Proses hukum terhadap Lembong dinilai oleh publik sarat dengan nuansa politik. Ia dikenal sebagai pendukung oposisi dalam pilpres 2024, sehingga penahanannya oleh Kejaksaan menimbulkan spekulasi politis. Namun Presiden Prabowo kemudian memberikan "Abolisi" yang menjadi kewenangan Presiden atau Hak Prerogatif Presiden untuk menghapus proses peradilan pidana terhadap seseorang sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (2) UUDNRI 1945. Dalam perpektif politik kemudian dibaca sebagai rekonsialiasi atau justru indikasi bahwa hukum masih terikat dengan tarik menarik politik.
Pada titik inilah menurut penulis posisi Lembong menjadi "Unik", dimana seorang mantan menteri yang pernah divonis bersalah, tetapi sekaligus  menjadi oposisi moral yang berani menyuarakan kritik  tajam terhadap aparat.
Dimensi Sosial, Viralitas, Advokasi, dan Kepercayaan Publik.
Istilah "Jebakan Aparat" menggugah keresahan, karena menurut penulis Viralitas melalui media memperkuat resonansi isu sebagai bagian dari keresahan publik tentang kata "Kriminalisasi, Salah tangkap dan Penyalahgunaan Wewenang". Â Namun viralitas bukan tujuan akhir, tapi masih dibutuhkan kesinambungan dalam bentuk "advokasi Publik" dan dorongan kelembagaan agar hukum benar-benar berjalan transparan dan adil.Â
Kesimpulan dan Saran.
Dengan kapasitas dan jejaring yang dimiliki oleh Tom Lembong sebenarnya dapat mengambil peran penting sebagai "Penggerak Reformasi Moral". Upaya hukum yang Ia tempuh tidak hanya berhenti di jalur formal, akan tetapi bisa juga diperluas melalui Komnas HAM sebagai Lembaga Independen, dan selanjutnya berdasarkan rekomendasi dari Komnas HAM akan memberikan penjelasan terhadap status hukum seseorang yang menjadi korban kriminalisasi, salah tangkap  dan penyalah gunaan wewenang. selain itu Ombudsman juga mempunyai peran penting, dikarenakan lembaga ini berwenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik termasuk oleh aparat penegak hukum. Ditangan seorang sekelas  Tom Lembong kritik bisa menjadi dasar  dilakukannya advokasi yang mendorong perubahan nyata.
Daftar pustaka.
1. UUDNRI tahun 1945.
2. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
3. UU No. 37 tahun 2008 tentang Ombbudsman RI.
4. UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.