur. Mahar politik sering disamarkan sebagai bagian dari biaya politik. Kebingungan publik dalam membedakan keduanya menunjukkan perlunya edukasi politik dan regulasi yang lebih jelas.
4. Efek Domino terhadap DPR
Kelemahan partai politik langsung berdampak pada DPR. Rekrutmen yang berbasis transaksi keuangan melahirkan anggota DPR yang lebih berorientasi pada balas budi terhadap sponsor daripada memperjuangkan aspirasi rakyat. Kaderisasi yang tertutup menghasilkan legislator yang minim kapasitas dan visi kebangsaan. Ketidakjelasan pendanaan partai mendorong praktik korupsi di DPR sebagai cara untuk mengembalikan modal politik.